Selisih Elektabilitas PDI-P, Gerindra, Demokrat Menyempit
Survei Litbang Kompas menunjukkan PDI-P, Gerindra, dan Demokrat masih tiga teratas dari sisi elektabilitas. Namun, selisih elektabilitas tiga partai itu menyempit. Responden yang belum menentukan pilihan juga mengecil.
Oleh
IQBAL BASYARI, KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
Dari survei Litbang Kompas Oktober 2022, PDI-P ada di posisi pertama dengan elektabilitas 21,1 persen.
Posisi kedua dan ketiga diisi Gerindra dengan 16,2 persen dan Demokrat 14 persen.
Dengan kompetisi kian ketat, parpol dituntut menjalankan rumus jitu untuk menggaet suara pemilih.
JAKARTA, KOMPAS – Selisih elektabilitas partai politik yang berada di posisi tiga teratas semakin sempit sekitar 1,5 tahun menjelang Pemilu 2024. Dengan kian ketatnya kompetisi di antara partai-partai politik, terutama yang memiliki ceruk suara mirip, partai yang ingin merebut suara pemilih mesti mampu mengoptimalkan mesin partai, lebih sensitif pada aspirasi pemilih, serta, menguatkan personifikasi partai dengan tokoh penggaet suara.
Hasil survei Litbang Kompas Oktober 2022 menunjukkan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) masih di posisi teratas dengan elektabilitas 21,1 persen. Namun angka ini turun tipis 1,7 persen dibanding survei Juni 2022. Selisih PDI-P dengan partai di posisi kedua dan ketiga juga menyempit. Partai Gerindra mendapat 16,2 persen atau naik 3,7 persen dari Juni 2022, sedangkan Partai Demokrat mendapat 14 persen (naik 2,4 persen).
Di posisi berikutnya berurutan Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Indonesia, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Responden yang belum menentukan pilihan juga makin menipis jadi 12 persen, dari 16 persen pada Juni 2022.
Survei juga menunjukkan tingkat volatilitas pilihan partai cenderung membesar di Oktober 2022. Sembilan partai parlemen punya potensi menghadapi pergeseran pemilih rata-rata 35,9 persen. Loyalitas itu berpotensi turun lagi rata-rata 21 persen jika sosok calon presiden yang diusung tak disukai pemilihnya.
Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga, dihubungi dari Jakarta, Senin (24/10/2022) menilai penurunan elektabilitas PDI-P masih dalam taraf yang wajar, karena berada dalam rentang margin of error hasil survei. Menurut dia, penurunan itu tak bisa dilepaskan dari turunnya angka kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah. Survei Kompas Oktober 2022 merekam, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah mencapai 62,1 persen, turun dibandingkan dengan survei yang sama Juni (67,1 persen).
“Bagaimana pun juga Pak Jokowi adalah kader utama, kader terbaik PDI-P yang menjadi Presiden RI. Jika ada penurunan tingkat kepuasan publik pada pemerintah di sektor ekonomi, hukum, dan kesehatan, pasti berpengaruh juga kepada partai,” kata Eriko.
Menurut dia, hasil survei elektabilitas yang dinamis menjadi pengingat agar seluruh kader konsisten melaksanakan perintah Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, yakni melakukan yang terbaik untuk masyarakat. Hasil survei yang terus melonjak, kata dia, justru dapat membuat parpol terlena karena bisa jadi hasilnya tak sesuai kenyataan.
Soal preferensi publik yang lebih mempertimbangkan pilihan sosok capres ketimbang parpol, Eriko mengatakan, efek ekor jas yang didapatkan partai dari capres yang diusung tidak terlalu besar. Namun, ia meyakini, partai yang mengusung kadernya sebagai kandidat capres akan mendapat insentif elektoral lebih tinggi ketimbang partai yang hanya mengusung pihak di luar kader.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Erwin Aksa tidak mempermasalahkan tingkat elektabilitas partainya yang menurun cukup tajam. Menurut dia, survei dilakukan terhadap persepsi publik, sehingga tidak bisa menggambarkan jumlah kursi yang didapat. Berdasar kajian internal Golkar, proporsi pemilih calon anggota legislatif jauh lebih besar ketimbang pemilih partai. Contohnya pada Pemilu 2019, hanya 20 persen yang memilih partai, sedangkan 80 persen pemilih caleg. Menghadapi Pileg 2024, Golkar mengutamakan penguatan peran kader di akar rumput.
Senada dengan itu, Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, mengatakan dalam meningkatkan elektabilitas parpol, PAN lebih memprioritaskan kerja mesin partai dan caleg. PAN tak begitu mengharapkan efek ekor jas dalam menentukan capres-cawapres.
Sementara itu, Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, peningkatan elektabilitas Demokrat menguatkan optimisme kader untuk pemenangan Pemilu 2024. Hal itu, kata dia, merupakan hasil kerja-kerja politik kader dan pengurus dalam meringankan beban rakyat dan mengadvokasi kepentingan yang disuarakan rakyat. Kepemimpinan ketua umum Agus Harimurti Yudhoyono dalam mengonsolidasikan kader dan pengurus juga memiliki peran besar dalam kenaikan elektabilitas ini.
Soal kenaikan tipis elektabilitas yang dialami Nasdem, kata Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali, menunjukkan pilihan Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai bakal capres tak membuat elektabilitas menurun seperti dugaan sebagian pihak. Namun, hal itu disebut lebih banyak dipengaruhi konsolidasi partai yang dilakukan pengurus dan kader. Nasdem akan terus meningkatkan kerja-kerja partai sekaligus memperkenalkan Anies ke pengurus dan pemilih sehingga asosiasi Anies dengan Nasdem lebih kuat.
Insentif parpol
Deputi Direktur Eksekutif Populi Center, Rafif Pamenang Imawan, menilai, hasil survei Kompas menunjukkan migrasi suara parpol masih cukup besar. Sekalipun parpol papan atas dan papan tengah tidak banyak berubah, elektabilitas mereka berfluktuasi. Bahkan PDI-P yang berada di urutan pertama mengalami penurunan elektabilitas sehingga elektabilitasnya hampir didekati Gerindra.
Pertarungan parpol yang memiliki ceruk pemilih yang relatif sama, seperti Demokrat, Golkar, dan Nasdem mau tak mau harus diikuti dengan membuat personifikasi ketokohan, di samping menggerakkan mesin partai. Tokoh yang bisa menggaet suara harus lebih ditonjolkan mengingat sosok capres yang akan diusung parpol turut memberi insentif bagi parpol.
Namun Rafif mengingatkan, bakal capres yang diusung semestinya sesuai dengan keinginan pemilih parpol. Sebab efek ekor jas akan bisa diperoleh lebih besar dan lebih cepat karena pilihan parpol mewakili keinginan pemilihnya.
"Efeknya belum tentu positif terutama jika tidak sesuai dengan keinginan pemilihnya. Maka parpol harus sensitif terhadap suara dari pendukungnya agar suaranya solid," tuturnya.
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Firman Noor, juga mengingatkan pentingnya parpol mendengar suara akar rumput. "Suara akar rumput harus didengar dan deal-deal politik di tingkat elite perlu ditinggalkan. Jangan terlalu pede mengambil keputusan karena jika ada gap dengan pemilih, mereka (pemilih) bisa beralih ke partai lain yang lebih sejalan," katanya.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan mengatakan, elektabilitas parpol dipengaruhi dua hal, yakni performa parpol dan efek ekor jas., Oleh karena itu, dia mengingatkan pentingnya parpol meningkatkan performa ke pemilih.