Negara-negara besar memiliki tanggung jawab yang juga besar. Mereka menentukan apakah Indo-Pasifik menjadi kawasan damai atau medan pertempuran.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Perang di Ukraina sudah cukup membuat banyak negara, termasuk negara Asia, susah. Bisa dibayangkan jika perang terjadi di kawasan Indo-Pasifik.
Di tengah persaingan China-Amerika Serikat (AS) yang tak kunjung reda, kekhawatiran terjadinya perang di Indo-Pasifik bukannya tanpa alasan. Letupan yang berujung pada perang terbuka tidak mustahil terjadi. Bagaimana situasinya jika perang di antara kedua kubu benar-benar pecah?
Respons China setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi berkunjung ke Taiwan mungkin sedikit menggambarkan seandainya perang terjadi di Selat Taiwan, yang merupakan bagian dari Indo-Pasifik. Lebih kurangnya (tampak dari latihan perang yang dilakukan China setelah kunjungan Pelosi itu) blokade akan dilakukan terhadap Taiwan. Pada saat yang sama, kekuatan militer AS membalas dari selatan Taiwan. Rudal jelajah dan pesawat nirawak dikerahkan kedua pihak. Kapal selam menembakkan torpedo. Pesawat tempur meraung-raung di angkasa.
Jalur perdagangan di Laut China Selatan berhenti. Kapal minyak dari Timur Tengah yang hendak menuju Asia Timur tidak berlayar. Perdagangan negara Asia Tenggara dengan Jepang, China, dan Korea Selatan ikut berhenti. Inflasi dan kelangkaan barang jauh lebih parah ketimbang sekarang.
Bayangkan pula jika perang pecah di Samudra India. Dua kekuatan yang bersaing itu mengerahkan armada laut dan udara dalam jumlah tak sedikit. Kapal barang dan tanker jelas tak lagi melintas di perairan itu. Seperti skenario perang di Taiwan, konflik bersenjata di Samudra India bakal meremukkan negara-negara yang tak terlibat dalam konflik.
Siapa pun sesungguhnya tidak ingin hal tersebut terjadi. Bahkan, kedua pihak yang bersaing itu juga mati-matian berupaya agar tidak pecah perang di antara mereka mengingat dampaknya sangat menyengsarakan. Perang merugikan siapa pun. Kalah jadi abu, menang jadi arang.
Dalam situasi ini, ada pandangan bahwa memiliki kekuatan militer yang mumpuni dan memamerkannya kepada dunia justru bagian dari upaya mencegah perang terbuka. Sebuah negara berpikir beribu-ribu kali untuk mengawali serangan karena lawan akan mampu membalasnya.
Latihan perang yang dilakukan China setelah kunjungan Pelosi ke Taiwan rasanya dapat dilihat dalam perspektif itu. Demikian pula rangkaian latihan perang yang diselenggarakan AS di kawasan Indo-Pasifik, seperti diberitakan Kompas pada Selasa (27/9/2022). Persaingan mungkin semakin tajam, tetapi semua pihak justru kian berhati-hati.
Kita berharap di tengah kondisi kurang menggembirakan itu, komunikasi kedua kubu justru kian intensif. Setiap kecurigaan disampaikan kepada lawan lewat jalur khusus sehingga menutup celah kemungkinan salah perhitungan. Inilah yang disebut sebagai tanggung jawab negara besar. Mereka sangat menentukan apakah kawasan luas yang disebut Indo-Pasifik damai atau menjadi medan pertempuran.