”The right to seek safety”. Hak untuk mendapatkan keselamatan. Itulah tema peringatan Hari Pengungsi Sedunia 2022, yang dirayakan setiap tahun pada 20 Juni.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Dua tahun terakhir, perhatian kepada pengungsi meredup karena pandemi Covid-19 nyaris mendera seluruh negara di dunia ini. Ketegangan geopolitik yang berujung pada berbagai krisis global kian meminggirkan nasib pengungsi. Indonesia pun dalam berbagai kesempatan diplomasi di sela-sela Sidang Umum Ke-77 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terus menyuarakan nasib pengungsi, khususnya Rohingya (Myanmar), Afghanistan, dan Palestina.
Di New York, Amerika Serikat, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu dengan berbagai pihak, membahas nasib pengungsi, antara lain dengan Komite Internasional Palang Merah (ICRC), beberapa negara, dan pimpinan PBB terkait. ”Kalau urusan politik tidak selesai, urusan pengungsi ini juga tidak akan selesai, bahkan mungkin semakin banyak,” kata Retno, Jumat (23/9/2022) (Kompas, 25/9).
Dalam pidato di Sidang Umum PBB, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob menyebutkan pula, krisis politik di Myanmar memperburuk kondisi jutaan pengungsi Myanmar, termasuk Rohingya. Atas dasar kemanusiaan, Malaysia menerima hampir 200.000 pengungsi Rohingya dan berharap negara lain bertanggung jawab menerima lebih banyak pengungsi untuk ditampung. Dunia juga penting mengatasi akar masalah krisis Rohingya (Kompas.id, 25/9).
Pentingnya perhatian kepada pengungsi di dunia ini, yang diserukan Indonesia dan Malaysia, sejalan dengan kian menurunnya situasi pandemi dan jumlah pengungsi yang kian bertambah. Bahkan, laporan Tren Global 2021 Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), yang dirilis pada 17 Juni lalu, menyebutkan, pada akhir tahun 2021, mereka yang terpaksa melakukan pelarian dari perang, kekerasan, penganiayaan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) mencapai 89,3 juta orang, meningkat 8 persen dari tahun sebelumnya.
Jumlah pengungsi pada akhir tahun 2021 meningkat menjadi 27,1 juta orang, meningkat dari 26,4 juta tahun 2020. Tahun 2022, invasi Rusia terhadap Ukraina mengakibatkan krisis kepengungsian tercepat dan salah satu yang terbesar sejak Perang Dunia II, ditambah beberapa krisis lain, mendorong jumlah orang yang terpaksa melakukan pelarian melampaui 100 juta orang pada Mei 2022.
Sambil mencari dan menyelesaikan akar masalah terjadinya pelarian penduduk suatu negara ke negara lain, nasib pengungsi itu perlu segera mendapatkan penyelesaian. Apalagi, ribuan orang di antaranya sudah bertahun-tahun berada di suatu negara tanpa kepastian. Alasan kemanusiaan memang penting, tetapi tidak selamanya menyelesaikan masalah. Bahkan, bisa saja menimbulkan masalah baru di dalam negeri.
Seruan Indonesia dan sejumlah negara, yang tak boleh lelah, semoga bisa melahirkan kesepakatan baru antarbangsa untuk mengatasi pengungsian secara adil. Mereka juga manusia.