Telepon Erdogan cukup ”sakti” dalam mengatasi persoalan pangan dan pupuk terkini. Sementara itu, Presidensi G20 melahirkan Deklarasi Bali yang memuat sejumlah langkah krusial di sektor perdagangan pangan dan pupuk.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
Dunia boleh sedikit merasa lega. ”Hunger games” Rusia berhasil kembali dihentikan sementara. Melalui telepon, Prakarsa Butir Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative diperpanjang selama 120 hari ke depan terhitung sejak 19 November 2022.
Pada 17 November 2022, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menelepon Presiden Rusia Vladimir Putin. Salah satu hasil dari percakapan jarak jauh itu ialah Rusia sepakat memperpanjang prakarsa ekspor biji-bijian dan bahan pangan, serta transportasi aman dari Pelabuhan Ukraina.
Rusia dan Ukraina menandatangani Black Sea Grain Initiative pada 22 Juli 2022 atas peran Turki dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejak ditandatangani pada 22 Juli 2022 dan berakhir pada 18 November 2022, prakarsa koridor laut hitam itu telah berhasil menjadi pijakan pengiriman sekitar 11,2 juta ton bahan pangan, termasuk gandum, dari tiga pelabuhan di Ukraina.
Program Pangan Dunia (WFP) PBB juga mengabarkan sebanyak 300.000 ton pupuk Rusia mulai bergulir ke sejumlah negara. Pupuk itu merupakan sumbangan dari perusahaan Rusia, Uralchem-Uralkali. Kedua upaya positif itu akan menurunkan harga pangan dan pupuk, serta menghindarkan krisis pangan global.
”Pembaruan Black Sea Grain Initiative merupakan kabar baik bagi ketahanan pangan global dan bagi negara berkembang. Hal itu menjadi ’suar harapan’ dan bukti capaian kepemimpinan dan multilateralisme, bahkan di tengah perang...,” cuit Sekretaris Jenderal Lembaga Konferensi PBB Bidang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) Rebeca Grynspan.
Pembaruan Black Sea Grain Initiative merupakan kabar baik bagi ketahanan pangan global dan bagi negara berkembang. Hal itu menjadi ”suar harapan ” dan bukti capaian kepemimpinan dan multilateralisme, bahkan di tengah perang....
Pembaruan Black Sea Grain Initiative itu terjadi sehari setelah berakhirnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, Indonesia, pada 16 November 2022.
Namun, sebenarnya Presiden RI Joko Widodo sudah mendapat ”bocoran” terkait hal itu saat berkomunikasi dengan Putin pada 2 November 2022. Kantor berita Rusia, TASS, melaporkan, dalam pembicaraan itu, Putin menyampaikan kesiapan Rusia memasok gandum dalam jumlah signifikan ke negara-negara miskin tanpa ongkos sebagai bantuan kemanusiaan.
Putin memaparkan sejumlah pendekatan fundamental Rusia untuk mengimplementasikan kesepakatan paket Istanbul. Hal itu berkenaan dengan ekspor gandum Ukraina dari pelabuhan-pelabuhan Laut Hitam dan melepas ekspor produk pertanian dan pupuk Rusia ke pasar global (Kompas, 2/11/2022).
Telepon Erdogan terkesan cukup ”sakti” dalam mengatasi persoalan pangan dan pupuk terkini. Pada saat hampir bersamaan, Presidensi G20 Indonesia juga mampu melahirkan Deklarasi Bali. Deklarasi itu memuat sejumlah langkah krusial di sektor perdagangan pangan dan pupuk hari ini hingga ke depan.
Presidensi G20 Indonesia juga mampu melahirkan Deklarasi Bali. Deklarasi itu memuat sejumlah langkah krusial di sektor perdagangan pangan dan pupuk hari ini hingga ke depan.
Deklarasi itu tak hanya memuat pernyataan sikap dan dukungan terhadap sejumlah inisiatif penyelesaian konflik Rusia-Ukraina dan dampaknya. Deklarasi itu juga memuat komitmen dan aksi nyata mengatasi persoalan pangan global. Salah satu poinnya adalah meningkatkan prediktabilitas pasar, meminimalkan distorsi, meningkatkan kepercayaan bisnis, serta memperlancar rantai pasok perdagangan pangan dan pupuk.
G20 akan mendorong pembaruan aturan perdagangan pangan global dan memperkuat sistem perdagangan multilateral. Fasilitasi perdagangan produk-produk pertanian dan pangan juga akan dilakukan. G20 juga berkomitmen tidak memberlakukan larangan atau pembatasan ekspor pangan dan pupuk dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Agar tak menjadi selembar kertas tanpa makna, Indonesia perlu mengawal Deklarasi Bali agar membuahkan aksi nyata. Memang tak akan mudah. Apalagi di tengah upaya Indonesia yang sedang berupaya memperkuat cadangan pangan pemerintah (CPP), terutama beras, jagung pakan, dan kedelai.
Populasi dunia telah melewati 8 miliar orang per 15 November 2022 dan akan mencapai 9,7 miliar orang pada 2050.
Ke depan, dunia juga dihadapkan pada kebutuhan pangan yang cukup besar seiring bertambahnya jumlah populasi. UNCTAD menyebutkan, populasi dunia telah melewati 8 miliar orang per 15 November 2022 dan akan mencapai 9,7 miliar orang pada 2050.
Selama 25 tahun terakhir, populasi di Bumi telah meningkat sepertiga atau 2,1 miliar orang. Sementara populasi di Indonesia diperkirakan meningkat dari 280,4 juta orang pada 2022 menjadi 288 juta orang pada 2050.
Dengan pertambahan populasi ditambah dampak perubahan iklim, ketersediaan pangan ke depan bakal semakin krusial. Butuh kolaborasi, dialog, bahkan mungkin bertelepon antarnegara untuk melahirkan aksi nyata dan memperkuat lumbung-lumbung pangan dan pupuk antarkawasan ekonomi.