Polemik lelang Pulau Widi di situs Sotheby’s oleh PT Leadership Islands Indonesia menjadi momentum penataan sistem dan mekanisme investasi pulau kecil secara menyeluruh, termasuk investor.
Oleh
YONVITNER
·5 menit baca
Polemik atas sikap dimasukkannya Kepulauan Widi, yang dikenal dengan sebutan Pulau Widi, dalam Sotheby’s Auctions (lelang) merupakan bentuk upaya penguatan modal untuk investasi yang kurang elok. Baik itu untuk alasan mencari investor yang akan bekerja sama dengan PT Leadership Islands Indonesia, yang digandeng Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan untuk mengelola Pulau Widi, maupun untuk mencari investor bagi pihak lain.
Kenapa bisa disebut sebagai suatu sikap yang kurang elok? Jika berpedoman pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54 Tahun 2020 tentang Izin Lokasi, Izin Pengelolaan, dan Izin Lokasi di Laut, pada Pasal 50 Ayat (1) tentang pemenuhan komitmen izin pengelolaan, pada bagian e, disebutkan bahwa komitmen untuk kelayakan usaha dari pihak investor pulau kecil setidaknya mencakup kelayakan secara finansial, operasional, dan sumber daya manusia (SDM).
Artinya, setiap perusahaan yang mau berinvestasi dalam pengembangan dan pengelolaan pulau kecil adalah investor yang memiliki kemampuan dan kemandirian finansial. Kemandirian finansial dapat diartikan bahwa investor sanggup mengembangkan dengan kemampuan finansial yang dimiliki. Jika kemudian investor mengaitkan dengan pihak lembaga pinjaman atau pihak lain, itu menjadi hak institusi investor dan tidak kemudian menjadikan izin sebagai garansi dalam penguatan modalnya.
Dalam konteks Pulau Widi, seharusnya juga tidak menjadikan pulau kecil kita sebagai sebuah aset yang ditawarkan kembali kepada publik. Dasar inilah yang menjadi pandangan penulis bahwa tidak patut sebuah lembaga investor melakukan lelang atas izin yang dikerjasamakan dalam pengembangan pulau kecil.
Celah kelemahan
Pengelolaan pulau kecil untuk investasi saat ini terkotak dalam institusi yang beragam. Kewenangan soal izin investasi di wilayah perairan dimandatkan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2021 ditetapkan. Kewenangan lahan di daratan yang tergolong kawasan konservasi menjadi tugas dan fungsi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Penggunaan atas tanah menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, sedangkan pengawasan menjadi tanggungan Bakamla dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan. Satu lagi yang belum terlihat adalah pengawasan pencapaian pengembangan sesuai rencana investasi.
Multistage lembaga, selain menjadi potensi kesulitan investasi, juga menjadi peluang terjadinya kebocoran, baik itu kebocoran pokok-pokok yang dikerjasamakan maupun kebocoran sistem pengelolaan yang potentialloss secara ekonomi. Investasi pulau kecil tidak sekadar soal pulau terbangun, tetapi yang utama adalah daerah mendapatkan manfaat tenaga kerja, gerakan ekonomi yang positif, dan masyarakat menjadi bagian yang turut berkembang.
Pengembangan pulau secara eksklusif dapat menyulitkan pengawasan, akses masyarakat, akses pemerintah daerah dan bahkan pusat.
Pengembangan pulau secara eksklusif dapat menyulitkan pengawasan, akses masyarakat, akses pemerintah daerah dan bahkan pusat. Bukti dari pernyataan ini banyak kita lihat, setelah ada investor, masyarakat dilarang mendekat dan mengakses pulau tersebut, termasuk pelarangan terhadap aparat pemerintah.
Soal penilaian persetujuan dalam online single submission (OSS) juga harus terklarifikasi secara lengkap. Kesan pengambilalihan persetujuan oleh sistem OSS terhadap upaya klarifikasi juga cukup kuat. Jika dalam waktu ditetapkan tidak diberikan persetujuan oleh daerah dan kementerian, OSS dapat memberikan izin atas ajuan usaha.
Padahal, dalam konteks ini diperlukan klarifikasi tentang investor yang berminat mulai dari orang yang menjadi unsur pengusul, tipikal badan usaha apakah benar investor yang memiliki kemampuan finansial atau hanya agen perantara, serta klarifikasi aspek hukum lainya. Sistem OSS seharusnya disetujui oleh pihak yang berkepentingan dalam izin investasi.
Solusi
Agar investasi pulau kecil dapat berjalan secara utuh sesuai potensi pengembangan pulau kecil, setidaknya ada beberapa langkah penguatan yang diperlukan.
Pertama, diperlukan adanya lembaga investasi yang merepresentasikan semua lembaga yang berkepentingan. Lembaga investasi pulau kecil diperlukan sebagai antisipasi mekanisme yang dianggap sulit dan berbelit, memudahkan verifikasi dari semua komponen persyaratan investasi. Lembaga investasinya sebaiknya terdiri dari multi-stakeholder yang benar-benar paham potensi sumber daya pesisir dan lautan, memahami hukum dan substansi yang ada di setiap kementerian. Lembaga investasi ini juga sebagai payung koordinasi para pihak dalam memutuskan investor.
Penguatan pengawasan juga dilakukan oleh satu pihak secara sistemik. Kehadiran PP No 13/2022 tentang Penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, dan Penegakan Hukum di Wilayah Perairan Indonesia semestinya bisa dioptimalkan. Pengawasan terhadap jenis pengembangan yang dilakukan di darat dan laut, jalannya usaha investasi, serta penggunaan dan perubahan ruang bisa langsung terkoordonasi. Tidak boleh lagi terjadi pengawas kelautan tidak boleh masuk ke area darat karena dianggap ada dalam kewenangan yang berbeda. Begitu juga selanjutnya, pengawas juga mengawasi usaha investasi dalam antisipasi perubahan kepemilikan investor.
Pengawasan yang ketat dan terintegrasi diperlukan untuk antisipasi terjadinya pelarian dan perpindahan aset negara.
Pengawasan yang ketat dan terintegrasi diperlukan untuk antisipasi terjadinya pelarian dan perpindahan aset negara. Banyak kasus terjadi pelarian aset negara karena pengawasan terpencar-pencar. Ketika investor berubah kepemilikan, baik karena pewarisan yang berbeda atau karena perubahan pemilikan saham, hal itu juga menyebabkan perubahan gaya pengelolaan dan target pembangunan.
Karena merasa mendapatkan saham baru melalui bursa, sering kali investor baru tidak paham, bahkan tidak mau peduli, dengan perjanjian awal yang dibuat dengan negara. Kemudian banyak rambu-rambu yang tidak dipatuhi, dan makin lama pembiaran sehingga terjadi pembiasan aset.
Ketika dalam sistem pemerintahan kita juga terjadi pergantian personel pengelola, biasanya intensitas pengawasan dan sistem pengawasan juga berubah. Inilah yang disebut pembiasan yang potensial menyebabkan aset negara tumbuh dan berkembang, seperti di luar kontrol negara atau berubah menjadi aset swasta.
Dengan satu kelembagaan investasi bidang perikanan dan kelautan, diharapkan akan lebih efektif dan efisien pengelolaaan sumber daya kelautan. Begitu juga sustainability investasi yang lebih inklusif untuk masyarakat dan pemerintah dapat diwujudkan.
Polemik lelang Pulau Widi di situs Sotheby’s oleh PT Leadership Islands Indonesia menjadi momentum penataan sistem dan mekanisme investasi secara menyeluruh, termasuk investor. Jadi, tidak sembarang investor yang disetujui berinvestasi, tetapi yang disetujui adalah investor yang benar-benar layak, mampu, dan mandiri serta berintegritas pada sistem hukum Indonesia.
Yonvitner, Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB University