Mekanisme Investasi Pulau Kecil Perlu Dibenahi
Pemerintah diminta membenahi mekanisme investasi dan pengawasan pulau-pulau kecil. Privatisasi pulau-pulau kecil dinilai kerap menciptakan eksklusivitas dan membatasi ruang gerak komunitas, sedangkan pengawasannya minim.
JAKARTA, KOMPAS -- Pemerintah dinilai perlu menata ulang mekanisme investasi hingga pengawasan terhadap pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar. Lelang pemanfaatan pulau berpotensi menimbulkan bias terhadap aset negara.
Kasus pelelangan Kepulauan Widi di Halmahera Selatan, Maluku Utara, oleh pengelolanya, PT Leadership Islands Indonesia (LII), dinilai menunjukkan masih lemahnya pengawasan dan evaluasi pemerintah terhadap investor dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil dan terluar.
Kepulauan Widi terletak dalam kawasan konservasi perairan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 102/KEPMEN-KP/2020 tentang Kawasan Konservasi di Perairan Pulau Widi.
Sebelumnya, media CNN melaporkan sekitar 100 pulau di Kepulauan Widi masuk daftar lelang di situs Sothebey's Concierge Auctions yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Di situs lelang tersebut, pulau-pulau kecil yang masuk Kepulauan Widi disebut Widi Reserve tersebar di kawasan seluas 10.000 hektar.
Perwakilan Sekretariat Coral, Mida Saragih, dalam Seminar "Bagaimana Masa Depan Pulau-pulau Kecil dan Masyarakat Pesisir Pasca UU Cipta Kerja" yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kamis (8/12/2022) mengemukakan, pelelangan terbuka Kepulauan Widi lewat situs asing menyentak publik. Apalagi, situs asing itu memberikan peluang ke penawar tertinggi dengan deposit 100.000 dollar AS.
Lelang Kepulauan Widi dinilai janggal mengingat PT LII telah menandatangani nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2015 tentang Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Pariwisata Kepulauan Widi dalam jangka waktu 35 tahun.
Kepulauan Widi berada dalam status wilayah konservasi seluas 315.117,92 hektar (ha), dengan zona inti 8.700 ha dan zona pemanfaatan terbatas 306.000 ha. Berdasarkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, pemanfaatan pulau kecil dan sekitarnya harus mendapatkan izin menteri serta rekomendasi dari bupati atau wali kota. “Landasan hukum pelibatan PMA dalam pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar masih belum jelas,” kata Mida.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Kompas, dalam laporan kegiatan penanaman modal PT LII pada tahun 2020, disebutkan, perusahaan menargetkan dapat membuka secara komersial properti pertama di akhir 2021 atau awal 2022. Namun, terdapat sejumlah kendala seperti pembatasan selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan pihak-pihak yang terkait proyek tidak dapat masuk Indonesia karena status dan regulasi penerbangan serta area konstruksi dinilai dalam keadaan tidak aman, antara lain karena gangguan komunitas nelayan ilegal yang menduduki area tersebut.
Sikap tegas
Kepala Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB University, Yonvitner, menilai, pemerintah seharusnya bersikap tegas terhadap investor yang mengantongi izin, namun tidak memiliki kemampuan dalam mengelola pulau-pulau kecil agar mengembalikan aset pulau itu ke negara. Dengan demikian, tidak terjadi lelang saham kepada investor lain. Di sisi lain, privatisasi pulau dan hak eksklusif kerap memicu persoalan dengan komunitas lokal dan nelayan.
Yonvitner menambahkan, mekanisme lelang sangat rawan membiaskan aset negera. Lelang yang dilakukan PT LII untuk memperoleh dukungan investor akan menimbulkan intervensi modal dari pihak lain. Muncul kesan, mekanisme perolehan pulau menjadi sistem transaksi jual beli. Jika selanjutnya terjadi lagi pelepasan saham dari investor kepada pihak ketiga dan seterusnya, maka muncul persoalan dalam pembagian konsesi. Sedangkan, mekanisme pengawasan dan kontrol oleh negara masih minim.
“Dikhawatirkan investor pemenang lelang tidak akan merasa terikat dengan negara dan akan lebih terikat dengan investor yang menjual saham. Konsep eksklusif yang melekat pada pemenang lelang juga dapat memicu pengelolaan, pemanfaatan, dan penguasaan pulau oleh investor keluar dari koridor aturan,” katanya.
Baca Juga: Pemodal Asing Minati Pulau-pulau Kecil
Hasil kajian PKSPL di Kepulauan Seribu, Jakarta, terdapat banyak pulau-pulau yang diprivatisasi dengan hak pemanfaatan eksklusif tertutup untuk dimasuki pemerintah. Akibatnya, sulit mengawasi kegiatan hingga transaksi yang terjadi di pulau tersebut. Mekanisme pengawasan terhadap pemanfaatan pulau-pulau kecil harus dibenahi melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
“Diperlukan pedoman yang jelas untuk pengelolaan hingga pengawasan agar tidak potensial membiaskan aset negara. Jangan sampai, pemanfaatan pulau secara eksklusif membuat pemerintah sulit mengawasi,” katanya.
Ia menyoroti tanggapan kementerian/lembaga yang berbeda-beda dan terkesan tidak solid dalam kasus pelelangan Kepulauan Widi. Persepsi yang berbeda antarkementerian dan lembaga dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil dinilai membingungkan publik. Kementerian Dalam Negeri menyebut lelang dibolehkan untuk pengelolaan pulau dan menarik investasi, sedangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan rencana lelang Kepulauan Widi sudah dibatalkan.
Sementara itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan menegaskan hingga saat ini PT LII belum melengkapi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang merupakan persyaratan wajib saat akan melakukan kegiatan menetap di ruang laut, di kawasan pesisir maupun pulau-pulau kecil.
“Pemerintah masih belum sama pemahamannya. Seperti itukah mekanisme yang terbangun dalam pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar?,” kata Yonvitner.
Staf Pengajar Antropologi Maritim Universitas Diponegoro, Dedi S Adhuri mengemukakan, konsep pemanfaatan pulau kecil pada wilayah konservasi dengan mengawinkan konservasi dengan pariwisata tidak serta merta menjadi instrumen yang akan mensejahterakan komunitas lokal dan negara. Sebaliknya, hak pengelolaan pulau menciptakan privatisasi yang meminggirkan komunitas dan nelayan lokal.
Baca juga: Penjualan Pulau-pulau Kecil dan Nelayan yang Terpinggirkan
Tidak Transparan
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Jakarta, Suhana, mengemukakan, penanaman modal asing (PMA) dalam kurun 30 tahun terakhir makin menyebar ke hampir seluruh provinsi di Indonesia dan mencakup hampir seluruh sektor. Dicontohkan, pada tahun 2010, penanaman modal asing di Maluku hanya sekitar 9,66 persen, sedangkan pada 2022 sudah mencapai 58,57 persen.
Meski demikian, pemerintah tidak pernah membuka data resmi terkait investasi asing di pulau-pulau kecil dan terluar. Kasus lelang Kepulauan Widi justru didapat publik dari situs lelang, sedangkan kementerian/lembaga terlihat berbeda pendapat soal investasi di kepulauan Widi.
Kasus lelang Kepulauan Widi justru didapat publik dari situs lelang, sedangkan kementerian/lembaga terlihat berbeda pendapat soal investasi di kepulauan Widi.
Secara terpisah, Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Muryadi, mengemukakan, KKP telah meminta PT LII sebagai pemegang izin pengelolaan Kepulauan Widi untuk mengurus PKKPRL.
Sesuai Undang-Undang Cipta Kerja, setiap pelaku usaha yang melakukan pemanfaatan pulau-pulau kecil di luar kawasan hutan atau areal lainnya dan pemanfaatan perairan sekitarnya dalam rangka PMA wajib mengajukan izin kepada Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP), serta mendapatkan PKKPRL dari MKP. “Jika tidak mendapatkan izin tersebut, tetapi terus melakukan aktivitas maka sikap MKP tegas, yakni (aktivitas) akan kami hentikan,” katanya.
Ia menambahkan, sebanyak 83 pulau-pulau kecil di Kepulauan Widi hampir seluruhnya merupakan kawasan hutan lindung dan perairannya masuk kawasan konservasi. Badan hukum asing yang didirikan menurut hukum di Indonesia dan berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB). Pemanfaatan pulau pun dilaksanakan secara ketat sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tidak bisa diperjualbelikan.
“Regulasi kita tidak mengenal dan tidak melegalkan jual-beli pulau, termasuk pulau-pulau kecil yang merupakan hak publik dan aset negara,” kata Wahyu.