Bank Indonesia menaikkan suku bunga guna menjaga nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar uang global.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Kita apresiasi, Bank Indonesia akhirnya menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 basis poin untuk menjaga inflasi dan nilai tukar rupiah.
Kebijakan moneter itu harus didukung dari sisi fiskal karena keduanya saling melengkapi. Presiden Joko Widodo meminta para menterinya menghitung betul dampak kenaikan harga energi dan pangan terhadap subsidi dan ketahanan anggaran belanja negara. Pada sisi lain, bila subsidi energi dikurangi, harus dihitung juga dampaknya pada inflasi, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada Selasa (23/8/2022) memutuskan suku bunga acuan BI naik menjadi 3,75 persen. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, menaikkan suku bunga acuan adalah langkah berjaga-jaga mengantisipasi kenaikan inflasi inti dan ekspektasi inflasi. Selain itu, juga untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Inflasi yang kita alami saat ini disebabkan inflasi global. Karena itu, pendekatan kita harus lebih hati-hati dalam melihat dan menyelesaikan persoalan inflasi. Salah satu sebabnya, kita juga berpotensi mendapat manfaat dari harga pangan dan energi global yang tinggi, seperti tecermin dari harga minyak sawit mentah dan batubara.
Saat ini inflasi inti, yaitu komponen inflasi yang pergerakannya cenderung tetap masih rendah. Hingga Juli 2022 besarnya 2,86 persen secara tahunan. Meski demikian, BI memprediksi inflasi inti akan mencapai 4,15 persen, di atas sasaran BI sebesar 4 persen.
Bank Indonesia menaikkan suku bunga juga dengan tujuan menjaga nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar uang global. Sejauh ini, nilai tukar rupiah masih terjaga. Meski demikian, langkah menaikkan suku bunga acuan tetap penting mengingat Bank Sentral Amerika Serikat sudah menaikkan suku bunganya pada akhir Juli 2022 menjadi 2,25-2,5 persen. Menyempitnya perbedaan suku bunga di Amerika Serikat dan Indonesia dapat mendorong keluarnya investasi di pasar uang dari Indonesia.
Belajar dari pengalaman pandemi Covid-19, ancaman instabilitas geopolitik, dan perubahan iklim, Indonesia harus segera dapat lebih mandiri dalam energi dan pangan. Sumber inflasi, yaitu harga energi dan pangan, bersifat global. Kita seharusnya dapat memproduksi pangan sendiri mengingat tingginya keragaman hayati pangan lokal kita. Sumber energi nonfosil pun kita miliki, yaitu air, angin, dan panas bumi. Mempercepat pemanfaatan sumber energi nonfosil memerlukan dukungan politik dan sejalan dengan semangat zaman untuk energi tanpa emisi kabon.
Kita juga harus memiliki strategi mengekspor bahan pangan dan sumber energi yang memiliki keunggulan komparatif dan berdaya saing kuat di pasar internasional, seperti minyak sawit dan baterai listrik. Kewirausahaan perlu ditumbuhkan agar lahir pengusaha yang dapat mengembangkan sumber daya lokal untuk pasar dalam negeri dan ekspor. Keuntungan dari hasil ekspor harus kembali ke Indonesia untuk memperkuat nilai rupiah.