Negara Bayangan
Negara Bayangan istilah yang dikenal untuk menyebut pemerintah yang tak tampak karena serba tidak jelas atau tak transparan beroperasi mempengaruhi kebijakan pemerintah. Apakah negara bayangan juga ada di Indonesia?
"Deep State" adalah istilah yang cukup populer di perpolitikan Amerika. Kalau diterjemah secara sederhana artinya kurang lebih Negara Bayangan. Di Amerika konon pemerintah dan Kongres yang resmi dipilih rakyatnya tidak sepenuhnya berfungsi dan berkuasa menjalan- kan pemerintahan.
Ada beberapa kelompok kepentingan kuat yang membayangi pemerintah di sana dan yang sesungguhnya menjalankan kekuasaan tanpa dapat dihalangi oleh presiden.
Mereka ini adalah para pengusaha besar di Wall Street, penguasa komplek industri militer yang mendapat keuntungan besar dari perang dan sejenisnya, media massa yang dikuasai korporasi, serta lobi Israel yang terkenal sangat kuat mengendalikan dan menentukan siapa yang bisa duduk sebagai wakil rakyat di Kongres.
Belakangan juga terlihat menguatnya pengaruh dan meluasnya peranan badan intelijen pusat Amerika, Central Intelligence Agency (CIA), dalam mengarahkan kebijakan presiden Amerika. Setiap pagi, kepala CIA adalah pejabat pertama yang menghadap presiden untuk memberi briefing intelijen.
Baca juga : Menghapus Dwifungsi Oligarki
Baca juga : Panggilan Kerinduan
Salah satu contoh terkenal adalah langkah invasi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George W Bush Jr ke Irak, yang menghabiskan dana triliunan dollar AS dan mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa.
Invasi militer Amerika itu adalah akibat atau hasil dari kebohongan CIA yang mengaku mempunyai bukti bahwa pemimpin Irak, Saddam Husein, memiliki senjata pemusnah massal.
Tak kentara, sangat berkuasa
Kelompok yang juga dimasukkan sebagai bagian dari Deep State adalah birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Birokrat ini umumnya tidak diganti, meskipun presiden berganti, sebagai hasil dari pemilu,
Para birokrat ini sangat berkuasa dan sulit dikendalikan karena telah puluhan tahun bercokol di jabatannya dan menguasai berbagai informasi serta jaringan pemerintahan.
Deep State disebut juga sebagai invisible government atau pemerintah yang tak tampak karena mereka kebanyakan tidak jelas siapa-siapanya, tidak bertanggung jawab kepada siapa pun, tidak dipilih rakyat, tak transparan, dan tidak pernah melapor atau membuka informasi dan hasil kerjanya kepada publik.
Itulah antara lain katanya penyebab gagalnya Barack Obama dalam memenuhi janji-janji kampanyenya untuk melakukan reformasi total terhadap mesin politik yang cenderung korup di Washington DC. Jauh sebelumnya, Presiden Eisenhower telah memberi peringatan keras tentang bahaya kekuatan kelompok-kelompok kepentingan itu, khususnya kelompok industri militer.
Ilustrasi
Tentu saja tidak semua warga Amerika sependapat tentang adanya Deep State. Beberapa ilmuwan dan pemerhati politik mengatakan bahwa Deep State itu khayalan orang-orang yang gemar pada teori konspirasi.
Apakah Deep State juga ada di Indonesia?
Jokowi periode dua
Joko Widodo (Jokowi) pada dasarnya bukanlah orang partai. Tidak seperti para pendahulunya, meski dia resminya anggota PDI Perjuangan (PDI-P), dia tidak menguasai ataupun mengendalikan satupun partai politik. Mayoritas rakyat memilihnya kembali setelah menilai positif dan merasa puas dengan hasil kerjanya pada lima tahun pertama.
Rakyat juga percaya Jokowi adalah figur yang bersih, jujur, dan pekerja keras, meski juga kita tahu bahwa dia telah keliru mengangkat sebagian pembantunya yang tidak tepat. Itu dilakukannya karena dia harus berkompromi dengan partai-partai pendukungnya yang diharapkan akan tetap mengusungnya untuk periode kedua.
Pada periode dua ini, ekspektasi atas kinerja Jokowi meningkat karena kini dia sudah tidak lagi terlalu bergantung kepada partai politik. Rakyat pemilihnya berharap Jokowi akan lebih tegas dan berani mengambil keputusan.
Namun, beberapa peristiwa menjelang pelantikannya untuk jabatan yang kedua ketika itu membuat para pendukungnya was-was apakah Jokowi adalah figur yang cukup kuat dan berani untuk menahan tekanan berbagai kelompok kekuatan.
Dimulai dari keputusannya dalam memilih calon wakil presiden (cawapres) pada detik-detik terakhir pencalonannya kembali, yang dikabarkan karena tekanan dari luar. Belakangan juga ada isu dalam kaitan dengan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK), Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan.
Rakyat juga percaya Jokowi adalah figur yang bersih, jujur, dan pekerja keras, meski juga kita tahu bahwa dia telah keliru mengangkat sebagian pembantunya yang tidak tepat.
Selain itu, pemilihan panitia seleksi calon pimpinan KPK yang menghasilkan sosok calon pimpinan KPK yang banyak disorot oleh masyarakat.
Semua itu membuat kepercayaan publik terhadap keteguhan Jokowi mulai meluncur ke bawah. Ada kesan kuat pertahanan Jokowi telah jebol menghadapi kekuatan politik yang bersatu untuk mengepungnya. Adakah penguasa bayangan yang sesungguhnya lebih berkuasa dari Presiden?
Di negeri kita sering disebut sebagai oligarki politik. Yakni kumpulan partai politik yang ideologinya hanya mencari kekuasaan. Partai-partai politik ini bersatu padu menyamakan langkah untuk kepentingan mereka bersama.
Kasus-kasus kebakaran hutan di berbagai daerah juga tampaknya sebagai akibat dari ulah pimpinan daerah dan birokrat korup yang tidak melaksanakan instruksi Presiden, tetapi berkolusi dengan pengusaha.
Bila hal ini terus dibiarkan, unsur-unsur politisi oligarki dan birokrat itu juga bisa menjadi Deep State atau Negara Bayangan yang berjalan sendiri di luar kendali pemerintah yang resmi.
Politisi oligarki, pimpinan daerah, birokrat, dan pengusaha besar, sering kali punya kepentingan sama yang bertentangan dengan prinsip pemerintahan yang bersih. Ujungnya adalah keuntungan materi. Ketika mereka bersatu, seorang presiden sendirian pun sulit akan melawannya tanpa dukungan rakyat.
Ilustrasi
Salah Jokowi mungkin adalah ia sejak awal tidak segera unjuk gigi dan menyatakan "sayalah yang mendapat mandat dari rakyat", sehingga gerombolan penekan itu bisa makin kuat dan bersatu serta meraja lela. Apakah itu Deep State atau bukan, kekuatan mereka tak boleh dibiarkan berkembang.
Kompromi politik
Kompromi politik memang tidak bisa dihindarkan dalam demokrasi. Namun ada asas yang harus dipenuhi, yakni tetap menaruh kepentingan orang banyak di atas kepentingan kelompok atau perorangan. Harus ada kesepakatan bulat bahwa korupsi, di samping ekstremisme dan narkoba, adalah musuh utama bersama. Kedaulatan teritorial juga bukan bahan untuk kompromi.
Harus diingat bahwa presiden tak dapat dipecat oleh siapapun. Memakzulkan memang mungkin, tetapi dengan syarat yang cukup berat. Untuk seorang presiden yang tak punya partai, sebaiknya Jokowi lebih banyak mendengar rakyat pemilihnya daripada aspirasi partai atau kelompok kekuasaan. Bila Presiden teguh dan tegas, kita yakin ujungnya para benalu akan menyesuaikan diri dan rakyat akan diuntungkan.
Tulisan ini sesungguhnya bukan untuk Jokowi, karena beliau sudah berada di ujung mandat kepresidennya. Tulisan ini dimaksudkan sebagai peringatan (warning) kepada mereka yang berambisi menggantikan Jokowi di pemilihan presiden yang akan diselenggarakan sekitar sembilan bulan mendatang.
Abdillah Toha Pemerhati Politik, Ekonomi, dan Keagamaan