Hari pertama menjabat Perdana Menteri Inggris, Rishi Sunak mengumumkan kabinet. Formasi kabinetnya membawa pesan pentingnya kesatuan dan stabilitas.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Rishi Sunak (42), Perdana Menteri Inggris pertama warga keturunan Asia, adalah PM ketiga dalam tujuh pekan terakhir di negara itu. Ini pergantian tercepat orang nomor satu di Downing Street 10, kediaman resmi PM Inggris, dalam hampir satu abad terakhir. Demikian BBC mencatat drama politik di Inggris akhir-akhir ini sembari melemparkan pertanyaan ”nakal”: apakah tren ini akan menjadi normal baru dalam perpolitikan Inggris?
Sunak menggantikan Liz Truss, yang memerintah hanya selama 44 hari, dan dilantik menjadi PM oleh Raja Charles III, Selasa (25/10/2022). Perjalanannya ke puncak karier politik terbilang cepat. Pertama kali terpilih menjadi anggota parlemen tahun 2015, lalu menjabat menteri muda tiga tahun kemudian dan menteri keuangan pada 2019, Sunak praktis hanya butuh waktu tujuh tahun untuk menduduki kursi PM.
Ia adalah pemimpin kelima Partai Konservatif setelah referendum Brexit tahun 2016. Namun, seperti sudah lumrah di dunia politik, perjalanan Sunak tak luput dari akrobat politik yang menyebabkan rival-rival politiknya bertambah. Ia, misalnya, ikut berperan dalam tumbangnya Boris Johnson dari kursi PM, Juli lalu, lewat pengunduran dirinya dari kabinet menyusul serangkaian skandal yang membelit Johnson.
Namun, seperti diamati pakar politik Universitas London, Tim Bale, melesatnya karier politik Sunak tidak lepas dari pilihan politiknya bergabung ke kubu ”Keluar” dalam referendum Brexit 2016 (The Economist, 24 Oktober 2022). Terkait Brexit, keluarnya Inggris dari Uni Eropa, meski sudah berlangsung enam tahun lalu, dampak keterbelahan di publik Inggris masih terasa hingga hari ini. Keterbelahan ini—dalam beberapa isu—juga terjadi di Partai Konservatif yang kini dipimpin Sunak.
Itu sebabnya, bisa dimengerti jika dalam menyusun kabinet, Sunak berupaya memulihkan kesatuan dan menjaga stabilitas di partainya terlebih dahulu. Hal ini terlihat dari beberapa menteri yang ditunjuknya dalam posisi penting: Jeremy Hunt sebagai Menteri Keuangan, James Cleverly sebagai Menteri Luar Negeri, dan Ben Wallace sebagai Menteri Pertahanan. Hunt telah ditunjuk di posisinya pada pemerintahan Truss, Cleverly adalah representasi sejumlah anggota senior parlemen yang tidak mendukung Sunak, sedangkan Wallace adalah orang dekat Johnson.
Di dalam kabinet Sunak juga muncul nama Suella Braverman dari faksi sayap kanan garis keras sebagai Menteri Dalam Negeri. Sumber di Downing Street 10, yang dikutip beberapa media, menyebut komposisi kabinet Sunak ”merefleksikan partai yang coba disatukan dan satu kabinet yang berpengalaman penuh, guna memastikan di masa ketidakpastian ini bahwa ada kontinuitas di jantung pemerintahan”.
Bagi publik Inggris, problem pemulihan ekonomi negara mereka tentu menjadi perhatian utama. Namun, bagi kita, perhatian tertuju pada Cleverly, sosok Menlu yang menjadi ujung tombak kebijakan luar negeri Inggris. Tak ada perubahan dalam kebijakan luar negeri Inggris mengenai isu-isu utama saat ini. Inggris—bersama AS—tetap menjadi pendukung utama Ukraina dalam perang melawan Rusia dan menjadi sekutu utama Washington menghadang kebangkitan China.