Perang melawan korupsi tidak pernah mengendur di Vietnam. Gerakan ini, tak peduli siapa yang tersasar, jadi bagian upaya mereka membangun kekuatan ekonomi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Berita mengejutkan itu datang dari Hanoi, Vietnam, Selasa (17/1/2023) siang. Belum ada sebulan selepas berkunjung ke Indonesia, Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc diberitakan mengundurkan diri dari jabatannya. Ia baru menjabat kurang dari dua tahun—masa jabatannya itu seharusnya lima tahun—setelah menjabat perdana menteri (PM) pada 2016-2021.
Phuc (68) juga cemerlang menjalankan tugas sebagai PM. Saat pandemi Covid-19 melanda dunia, ia sukses mengendalikan pandemi pada tahun pertama di negaranya. Di tengah hantaman pandemi, meski dilalui dengan penguncian wilayah secara ketat, Vietnam tetap mencatat pertumbuhan ekonomi positif: 2,9 persen tahun 2020 dan 2,58 persen (2021). Tahun lalu, ekonomi negara itu tampak pulih dengan pertumbuhan 8,02 persen, pertumbuhan tahunan tercepat sejak 1997.
Dengan capaian positif itu, bukan berarti Phuc kebal dari langkah pemberantasan korupsi di Vietnam. Saat mengajukan pengunduran diri, ia belum dinyatakan bersalah atau menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Seperti diberitakan media Vietnam, Phuc mundur karena ”sadar” akan tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang membawahkan banyak pejabat, termasuk dua wakil PM dan sekaligus tiga menteri, yang melakukan pelanggaran dan kesalahan.
Sebelum Phuc mundur, dua wakilnya, Pham Binh Minh dan Vu Duc Dam, lebih dahulu dipecat. Minh adalah menteri luar negeri, sedangkan Dam bertanggung jawab atas penanganan pandemi Covid-19. Pengungkapan korupsi kali ini terkait distribusi alat tes Covid-19 dan repatriasi warga Vietnam dari beberapa negara saat pandemi. Sedikitnya 100 pejabat pemerintah dan pengusaha ditangkap, termasuk 37 orang—sebagian besar adalah diplomat senior dan polisi—terkait repatriasi.
Masa pandemi tidak menyurutkan langkah Vietnam dalam memberantas korupsi. Langkah penanganan pandemi, jika ditemukan indikasi penyelewengan, juga bukan alasan pemberantasan korupsi dihentikan atau dilonggarkan. Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong, pejabat paling berpengaruh, kerap merujuk kredo pemimpin revolusi mendiang Ho Chi Minh dalam pemberantasan korupsi.
Dalam struktur politik dan pemerintah di Vietnam, tak ada pemimpin tertinggi. Meskipun lebih bersifat seremonial, jabatan presiden menjadi bagian dari empat pilar penopang pemerintahan: Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, Presiden, Perdana Menteri, dan Ketua Parlemen.
Selain itu, ada semacam kesadaran kolektif di tubuh kepemimpinan di negara itu mengenai bahaya korupsi. Selain menggerus kepercayaan rakyat terhadap partai dan negara, korupsi merusak pembangunan ekonomi. Meski kerap dikaitkan juga dengan persaingan internal politik, tak ada toleransi, tiada zona maaf, serta tidak pula pengecualian dalam pemberantasan korupsi di Vietnam. Di balik keajaiban ekonomi negara itu, ada faktor ketegasan pemberantasan korupsi.