Penegak hukum yang baik, berintegritas, dan bermartabat masih cukup banyak, tetapi jumlahnya tidak sebanding dengan mereka yang melanggar hukum. Perlu dukungan moral dan aturan agar mereka tetap tegak dan makin kuat.
Oleh
Samesto Nitisastro
Β·2 menit baca
LEMBAGA SURVEI INDONESIA
Tren kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum.
Saat masih remaja, saya mengenal sesepuh yang pernah duduk sebagai pejabat tinggi pemerintah. Beliau taat beribadah, menjunjung tinggi nilai kejujuran, dengan standar perilaku dan moral yang tinggi.
Ia menghormati dan menghargai sesama, mendidik keluarga dengan baik dan disiplin, serta menerapkan pola hidup sederhana. Saya berteman baik dengan salah satu putranya sehingga paham kehidupan mereka.
Suatu ketika beliau mengatakan, tidak ingin ada anak, menantu, bahkan cucu-cucunya, berprofesi sebagai penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, ataupun pengacara. Tanpa menyebut alasan. Saat itu, karena masih remaja, tentu saya sangat heran mendengar pernyataan itu. Bukankah profesi-profesi tersebut menjanjikan?
Sekarang saya mengerti. Pertanyaan semasa remaja sudah terjawab dengan sendirinya, begitu melihat perilaku oknum-oknum penegak hukum. Seperti cerita bergambar, sambung-menyambung, tanpa kita tahu kapan waktunya semua berakhir.
Lebih dari satu dekade terakhir, banyak oknum penegak hukum yang ditangkap karena tersangkut masalah hukum. Bahkan banyak yang masuk kategori kelas kakap, yang seharusnya memberi keteladanan.
Sudah menjadi rahasia umum, ada empat kasus yang menjadi lahan untuk mempertebal pundi-pundi pribadi oknum-oknum penegak hukum ini: korupsi, narkoba, judi, dan prostitusi. Membuat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia di titik terendah.
Namun, harapan masih ada terhadap kinerja kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sistem pengadilan yang sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab. Untuk itu, perlu semacam revolusi untuk membenahi berbagai aspek secara menyeluruh.
Penegak hukum yang baik, berintegritas, dan bermartabat masih cukup banyak, tetapi jumlahnya tidak sebanding dengan mereka yang terbiasa melanggar hukum. Oleh karena itu, perlu dukungan moral dan aturan agar mereka tetap tegak dan makin berkembang.
Kita tidak boleh terlalu pesimistis dengan situasi hukum di Indonesia saat ini. Mari terus berharap, karena kebaikan tentu akan datang.