Memimpin Jakarta di Masa Transisi
Jika Gubernur Ali Sadikin (1966-1977) berhasil mengubah kota Jakarta yang kumuh menjadi metropolis, Gubernur Anies mencoba menata Jakarta menuju kota global. Namun, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.
Lima tahun lalu, sehari setelah Gubernur Anies Baswedan dilantik Presiden Joko Widodo, saya menulis kolom tentang ”Memimpin Ibu Kota Negara”.
Intinya, sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies tak hanya berkewajiban mengurus kepentingan warga, tetapi juga membuat ibu kota negara (IKN) aman, nyaman, tertib, kaya inovasi, dan modern (Kompas, 17/10/2017).
Tak terasa masa jabatan Gubernur Anies telah berakhir. Kepemimpinan pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selanjutnya selama dua tahun lebih diserahkan kepada seorang pemimpin sementara atau istilah normatifnya penjabat (Pj) kepala daerah yang diangkat presiden dari seorang pegawai negeri sipil (PNS) senior.
Mengapa? Karena ada penataan jadwal pilkada di Indonesia secara serentak pada 27 November 2024 sehingga tahun 2022 ini tidak digelar pemilihan gubernur di Jakarta. Apabila Gubernur Jakarta hasil pilkada serentak nasional itu telah dilantik (sekitar awal 2025), barulah provinsi ini memiliki gubernur definitif kembali.
Menarik tentunya untuk melihat capaian dan kekurangan Gubernur Anies dalam memajukan kota metropolitan Jakarta. Tak kalah penting pula perlu kiranya diwanti-wanti bagaimana seyogianya penjabat gubernur memimpin Jakarta di masa transisi tanpa dibantu wakil gubernur dan tanpa melepas jabatan struktural ASN-nya.
Baca juga : Tim Penilai Akhir Tetapkan Heru Budi Hartono Jadi Penjabat Gubernur DKI Jakarta
Baca juga : Presiden Minta Penjabat Gubernur DKI Atasi Problem Utama Jakarta
Hasil kepemimpinan
Dengan mengusung slogan ”maju kotanya bahagia warganya”, Anies dibantu Wakil Gubernur Sandiaga Uno—yang kemudian digantikan Ahmad Riza Patria—telah berikhtiar menyejahterakan warga Jakarta. Dukungan penuh birokrasi pemda, profesionalitas badan usaha milik daerah (BUMD), pengelola badan layanan umum daerah, dan tim delivery unit (TGUPP) memudahkan Anies bekerja merealisasikan program-programnya.
Pembinaan pemerintah pusat melalui beberapa kementerian/lembaga, lebih-lebih di masa pandemi, dan pengawasan ketat DPRD DKI Jakarta terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan kontribusi berharga bagi Anies agar terhindar dari kekeliruan pembuatan kebijakan.
Presiden Joko Widodo tidak jarang memberikan direktif langsung kepadanya, seperti ketika menggelar hajatan internasional Formula E. Presiden sendiri datang mengecek persiapannya ke Ancol.
DPRD DKI Jakarta tidak membebani gubernur dengan meminta pork-barrel, yaitu semacam dana aspirasi atau yang lazim disebut dengan istilah pokok-pokok pikiran (pok-kir) anggota Dewan, yang di mana-mana merepotkan kepala daerah dalam mewujudkan tata kelola pemda yang baik.
Pendekatan collaborative governance melalui instrumen Jakarta Development Collaborative Network (JDCN) yang dituangkan ke dalam Peraturan Gubernur Nomor 24 Tahun 2020 telah menyatukan lima pihak (pentahelix), yaitu pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, lembaga internasional, dunia usaha, dan masyarakat, dalam mengakselerasi dan mengelevasi pembangunan Jakarta.
Ditimpali gaya kepemimpinan Gubernur Anies yang bersifat fasilitatif berbuah legacy positif. Meskipun belum semua masalah Jakarta teratasi, berbagai inovasi untuk mengubah wajah kota terlihat.
Perubahan tersebut antara lain, pertama, trotoar dibuat lebih lebar dengan konsep ramah bagi semua pejalan kaki, berdampingan dengan jalur sepeda di sebelahnya (complete street).
Kedua, kabel listrik dan telepon yang semrawut ”ditenggelamkan” ke bawah tanah. Ketiga, integrasi transportasi publik (rute dan sistem tiket) telah meningkatkan pengguna kendaraan umum (ridership).
Keempat, perbaikan jembatan penyeberangan orang (JPO). Kelima, revitalisasi kota tua (Batavia) dengan konsep kawasan rendah emisi. Keenam, revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) menjadi pusat seni budaya (urban art center). Ketujuh, revitalisasi taman kota untuk interaksi warga.
Kedelapan, revitalisasi terminal Pelabuhan Muara Angke. Kesembilan, pembangunan rumah susun sederhana bagi warga. Kesepuluh, pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) berstandar FIFA sebagai home base Persija.
Meskipun belum semua masalah Jakarta teratasi, berbagai inovasi untuk mengubah wajah kota terlihat.
Jika Gubernur Ali Sadikin (1966-1977) berhasil mengubah kota Jakarta yang kumuh menjadi metropolis (majalah Tempo, 15-21 Agustus 2022), Gubernur Anies mencoba menata Jakarta menuju kota global. Anies juga menggratiskan PBB untuk rumah dengan NJOP di bawah Rp 2 miliar.
Meskipun begitu, masih banyak agenda Anies yang belum dapat diselesaikannya sehingga menjadi pekerjaan rumah bagi penjabat gubernur. Salah satu yang urgen adalah soal banjir. Jatuhnya korban jiwa (kasus MTSN 19 Pondok Labu) dan masih adanya genangan di lokasi cekungan lebih-lebih jika curah hujan tinggi.
Selain itu, kebijakan Anies dalam mengatasi kemacetan dengan meningkatkan pengguna kendaraan umum melalui integrasi transportasi publik belum tercapai karena hari ini ridership baru terealisasi satu juta per hari, sedangkan targetnya empat juta per hari.
Kemudian, dalam penanganan polusi dan sampah. Pengelolaan sampah di Jakarta masih mengandalkan TPST Bantar Gebang dengan kapasitas 8.000 ton per hari, sementara pembangunan tiga intermediate treatment facility (ITF), pengelola sampah modern untuk wilayah barat, timur, dan selatan belum satu pun yang jadi.
Pembangunan rumah dengan uang muka (DP) nol rupiah atau rumah susun sederhana milik (rusunami) berjalan lambat, baru tercapai 2.322 unit dari target terakhir 9.081 unit.
Tantangan Pj gubernur
Pj gubernur diangkat oleh Presiden dari pejabat karier ASN eselon I (JPT madya) dengan mempertimbangkan usulan DPRD dan Menteri Dalam Negeri, yang masing-masing mengusulkan tiga nama.
Dalam memilih satu nama, Presiden dibantu oleh Tim Penilai Akhir (TPA) yang beranggotakan beberapa menteri/kepala lembaga terkait.
Dalam memimpin Jakarta, Pj gubernur tidak dibantu wakil dan tidak pula melepas jabatan strukturalnya. Padahal, waktunya memimpin Jakarta cukup lama, bisa sampai sekitar awal tahun 2025, yaitu sampai dengan dilantiknya gubernur hasil pemilihan rakyat. Wewenangnya mirip dengan gubernur definitif, kecuali dalam mutasi pegawai dan penetapan APBD, dia harus meminta persetujuan pemerintah pusat (Mendagri).
DPRD DKI Jakarta pada 14 September 2022 telah mengusulkan tiga nama kepada Presiden, yaitu Heru Budi Hartono (Kepala Sekretariat Presiden, yang juga pernah menjadi Wali Kota Jakarta Utara), Marullah Matali (Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, yang juga pernah menjadi Wali Kota Jakarta Selatan), Bahtiar (Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, yang juga pernah jadi penjabat Gubernur Kepulauan Riau).
Tiga nama usulan Mendagri kepada Presiden pada 4 Oktober 2022 persis sama dengan nama yang diusulkan DPRD DKI.
Presiden Joko Widodo dalam sidang Tim Penilai Akhir pada 6 Oktober 2022 telah menetapkan Heru Budi sebagai penjabat gubernur untuk memimpin Jakarta pada masa transisi.
Mengingat beratnya tugas, baiknya penjabat mengaktifkan keempat deputi gubernur dan membentuk tim delivery unit.
Tantangan utama yang harus ditaklukkannya setelah dilantik adalah menjalankan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2023-2026 yang telah disiapkan pemerintah sebelumnya sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) No 25 Tahun 2022. Pergub tersebut dibuat berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor No 70 Tahun 2021. Kepala daerah yang akan mengakhiri masa jabatannya tahun 2022 diminta untuk membuat RPD 2023-2026.
Argumennya, seorang Pj yang diangkat tidak mempunyai visi dan misi. Berbagai pekerjaan rumah Anies dalam mengatasi banjir, kemacetan, sampah, dan masalah perumahan, seperti diungkapkan di atas, mesti dikerjakan Pj sesuai rencana yang telah ditetapkan dalam RPD itu. Mengingat beratnya tugas, baiknya penjabat mengaktifkan keempat deputi gubernur dan membentuk tim delivery unit.
Terkait jabatannya sebagai Kepala Sekretariat Presiden, sebaiknya di-PLT (pelaksana tugas)-kan kepada seorang deputi yang ada di Kantor Presiden agar dia bisa fokus mengurus Jakarta. Di samping itu, Pj bertanggung jawab menjaga Jakarta supaya aman dan damai menjelang dan waktu digelarnya pemilu presiden dan pemilu legislatif pada 14 Februari 2024, serta pemilihan gubernur Jakarta 27 November 2024.
Dalam urusan ini, dia wajib netral, tak memolitisasi ASN, dan tidak maju sebagai calon gubernur Jakarta tahun 2024.
Terakhir, Pj perlu membantu pemerintah pusat dalam memperlancar pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara di Kalimantan Timur, seraya memperjuangkan regulasi baru bagi Provinsi DKI Jakarta setelah tidak menjadi IKN (pengganti UU DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara No 29 Tahun 2007). Hendaknya Jakarta yang luas wilayahnya kecil saja tetap memiliki otonomi tunggal di tingkat provinsi dan diberi status otonomi khusus bidang ekonomi dan bisnis.
(Djohermansyah DjohanGuru Besar IPDN, Pj Gubernur Provinsi Riau 2013-2014)