Kamus daring Merriam-Webster bahkan menamai Gaslighting sebagai ‘Kata tahun 2022’, karena muncul sebagai kata paling populer dengan peningkatan pencarian istilah sebesar 1.740 persen.
Oleh
AGUSTINE DWIPUTRI
·4 menit baca
Akhir-akhir ini istilah Gaslighting (terjemahan bebasnya suka nge-gas atau menyulut api) sering muncul di mana-mana, baik di media, musik maupun kehidupan kita sehari-hari. Dari riwayatnya, ungkapan tersebut berasal dari drama tahun 1938 yang ditulis oleh penulis Inggris Patrick Hamilton berjudul “Gas Light”, kemudian menjadi film populer pada tahun 1944 yang dibintangi oleh Ingrid Bergman (sebagai Paula) dan Charles Boyer (selaku Gregory). Dalam film tersebut, Gregory meng - gaslight isterinya yang memujanya, Paula, agar yakin bahwa sang isteri tidak dapat lagi memercayai persepsinya sendiri tentang realitas.
Gaslighting merupakan manipulasi psikologis dari seseorang, biasanya dalam jangka waktu lama yang menyebabkan korban mempertanyakan keabsahan pemikiran mereka sendiri, persepsinya tentang realitas atau ingatan dan biasanya menyebabkan kebingungan, kehilangan kepercayaan diri maupun harga diri, ketidakpastian emosi atau stabilitas mental serta ketergantungan pada si pelaku. (https://www.psychologytoday.com/us/basics/gaslighting)
Perilaku ini secara khusus mengacu pada tindakan merusak realitas orang lain dengan menyangkal fakta, lingkungan di sekitar atau perasaan mereka.
Robin Stern (2022), psikoterapis dan penulis buku mengatakan bahwa gaslighting dapat terjadi dalam relasi antara dua orang, banyak orang maupun institusi. Hal ini terjadi ketika ada ketidakseimbangan kekuatan diantara mereka. Paling sering dialami dalam dinamika kekuasaan, gaslighting terjadi dalam sejumlah hubungan interpersonal, termasuk pasangan, profesional, institusional dan bahkan dalam konteks sosial yang lebih luas. Korban ditargetkan pada inti keberadaan mereka: rasa identitas dan harga dirinya.
Gaslighter (pelaku) melakukannya untuk mendapatkan kekuasaan atas korbannya, baik karena hanya mendapatkan kenikmatan yang menyesatkan dari tindakan tersebut atau karena dia ingin mengendalikan korbannya secara emosional, fisik, atau finansial.
Gambaran perilaku dan dampaknya
Di dalam bukunya berjudul “The Gaslight Effect” (2007), Robin Stern menjelaskan bahwa gaslighting sering terjadi secara bertahap, selama periode waktu tertentu, bukan sebagai satu atau lebih kejadian yang terpisah. Pengalaman sebagai korban terus menerus tidak divalidasi tentang apa yang dirasakan atau bagaimana korban memandang suatu situasi, dapat meyakinkan dia bahwa dirinya hanya mengarang skenario yang tidak ada ketika apa yang korban rasakan atau alami itu sebenarnya nyata.
Banyak orang juga mengalaminya di tempat kerja. Misalnya, seorang bos salah mengingat batas waktu yang dia buat, lalu mengeluh tentang keterlambatan Anda menyelesaikan dokumen yang diperlukan dan menyarankan Anda untuk mengurangi stres dalam hidup sehingga Anda dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu; atau selama rapat kelompok, seorang kolega menyangkal perannya dalam suatu proyek yang kurang menguntungkan untuk memastikan Anda yang disalahkan. Saat Anda menghadapinya, dia menekankan bahwa Anda tidak mendengar secara benar.
Gaslighting membuat korban merasa "gila", menebak-nebak diri sendiri, atau mempertanyakan apakah mereka terlalu sensitif dalam relasi antarpribadi. Dampak dari gaslighting pada akhirnya bisa menghancurkan mental. Hampir semua orang bisa rentan terhadap taktik gaslighting, yang telah diterapkan sepanjang sejarah dan terus digunakan hingga saat ini oleh pelaku kekerasan dalam rumah tangga, diktator, para narsist maupun pemimpin sekte. Gaslighter yang paling efektif seringkali yang paling sulit dideteksi; mereka mungkin lebih dikenali dari tindakan dan kondisi mental korbannya.
Perilaku ini secara khusus mengacu pada tindakan merusak realitas orang lain dengan menyangkal fakta, lingkungan di sekitar atau perasaan mereka.
Gaslighting dapat merusak secara psikologis. Ia menjungkirbalikkan pandangan korban bahwa orang pada umumnya baik dan dapat membuat mereka curiga terhadap semua orang yang dekat dengan mereka. Juga mengikis kepercayaan pada diri mereka sendiri dan membuat mereka melupakan apa yang pernah mereka hargai tentang diri sendiri; bahkan mudah menyalahkan diri sendiri karena terlalu percaya, rentan atau bergantung pada gaslighter. Pengalaman tersebut mungkin membuat korban tidak pernah lagi ingin menjadi bagian dari suatu relasi.
Richard Brouillette (2022), seorang terapis menyampaikan beberapa ciri seorang gaslighter : cenderung mengecilkan kekuatan dan kebutuhannya untuk membuat orang lain senang. Jauh di lubuk hati, khawatir bahwa dirinya cacat dan merasa malu karenanya. Dalam relasi, merasa seperti "pengemis yang tidak bisa menjadi pemilih" dan harus bahagia dengan apa pun yang dimiliki. Dialog batinnya mencakup dua bagian: kritik batin yang kejam dan bagian yang takut dan rentan untuk ditinggalkan.
Gaslighting berbeda dari manipulasi. Manipulasi adalah bagian penting dari gaslighting, tetapi manipulasi adalah taktik yang cukup umum dan hampir semua orang mampu menggunakannya, sementara gaslighting dan gaslighter lebih jarang. Anak-anak mencoba memanipulasi orangtua pada usia dini, para penjual bertujuan untuk memanipulasi konsumen, tetapi gaslighting melibatkan pola perilaku kasar dengan maksud tidak hanya untuk memengaruhi seseorang, tetapi juga untuk mengendalikan mereka. Saat seseorang mencoba meninggalkan pelaku, para gaslighter mungkin menggunakan taktik "melambungkan”. Mereka akan memberi tahu korban betapa mereka mencintainya dan memuji semua kualitas positif korban. Mereka mungkin juga menjelaskan bahwa akan ada perubahan di antara mereka. Tetapi begitu para korban setuju untuk tinggal, keadaan cenderung kembali seperti semula (https://www.psychologytoday.com).
Robin Stern (2022) mengatakan bahwa penerima penting memahami bahwa gaslighting adalah bentuk pelecehan psikologis. Namun bukan berarti jika Anda adalah korban, tidak dapat melepaskan diri atau membiarkan kerusakan psikologis pada pribadi Anda.
Sangat penting untuk mengenali kapan gaslighting muncul dalam hidup Anda dan untuk memahami apa yang harus dilakukan. Beberapa hal yang perlu penerima waspadai, diantaranya apakah Anda terus-menerus menebak dan bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya terlalu sensitif?"; Anda selalu meminta maaf; Anda sering membuat alasan/pemaafan untuk perilaku pelaku; Anda tahu ada sesuatu yang sangat salah, tetapi tidak pernah bisa mengungkapkannya, bahkan kepada diri Anda sendiri dan kesulitan membuat keputusan sederhana.
Jadi mendapatkan pengetahuan adalah langkah pertama. Anda dapat mempelajari cara mengidentifikasi apakah Anda terkena gaslighting dan bagaimana prosesnya cenderung terjadi secara bertahap. Setelah memahami dinamika yang terlalu berbahaya ini, Anda dapat mulai membuat perubahan atau keluar dari relasi yang penuh kekerasan.
Pada akhirnya, penangkal gaslighting adalah keinginan yang mendalam untuk mempertahankan integritas Anda sendiri, mengandalkan dukungan sosial serta meningkatkan kesadaran emosional dan pengaturan diri, baik dalam pengetahuan maupun praktik.
Agustine Dwiputri Sukarlan
Dosen PTT (pensiunan) di Fakultas Psikologi UI. Berpraktik sebagai Psikolog Klinis di beberapa klinik.