RI Surplus Dagang terhadap G20
Waspadai tren penurunan ekspor nonmigas Indonesia. Di sisi lain, BUMN didorong untuk meningkatkan ekspor melalui kolaborasi bisnis dengan pelaku usaha negara lain dan ekspansi ke luar negeri.

Sejumlah truk mengantre untuk mengangkut kontainer yang dikeluarkan dari lambung kapal di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (2/3/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Total nilai neraca perdagangan barang Indonesia terhadap negara-negara anggota G20 surplus dalam dua tahun terakhir. Komoditas ekspor unggulan utama RI ke negara-negara itu adalah bahan bakar mineral; besi dan baja; lemak dan minyak hewani/nabati; bijih logam, terak, dan abu; serta mesin atau perlengkapan elektrik dan bagiannya.
Di sisi lain, kinerja ekspor Indonesia cenderung melambat bahkan turun. Hal itu mengindikasikan imbas perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi di sejumlah negara mitra dagang Indonesia semakin terasa.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto, Selasa (15/11/2022), mengatakan, total nilai surplus neraca perdagangan RI terhadap G20 pada Januari-Oktober 2022 mencapai 27,6 miliar dollar AS atau sekitar Rp 429,57 triliun (kurs Jisdor BI Rp 15.564). Pada 2021, Indonesia juga membukukan surplus neraca perdagangan sebesar 16,4 miliar dollar AS.
”Namun jika dijabarkan per negara anggota G20, RI hanya mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan delapan negara dan satu kawasan. Sementara dengan 10 negara anggota yang lain, neraca perdagangan RI masih defisit,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar secara hibrida di Jakarta.
Jika dijabarkan per negara anggota G20, RI hanya mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan delapan negara dan satu kawasan. Sementara dengan 10 negara anggota yang lain, neraca perdagangan RI masih defisit.

Berdasarkan data BPS, dalam dua tahun terakhir, RI mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat, India, Uni Eropa, Jepang, Italia, Turki, Meksiko, Korea Selatan, dan Inggris. RI juga membukukan defisit neraca perdagangan dengan Australia, Arab Saudi, China, Brasil, Argentina, Kanada, Afrika Selatan, Rusia, Jerman, dan Perancis.
Pada Januari-Oktober 2022, komoditas ekspor nonmingas utama yang diekspor Indonesia ke negara-negara G20 adalah bahan bakar mineral senilai 30,55 miliar dollar AS, besi dan baja 18,70 miliar dollar AS, serta lemak dan minyak hewani/nabati 17,89 miliar dollar AS. Selain itu, ada juga bijih logam, terak, dan abu senilai 7,14 miliar dollar AS serta mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya sebesar 6,93 miliar dollar AS.
Baca juga: Mendalami Kekuatan Perdagangan Negara-Negara G20
BPS juga menyebutkan, neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2022 dan Januari-Otober 2022 masing-masing surplus 5,67 miliar dollar AS dan 45,52 miliar dollar AS. Kendati begitu, ekspor Indonesia, khususnya nonmigas, mulai turun.
Perlambatan ekspor
Analis makroekonomi PT Bank Danamaon Indonesia Tbk, Irman Faiz, menuturkan, sepanjang Oktober 2022, ekspor hanya tumbuh 12,3 persen secara tahunan menjadi 25 miliar dollar AS. Angka pertumbuhannya turun jika dibandingkan pertumbuhan ekspor pada September 2022 yang sebesar 20,2 persen secara tahunan.
”Hal itu mengindikasikan ekspor tumbuh moderat sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas, terutama minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan bijih besi. Permintaan sejumlah negara mitra dagang RI turun karena ekonomi negara-negara tersebut melambat,” tuturnya.
Hal itu menunjukkan ekspor tumbuh moderat sejalan dengan perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas, terutama CPO dan bijih besi.
Baca juga: Surplus Neraca Perdagangan RI Pelan-pelan Bisa Tergerus

Aktivitas bongkar muat peti kemas ke dalam kapal barang di Terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (10/11/2022). Kinerja investasi dan kinerja ekspor yang tumbuh 21,64 persen dengan kontribusi 26,23 persen menjadi salah satu pendukung tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2022, yaitu 5,72 persen secara tahunan.
BPS juga mencatat, ekspor nonmigas Indonesia tumbuh melambat dalam dua bulan terakhir. Nilai ekspor nonmigas RI pada Oktober 2022 tumbuh minus 0,14 persen secara bulanan. Pada September 2022, ekspor nonmigas RI juga tumbuh minus 10,31 secara bulanan.
Adapun secara tahunan, neraca perdagangan nonmigas masih tumbuh positif. Namun tren pertumbuhannya melambat atau turun. Pada September 2022 dan Oktober 2022, neraca perdagangan nonmigas RI masing-masing tumbuh 19,26 persen dan 11,45 persen.
Menurut Setianto, penurunan pertumbuhan ekspor nonmigas pada Oktober 2022 terutama dipengaruhi penurunan ekspor bijih logam, terak, dan abu senilai 407,7 juta dollar AS. Komoditas ekspor lainnya yang turun adalah mesin/perlengkapan elektrik serta bagiannya, bubur kertas dari kayu, berbagai produk kimia, serta kayu dan barang dari kayu.
”Penurunan ekspor itu merupakan imbas dari perlambatan ekonomi dan inflasi tinggi di sejumlah negara tujuan mitra dagang Indonesia,” katanya.
Baca juga: Perlambatan Ekonomi Sejumlah Negara Mulai Pengaruhi Kinerja Ekspor RI

Peran BUMN
Di tengah tren penurunan ekspor Indonesia, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya mendorong perusahaan-perusahaan milik negara turut meningkatkan ekspor. Perusahaan-perusahaan pelat merah itu juga diminta berkolaborasi dengan pelaku bisnis negara lain dan berekspansi ke luar negeri.
PT Pupuk Indonesia (Persero) Tbk, misalnya, berupaya memperluas peluang perdagangan pupuk amonia, urea, dan NPK dalam rantai industri pangan global. Salah satunya dengan membuka kantor perwakilan di Dubai, Uni Emirat Arab.
Wakil Menteri BUMN, Pahala Nugraha Mansury, mengemukakan, melalui ekspansi itu, Pupuk Indonesia diharapkan dapat semakin memperluas bisnis perdagangan sekaligus memperoleh akses yang lebih luas terhadap bahan baku dan pengembangan industri lain. Perseroan juga dapat menjadi salah satu produsen produk-produk hijau dan sirkular, seperti green ammonia, green hydrogen, blue ammonia, dan blue hydrogen.
”Ke depan, kantor perwakilan di Dubai tersebut diharapkan dapat ditingkatkan menjadi perusahaan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan sebelum dipotong bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA) bagi Pupuk Indonesia Group,” tuturnya melalui siaran pers, Senin (14/11/2022).
Pupuk Indonesia diharapkan dapat semakin memperluas bisnis perdagangan sekaligus memperoleh akses yang lebih luas terhadap bahan baku dan pengembangan industri lain.
Baca juga: Petani Tertekan, Produsen Pupuk Cari Sumber Bahan Baku Lain

Pekerja mengangkut pupuk bersubsidi di Gudang Pupuk Kujang di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/10/2017). PT Pupuk Indonesia (Persero) menjamin stok pupuk bersubsidi aman hingga dua bulan ke depan. Stok pada 2 Oktober di gudang lini III dan IV mencapai 1.189.455 ton.
Berdasarkan data Kementerian BUMN, pada 2021, Pupuk Indonesia telah mengekspor 2 juta ton pupuk urea dan 715.000 ton pupuk amonia ke sejumlah negara. Pada 2022, pendapatan Pupuk Indonesia diperkirakan 6 miliar dollar AS atau meningkat dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Selain pupuk, Kementerian BUMN juga berupaya meningkatkan ekspor kopi dan teh Indonesia. Dalam pembudidayaan dan peningkatan ekspor kopi, Kementerian BUMN mengembangkan program Project Management Office (PMO) Kopi Nusantara. Program itu bertujuan untuk membangun ekosistem bisnis kopi berbasis kopi rakyat secara berkelanjutan dari hulu hingga hilir.
Dalam gelaran Indonesian Coffee Market di Amsterdam, Belanda, pada awal September 2022, BUMN menghadirkan 97 jenis produk turunan kopi yang berasal dari 11 daerah di Indonesia. Realisasi transaksi kopi Indonesia dalam ajang tersebut mencapai 5,6 juta dollar AS.
Adapun terkait teh, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Holding telah mengekspor teh ke Seattle, Amerika Serikat. Teh tersebut akan digunakan Starbucks yang mempunyai 32.000 gerai di 79 negara.
Selain itu, Kementerian BUMN bekerja sama dengan Canadian Commercial Corporation (CCC) dalam pengembangan ketahanan pangan, serta perdagangan produk dan jasa agrikultural. Kerja sama itu tertuang dalam nota kesepahaman (MOU) yang ditandatangani di Bali pada Oktober 2022.
Menurut Pahala, kerja sama itu dilatari permasalahan pangan yang dihadapi Indonesia. Salah satunya adalah kenaikan harga komoditas pangan yang diakibatkan kelangkaan pasokan. Salah satu manfaat kerja sama itu, Indonesia akan dipermudah untuk mendapatkan bahan baku pangan dan industri, seperti garam abu, gandum, biji-bijian, dan kedelai.
Baca juga: Menteri BUMN: ID Food Fokus sebagai ”Offtaker” dan Kembangkan Pasar