”Menjual” Pulau
Pulau-pulau Widi di Kabupaten Halmahera Selatan menjadi sorotan. Seratusan pulau diiklankan di media internasional. Situs resmi privateislands menggunakan istilah "for sale". Banyak pihak bereaksi terhadap isu ini ?
Belakangan ini merebak kabar, sekitar seratus pulau di Indonesia akan dilelang atau bahkan dijual. Informasi ini juga beredar luas di media mancanegara.
Media di Indonesia memberitakan dengan gencar, membuat penghuni jagat maya histeris dan terjadilah silang sengkarut berbagai pendapat. Beredar pendapat dan tuduhan soal menjual pulau, dan bahkan menggadaikan kedaulatan.
Adalah pulau-pulau Widi yang sedang menjadi sorotan. Seratusan pulau yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan itu sedang diiklankan di media internasional. Situs resmi privateislands menggunakan istilah for sale. Apa yang sebenarnya terjadi?
Keindahan dan potensi pulau-pulau Widi yang luar biasa membuat Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan berusaha mengelolanya melalui kerja sama dengan pihak swasta. Adalah PT Leadership Islands Indonesia (LII) yang dapat kepercayaan itu.
Untuk melaksanakan tugas ini, PT LII mengundang investor dari beberapa negara. Iklan inilah yang lalu beredar di berbagai situs lelang mancanegara, seperti Private Islands (https://www.privateislands- online.com/asia/indonesia/ the-widi-reserve) dan Sotheby’s (https://www.casothebys.com/ auctions/widi-reserve-bali).
Baca juga : TNI AD Kibarkan Merah Putih Usai Ramai Isu Lelang Kepulauan Widi
Tegas disampaikan, Kabupaten Halmahera atau PT LII tidak menjual pulau-pulau Widi. Pulau memang tidak boleh dijual dan orang asing tidak boleh punya hak milik atas tanah di Indonesia, apalagi pulau.
Meski demikian, orang asing bisa mempunyai hak pakai di Indonesia. Ini ditegaskan dalam Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) No 5 Tahun 1960. Karena itu, orang asing boleh berinvestasi dengan mendapat hak pakai/pengelolaan. Inilah maksud iklan itu.
Isu kedaulatan
Mengapa banyak pihak di Indonesia bereaksi keras terhadap isu ini? Pertama, kedaulatan adalah perkara sensitif. Kepemilikan atau kedaulatan atas pulau adalah salah satu isu paling serius terkait kedaulatan.
Kedua, penggunaan istilah for sale atau ”dijual” oleh media bisa dimaknai Indonesia sedang menjual pulaunya. Ketiga, kerap kali ada kutipan pernyataan pejabat publik yang kurang tepat, entah karena media yang salah kutip atau memang terjadi kekurangcermatan pejabat dalam berkomentar.
Keempat, banyak yang tak mempelajari secara komprehensif suatu isu sebelum memberikan respons. Kelima, dan ini cukup umum terjadi, ada media yang menyajikan berita dengan judul provokatif atau click-bait yang tidak mencerminkan isi.
Kini sudah jelas, Indonesia tidak sedang menjual pulau.
Mari kita telaah persoalan lain. Apakah pengelolaan pulau ini memang hanya bisa dilakukan dengan melibatkan pihak asing? Perlu dipahami, iklan yang beredar adalah dalam rangka mencari investor dan itu tidak terbatas pada orang asing. Kesempatan bagi orang Indonesia juga tentu terbuka.
Yang pasti, pengembangan suatu kawasan seperti Pulau Widi pasti perlu dana besar dan mengundang investor adalah salah satu cara yang sehat.
Sesuai aturan
Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah Indonesia mengelola pulau secara mandiri tanpa melibatkan pihak asing? Indonesia memiliki cukup ahli di bidang pengelolaan pulau untuk berbagai kepentingan, termasuk pariwisata.
Di sisi lain, pelibatan berbagai pihak tidak selalu karena alasan ketidakmampuan. Kolaborasi dengan lebih banyak pihak akan memberi kesempatan bagi terwujudnya karya yang lebih baik dan mengakomodasi lebih banyak kepentingan. Alasan ideal berkolaborasi memang bukan hanya soal biaya.
Apa yang perlu dipastikan dan dijamin dengan adanya pengelolaan pulau secara kolaboratif ini? Pertama, semua harus berjalan sesuai dengan aturan dan tidak ada pengalihan hak milik atas pulau kepada pihak yang tidak berhak.
Pertama, semua harus berjalan sesuai dengan aturan dan tidak ada pengalihan hak milik atas pulau kepada pihak yang tidak berhak.
Terkait kepemilikan hak atas tanah oleh orang asing, yang harus diperhatikan adalah UU PA No 5/1960, UU No 20/2011 tentang Rumah Susun, dan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Aturan lain, PP No 103/2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia; PP No 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Peraturan menteri (permen) terkait ini adalah Permen Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional No 29/2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia.
Selain itu, Permen Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia No 23/2016 tentang Orang Asing atau Ahli Waris yang Merupakan Orang Asing sebagai Pemilik Rumah Tinggal atau Hunian yang Tidak Lagi Berkedudukan di Indonesia.
Kedua, keamanan dan keselamatan, terutama dari bencana, wajib diutamakan. Terkait potensi bencana, pelibatan ahli kebencanaan dan pemetaan laut perlu diakukan. Ketiga, pengelolaan Pulau Widi harus selalu memperhatikan kelestarian dan daya dukung lingkungan.
Keempat, keberpihakan kepada masyarakat lokal harus diperhatikan. Pengembangan Pulau Widi ini tentu akan melahirkan tempat dan kebiasaan baru. Hal ini bisa menciptakan kesenjangan dengan penduduk lokal jika tidak diperhatikan.
Semua pihak harus mengusahakan agar tidak ada pembatasan akses secara berlebihan bagi masyarakat lokal.
Semua pihak harus mengusahakan agar tidak ada pembatasan akses secara berlebihan bagi masyarakat lokal. Hal ini menjadi perhatian banyak orang karena ada pengalaman terkait ini. Kelima, semua ini harus bermuara pada peningkatan kesejahteraan.
Kembali ke pertanyaan pada judul tulisan ini, patutkah kita menjual pulau dan menggadaikan kedaulatan? Tentu saja tidak. Meski demikian, kita juga terbuka dengan adanya investasi dan kerja sama dengan pihak yang relevan sepanjang tidak melawan hukum dan demi kesejahteraan masyarakat.
I Made Andi Arsana Dosen Teknik Geodesi FT Universitas Gadjah Mada; Peneliti Aspek Geospasial Hukum Laut, Terutama Delimitasi Batas Maritim Intern