Bagaimana dinamika elektabilitas parpol jelang Pemilu 2024? Survei Kepemimpinan Nasional Litbang "Kompas" merangkum pilihan publik terhadap parpol saat ini.
Oleh
Toto Suryaningtyas
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Bendera partai politik di Gedung KPU, Jakarta (27/7/2022). Jelang Pemilu 2024, elektabilitas PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat masih menjadi pilihan teratas publik.
Dinamika elektabilitas sejumlah parpol kembali tajam di tengah makin kencangnya manuver elite politik parpol dan calon presiden. Ruang bagi parpol menaikkan elektabilitas makin dipengaruhi efek koalisi pemerintahan, narasi, serta pencalonan capres.
Survei Nasional Kompas Oktober 2022 ini merekam komposisi dan perolehan suara partai yang makin mendekat, terutama di partai papan atas. PDI-P masih mempertahankan keunggulan di posisi teratas dengan 21,1 persen suara. Namun, posisi itu didekati Partai Gerindra di peringkat kedua yang naik tinggi menjadi 16,2 persen dan Partai Demokrat di peringkat ketiga, 14,0 persen.
Jarak elektabilitas PDI-P dan Gerindra kini sudah makin mendekati irisan jika memperhitungkan margin of error ±2,8 persen. Demikian pula Partai Demokrat, yang sejak survei Juni 2022 masuk tiga besar elektabilitas, bulan ini juga makin kokoh mendekati raihan suara Gerindra.
Merunut tren elektabilitas Gerindra ataupun Demokrat yang terekam naik cukup tinggi setahun terakhir, bukan tak mungkin Demokrat dan Gerindra akan menjadi pesaing kuat PDI-P. Mengingat, tren positif (slope) skor elektabilitas Demokrat terlihat terjal dan kali ini yang tertinggi jika dibandingkan dengan penyelenggaraan hasil survei sejak Oktober 2019 (awal periode kedua pemerintahan Joko Widodo).
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Sekjen Partai Keadilan Sejahtera Aboe Bakar Alhabsyi, Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto, Wakil Ketua Dewan Pembina PSI Raja Juli Antoni, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Mardiono (dari kiri ke kanan) hadir dalam acara puncak peringatan Hari Ulang Tahun ke-58 Partai Golkar di JIExpo Kemayoran, Jakarta (21/10/2022).
Di papan tengah elektabilitas parpol, makin kokoh eksistensi pemain baru dari papan bawah, yakni Partai Perindo. Jika pada Juni lalu Perindo baru meraih elektabilitas 3,3 persen, pada Oktober 2022 ini 4,5 persen. Padahal, hingga survei Oktober 2021, elektabilitas Perindo baru mencapai skor 1,6 persen dan ”merambat” naik ke 2,5 persen pada Januari 2022.
Perindo dan Demokrat adalah dua parpol yang mengalami kenaikan elektabilitas cukup menonjol selama dua survei terakhir dan mampu menembus level baru elektabilitas. Secara keseluruhan, parpol dengan elektabilitas meningkat dalam survei kali ini adalah Gerindra (+3,7 persen), Demokrat (+2,4 persen), PKS (+0,9 persen), PKB (+0,2 persen), Perindo (+1,2 persen), dan Nasdem (+0,2 persen).
Selain parpol yang mendapat keuntungan elektoral, elektabilitas sejumlah parpol lain menurun. Berturut-turut adalah Partai Golkar (-2,4 persen), PDI-P (-1,7 persen), PAN (-0,5 persen), dan PPP (-0,3 persen).
Sulit dimungkiri parpol-parpol dengan aras politik dan jenis konstituen ”oposisi” pada masa ini meraih efek elektoral lebih positif ketimbang partai-partai pemerintah. Hal ini terkait dengan kondisi penilaian umum kinerja pemerintah yang menurun cukup dalam daripada Juni 2022. Dua bidang pemerintahan yang dinilai menurun adalah bidang penegakan hukum dan ekonomi.
Selain wajah naik dan turun elektabilitas, secara keseluruhan hasil survei ini juga menangkap semakin terkonsolidasinya pemilih seluruh partai kepada parpol pilihannya. Hal ini terlihat dari makin kecilnya angka pemilih yang belum menyatakan pilihannya, yakni hanya 12,1 persen, atau menurun dari 16,0 persen, Juni 2022.
Dampak pencapresan
Di tengah rendahnya citra positif parpol (51 persen), meraih kenaikan elektabilitas bukan perkara ringan. Apalagi jika dukungan itu belum diletakkan dalam konteks kerangka politik yang kuat di mata publik.
Ini pula yang terjadi dengan sebagian elemen dalam KIB (Koalisi Indonesia Bersatu), yaitu Golkar, PAN, dan PPP, yang merekomendasikan nama Airlangga Hartarto, Puan Maharani, Zulkifli Hasan, Ridwan Kamil, Khofifah Indar Parawansa, Anies Baswedan, hingga Ganjar Pranowo sebagai capres, tak mendapat keuntungan elektoral secara signifikan.
Demikian pula Rapat Kerja II PDI-P di Lenteng Agung pada Juni 2022 yang belum memberi rekomendasi capres di tengah panasnya rumor tentang siapakah capres PDI-P, Puan Maharani atau Ganjar Pranowo.
Kedua poros politik di atas belum memberikan kejelasan dan kebulatan dukungan terhadap suatu nama tokoh tertentu yang akan diusung dalam Pemilu 2024. Kondisi itu menjadi kerangka politik yang lemah di mata publik yang masih ”terpolarisasi” dan butuh ”referensi” pilihan politik saat ini.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Daftar sejumlah partai politik yang lolos dan masuk daftar Pengumuman Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Calon Partai Politik Peserta Pemilu 2024 di Hotel Borobudur, Jakarta (14/10/2022). Sebanyak 18 partai politik dinyatakan lolos proses verifikasi administrasi untuk mengikuti kepesertaan dalam Pemilu 2024. Dari 18 parpol tersebut, 9 diantaranya merupakan parpol parlemen.
Sementara itu, Gerindra sudah mencalonkan sang Ketua Umum Prabowo Subianto sejak 12 Agustus 2022. Kenaikan elektabilitas parpol lebih kuat didapatkan Gerindra yang sudah jauh lebih awal dengan menghimpun kembali pemilih Prabowo di dua pemilu sebelumnya. Hampir separuh (48,2 persen) pemilih Gerindra adalah pemilih Prabowo Subianto, dan ini termasuk tertinggi ketimbang partai lainnya.
Adapun dampak bagi Nasdem yang mencalonkan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan baru terekam naik tipis diduga karena belum tersosialisasi. Waktu pelaksanaan survei (24 September-7 Oktober 2022) terlalu dekat dengan pengumuman pencapresan Anies pada 3 Oktober.
Berdasar gambaran dinamika pencapresan dan narasi politik parpol, naik-turunnya elektabilitas parpol masih akan terjadi. Tumpuan klasik elektabilitas parpol pada aspek ideologi, kedekatan/loyalitas, tokoh parpol, dan popularitas bakal makin dipengaruhi kemampuan parpol menanggapi narasi persoalan di ruang publik.
Dalam kondisi saat ini, yakni terdapat persoalan citra penegakan hukum dan prediksi terjadinya krisis ekonomi, parpol koalisi pemerintah perlu menggalang opini positif dan memberikan solusi konstruktif. Terlalu larut dalam isu politik praktis juga bisa-bisa mendulang opini negatif dari publik yang makin ”cermat” mengamati segala hal.
Loyalitas terhadap parpol tampaknya masih akan laten dan cenderung menetap dalam karakteristik pemilih kita. Namun, dampak faktual dari kelemahan pelaksanaan pembangunan dan isu-isu miring terkait pencapresan harus disikapi secara proporsional demi pulihnya nama baik parpol. (LITBANG KOMPAS)