Survei Litbang ”Kompas” merekam elektabilitas partai politik yang dinamis. Terlepas dari siapa pemenang pemilu legislatif nanti, kepentingan rakyat sepatutnya menjadi panglima.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Selisih elektabilitas parpol di posisi tiga teratas, yakni PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat, semakin sempit, sekitar 1,5 tahun menjelang Pemilu 2024. PDI-P di posisi pertama dengan elektabilitas 21,1 persen. Gerindra di posisi kedua dengan 16,2 persen dan Demokrat 14 persen.
Meskipun mencapai elektabilitas teratas, angka PDI-P kali ini turun tipis 1,7 persen dibandingkan survei Juni 2022. Selisih PDI-P dengan partai di posisi kedua dan ketiga juga menyempit. Partai Gerindra mendapat 16,2 persen atau naik 3,7 persen dari Juni 2022. Partai Demokrat meraih 14 persen atau naik 2,4 persen.
Posisi berikutnya: Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Responden yang belum menentukan pilihan juga menipis menjadi sekitar 12 persen, dari 16 persen pada Juni 2022.
Menurut survei ini, tingkat volatilitas pilihan partai cenderung membesar. Sembilan partai di parlemen berpotensi menghadapi pergeseran pemilih rata-rata 35,9 persen. Loyalitas itu bisa turun lagi rata-rata 21 persen jika sosok calon presiden yang diusung tak disukai (Kompas, 25/10/2022).
Parpol sah-sah saja menarik simpati rakyat, yang pada saat pemilu nanti akan menjadi konstituen.
Parpol biasanya berusaha memikat pemilih melalui visi, program, dan tokoh yang dikampanyekan bakal memperjuangkan kepentingan publik. Makin banyak meraih simpati massa, suara parpol akan menggunung dan bisa menempatkan lebih banyak wakil di parlemen. Sebegitu berambisinya politisi mendekati konstituen dan mengungkit perolehan suara sampai-sampai kadang diterapkan perilaku-perilaku yang mencederai etika politik. Sebut saja, praktik politik uang, juga kampanye hitam dengan menyebarkan ujaran kebencian.
Praktik politik uang ibarat memanfaatkan sebagian penduduk Indonesia yang tergolong miskin dan rata-rata kurang berpendidikan. Uang yang dibagikan demi perolehan suara bagaikan penyejuk di tengah kesulitan hidup kaum miskin. Adapun praktik kampanye hitam memanfaatkan warga yang minim literasi sehingga menelan mentah-mentah informasi yang sebenarnya tidak akurat.
Politik sebaiknya diimplementasikan dengan santun dan penuh etika serta berujung pada kepentingan rakyat. Politisi sepatutnya menyadari itu, terlebih mereka memang mendedikasikan hidupnya di dunia politik.
Oleh karena itu, segala upaya dan langkah parpol, termasuk pendekatan-pendekatan menuju koalisi antarparpol, serta upaya meraih simpati publik, seharusnya tak dilandasi kepentingan pribadi atau golongan. Singkat kata, bagi politisi, berpolitiklah demi rakyat.