Presiden Vietnam Mundur di Tengah Operasi Pembersihan dari Korupsi
Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc mendadak mundur dari jabatannya, Selasa (17/1/2023). Pengunduran dirinya terkait dengan gerakan antikorupsi yang dilancarkan Sekjen Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong.
Oleh
MAHDI MUHAMMAD
·4 menit baca
HANOI, SELASA — Presiden Vietnam Nguyen Xuan Phuc secara tiba-tiba, Selasa (17/1/2022), mundur dari jabatannya yang telah dipegang sejak April 2021. Pengunduran dirinya terjadi di tengah turbulensi politik, terutama setelah beberapa pejabat pemerintah dipecat dalam ”operasi pembersihan” korupsi yang dilancarkan Partai Komunis beberapa waktu terakhir.
Pengunduran diri Phuc, menurut media pemerintah, didahului oleh beredarnya desas-desus selama beberapa hari terakhir bahwa dia akan dipecat dari jabatannya sebagai bagian dari gerakan antikorupsi di Vietnam. Kantor berita Vietnam, VNA, mengabarkan, keputusan mundur disampaikan Phuc pada pertemuan khusus Komite Sentral Partai Komunis.
”(Phuc) mengambil tanggung jawab politik sebagai pemimpin ketika beberapa pejabat, termasuk dua wakil perdana menteri dan tiga menteri, melakukan pelanggaran, menyebabkan konsekuensi sangat serius,” tulis VNA, mengutip pernyataan komite sentral partai.
Partai Komunis Vietnam memutuskan Phuc bertanggung jawab atas kesalahan para menteri senior di bawahnya selama Phuc menjabat perdana menteri tahun 2016-2021 atau sebelum dia menjadi presiden. Dari bahasa yang digunakan untuk mengumumkan pengunduran diri mengindikasikan secara kuat bahwa Phuc dipaksa mengundurkan diri.
Phuc tak hanya mundur dari jabatan presiden. Ia juga mundur dari keanggotaan Politbiro dan Komite Eksekutif Komite Sentral Partai Komunis serta Ketua Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Vietnam.
Pada awal tahun ini, dua wakil perdana menteri dipecat dari jabatannya, puluhan pejabat pemerintah ditangkap. Dua wakil PM yang dipecat adalah Pham Binh Minh dan Vu Duc Dam. Minh adalah menteri luar negeri, sedangkan Dam bertanggung jawab atas penanganan pandemi Covid-19.
Pencopotan dua wakil PM itu berlanjut dengan penangkapan sekitar 100 pejabat pemerintah dan pengusaha, termasuk asisten Wakil PM Dam terkait skandal pendistribusian alat uji Covid-19. Sebanyak 37 orang—sebagian besar dari mereka adalah diplomat senior dan polisi—juga ditangkap dalam penyelidikan atas kasus pemulangan warga Vietnam dari berbagai negara selama pandemi.
Peristiwa tak biasa
Di sebuah negara komunis, seperti Vietnam, pengunduran diri seorang presiden secara mendadak adalah peristiwa yang tidak biasa. Transisi politik, seperti yang sekarang ini terjadi, biasanya diatur dengan hati-hati dan rapi. Biasanya calon pengganti juga sudah disiapkan jauh-jauh hari.
Phuc (68) memulai kariernya di pemerintah ketika bertugas di pemerintahan provinsi tahun 1979. Pada tahun 2006 ia bergabung dengan pemerintah pusat di Hanoi. Ia menjadi anggota Politbiro, badan tertinggi partai, pada 2011. Karier politiknya sampai ke puncak saat dia menjabat perdana menteri 2016-2021 dan berlanjut menjabat presiden sejak April 2021.
Di sebuah negara komunis, seperti Vietnam, pengunduran diri seorang presiden secara mendadak adalah peristiwa yang tidak biasa.
Saat menjadi PM, Phuc mendapat apresiasi atas kesuksesannya mengendalikan pandemi Covid-19 di Vietnam. Melalui langkah-langkah tegas, termasuk penguncian wilayah (lockdown) secara nasional, Vietnam berhasil menahan penularan virus Covid-19 pada tahun pertama pandemi.
Keberhasilan tersebut segera diikuti dengan pembukaan kembali bisnis dan manufaktur. Pada 2020 Vietnam tercatat di antara beberapa negara yang mencatat pertumbuhan ekonomi positif. Selama Phuc menjabat PM tahun 2016-2021, Vietnam mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 6 persen.
Vietnam juga menjalin sejumlah kesepakatan dagang, termasuk dengan Uni Eropa, dan negara-negara utama di kawasan Pasifik.
Menjelang akhir Desember 2022, Phuc sempat berkunjung ke Indonesia. Bersama Presiden Joko Widodo, ia mengumumkan kesepakatan penentuan batas zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia dan Vietnam.
Isu persaingan politik
Dalam sejarah politik Vietnam, hanya sekali presiden mundur dari jabatannya, yaitu pada tahun 1975. Itu pun lebih karena alasan kesehatan.
Saat itu, Presiden Nguyen Van Thieu mundur dari jabatannya setelah kepercayaan terhadap dirinya semakin menurun. ”Hal seperti saat ini tidak pernah terjadi sebelumnya,” kata Nguyen Khac Giang, peneliti di Pusat Studi Ekonomi dan Strategis Vietnam (VESS).
Le Hong Hiep, peneliti pada Institut ISEAS-Yusof Ishak Singapura, pengunduran diri Phuc bisa juga terkait dengan persaingan politik di internal partai. ”Ini memang terkait dengan investigasi korupsi. Tetapi, kita tidak bisa mengesampingkan kemungkinan bahwa pesaing politiknya juga ingin mencopotnya dari posisinya (sebagai presiden) karena alasan politik,” katanya.
Hiep tidak menyebut siapa pesaing politik yang dimaksud. Akan tetapi, semua mata kini tertuju kepada Nguyen Phu Trong, Sekretaris Jenderal Partai Komunis. Sebagai orang terkuat di partai, Trong juga dikenal sebagai arsitek gerakan antikorupsi.
Trong saat ini menjalani masa jabatan ketiga sebagai Sekjen Partai Komunis Vietnam hingga tahun 2026. Ia telah menarget dua mantan menteri dan mantan wali kota Hanoi sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Menurut Hiep, pencopotan para pejabat itu akan membuka jalan bagi kandidat lain untuk menduduki jabatan yang ditinggalkan oleh Phuc. Di antara kandidat yang disebut dapat menggantikan Phuc adalah To Lam, menteri keamanan publik saat ini.
Hiep menambahkan, meski ada turbulensi politik seperti sekarang ini, situasinya tidak akan berdampak signifikan terhadap arah dan kebijakan negara. ”Di Vietnam, kebijakan dibuat secara kolektif oleh Politbiro. Jadi, menurut saya, pengunduran dirinya (Phuc) tidak akan menyebabkan perubahan kebijakan besar atau masalah apa pun dengan sistem politik,” kata Hiep. (AP/AFP/REUTERS)