Masyarakat, apalagi penggemar K-Pop dan drama Korea, terkesiap. Sebagian Seoul, termasuk Distrik Gangnam, yang termasyhur itu, kebanjiran sampai memakan korban jiwa. Ada apa dengan salah satu kota termaju se-Asia itu?
Oleh
NELI TRIANA
·4 menit baca
SUPRIYANTO
Neli Triana, wartawan Kompas
Banjir besar yang menerjang Seoul, Korea Selatan, awal pekan ini mengejutkan banyak pihak, baik warga lokal maupun asing. Salah satu kawasan terkenal, yaitu Gangnam, termasuk distrik atau area yang cukup parah terendam. Sedikitnya lima warga Seoul tewas karena banjir dan pemerintah kota setempat dihujani kritik pedas karena dinilai tak mampu mengantisipasi bencana yang sebenarnya sudah dapat diprediksi.
Seoul identik dengan kota maju dan modern dengan fasilitas publik cukup mumpuni. Di Asia, Seoul masuk jajaran teratas kota paling maju. Saat berkesempatan menjelajah kota ini beberapa waktu lalu, Seoul telah memiliki layanan jaringan transportasi umum yang memadai. Pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia, Olimpiade, juga Asian Games, ibu kota budaya K-Pop hingga drama korea dengan jutaan penggemar di seluruh dunia ini juga dikenal dengan taman-taman kotanya yang luas, hijau, lagi cantik.
Seoul dikenal dengan fasilitas pengelolaan sampah perkotaan yang jadi rujukan banyak kota global. Ada Taman Haenul di dekat World Cup Stadium yang dulunya adalah bukit sampah tetapi kemudian ditata dan dimanfaatkan sebagai taman kota serta menyumbang energi listrik bagi Seoul. Ada juga tempat pengelolaan sampah Sudakwon yang dikelola hingga dapat dimanfaatkan sebagai lapangan golf, perumahan mewah, dan taman kota.
Bagaimana Seoul melestarikan Sungai Han dari aliran yang kotor penuh sampah dan limbah menjadi bersih dan tertata sempat menjadi acuan penataan Ciliwung di Jakarta. Kota ini bahkan pernah meruntuhkan jalan layang demi mewujudkan aliran Sungai Cheonggyecheon bersih dan ruang terbuka sehat di tengah kepadatan Seoul. Sekilas, Seoul tampak seperti kota kekinian dan rujukan masa depan yang ideal.
Sungai Cheonggye atau Cheonggyecheon di kota Seoul, Korea Selatan, Mei 2009.
Namun, hujan luar biasa lebat yang mendera Seoul meruntuhkan imaji nyaris sempurna tentang kota itu. Reuters pada 11 Agustus 2022 melaporkan dalam kanalnya, perhitungan terakhir ada 11 korban tewas akibat banjir besar Korea Selatan. Sumber berita lain menyebut di Seoul saja ada lima tewas dan empat lainnya hilang. Banjir yang dimulai sejak Senin dan berangsur surut Rabu (10/8/2022) itu menyebabkan longsor, aliran listrik terputus, jalan-jalan tergenang. Jaringan kereta komuter bawah tanah terputus karena stasiun dan rel terendam.
Reuters menyebut, korban banjir rata-rata adalah kaum miskin kota yang tinggal di unit hunian di lantai bawah tanah. Ini mengingatkan pada Parasite, film besutan sutradara Bong Joon-ho pemenang Oscar tahun 2020.
Gangnam yang mirip Jakarta, area rawa dataran rendah yang kini ditutup bangunan, lapisan jalan, dan berbagai aktivitas urban lainnya, merupakan bagian dari kerusakan massal yang menggerogoti bumi.
Mendapatkan tempat tinggal layak sudah bukan rahasia lagi menjadi hal sulit bagi sebagian warga Seoul. Pilihan terjangkau tapi tak menguntungkan dari sisi kesehatan dan kenyamanan adalah menyewa ruang bawah tanah dari suatu bangunan di sana. Hunian bawah tanah itu pengap dan rawan banjir, terlebih di area Gangnam yang merupakan bekas rawa-rawa dan dataran rendah.
Banjir pekan ini membuka mata mengenai kesenjangan hidup di Seoul senyata-nyatanya, tak sekadar seperti gambaran di film Parasite. Di sisi lain, Korean Heraldmenuding kesalahan ada di pundak Wali Kota Seoul Oh Se-hoon. Pemerintah kota di bawah Oh Se-hoon disebut telah memotong 46,7 miliar won atau setara Rp 526 miliar dari anggaran fasilitas pembuangan limbah serta 42,9 miliar won dari pengendalian banjir dan pemeliharaan anggaran sungai dan anak-anak sungai.
KOMPAS
Seoul di Korea Selatan Terendam Banjir
Kanal berita itu menegaskan, fasilitas di pusat pengolahan limbah sangat penting karena kota-kota besar menggunakan jaringan pengolahan limbah untuk mengalirkan luapan volume air dari semua saluran kala curah hujan tinggi serta banjir terjadi.
Dalam sebuah laporan yang diinisiasi Dewan Kota Seoul yang dikutip Korean Herald, para peneliti menganalisis anggaran Seoul untuk 2022 dan memperingatkan potensi efek pemotongan, terutama yang terkait dengan pabrik pengolahan limbah.
Mereka menunjukkan rencana awal Seoul memotong anggaran untuk Perusahaan Daur Ulang Air Seoul, perusahaan daerah yang mengelola pengolahan limbah Seoul, akan mengganggu pemeliharaan, penggantian, dan perbaikan fasilitas yang rusak.
Wali Kota Oh Se-hoon buru-buru mengumumkan pada hari Rabu bahwa pemerintah akan menghabiskan 1,5 triliun won dalam satu dekade ke depan untuk membangun enam terowongan bawah tanah besar guna menyimpan sekaligus melepaskan air hujan demi mencegah banjir.
(a) Hubungan intensitas-frekuensi-durasi curah hujan ekstrem untuk (kiri) basah dan (kanan) ketika monsun kering untuk tiga periode iklim yang berbeda (garis berwarna). Peristiwa curah hujan didefinisikan sebagai terjadinya curah hujan lebih dari 0,2 mm per jam, dan curah hujan ekstrem diwakili oleh kelas kumulatif per jam curah hujan melebihi ambang batas persentil ke-95 untuk setiap kelas durasi. Bayangan untuk periode iklim menunjukkan penyimpangan durasi hujan. Batang vertikal (diberi label pada sumbu kanan) menunjukkan jumlah total kejadian basah. Peristiwa tunggal dalam kelas durasi curah hujan tertentu tidak ditampilkan. (b) Curah hujan ekstrem sebagai fungsi suhu (T, kiri) dan suhu titik embun (Td, kanan) 4 jam sebelum kejadian hujan di Obs Jakarta. untuk persentil ke-90, ke-99, dan ke-99.9 (ditunjukkan dengan warna biru, hijau, dan merah, masing-masing) dikumpulkan selama periode 1900-2010. Bayangan mewakili 2 kali simpangan baku yang diturunkan dari resampling bootstrap (n = 1000). Garis putus-putus latar belakang menunjukkan hubungan penskalaan 1CC dan 2CC. Sumber: Siswanto (Meteorological Society of Japan, 2022)
Namun, sejumlah pihak menyatakan kebijakan tersebut tidak akan menutup berbagai isu yang tengah terjadi. Banjir ternyata tidak sekarang saja terjadi. Pada 2012, kejadian serupa terjadi dan berbuntut dengan ketuk palu program fisik penanggulangan banjir. Banjir menjelang medio Agustus ini salah satunya disebut karena tingginya curah hujan. Pada Senin (8/8/2022), curah hujan mencapai 115 milimeter per jam di atas standar 85 milimeter per jam yang dapat diatasi oleh fasilitas antibanjir Seoul. Infrastruktur banjir paska 2012 terbukti tak mampu mencegah air bah 10 tahun kemudian.
Sebagian pihak kemudian mengingatkan kembali tentang sebagian tutupan hijau dan biru di bumi yang kian rusak memicu pemanasan global dan berujung pada perubahan iklim. Gangnam, area rawa dataran rendah yang kini ditutup bangunan, lapisan jalan, dan berbagai aktivitas urban lainnya, bagian dari kerusakan massal yang menggerogoti bumi. Fenomena cuaca ekstrem, termasuk curah hujan tinggi jauh di atas perkiraan, diprediksi oleh ahli iklim dan lingkungan di seluruh dunia bakal makin sering terjadi.
Kota-kota tempat konsentrasi hidup jutaan penghuni planet ini didorong agar terus mampu beradaptasi dengan situasi yang kian genting. Pola adaptasi seperti jenis hunian yang tidak melulu di atas daratan tetapi bisa mengapung di perairan atau menyisakan banyak ruang di kaki bangunan untuk tempat air meluap sudah menjadi pilihan. Menambah dan memaksimalkan ruang-ruang hijau dan biru untuk menampung, menyerap, serta mempertahankan ketersediaan air bersih tak dapat ditunda lagi. Itu baru sedikit dari banyak program pembangunan perkotaan ramah lingkungan.
Kondisi Gangnam dan riwayatnya mengingatkan pada kawasan Jabodetabek yang juga bekas rawa-rawa luas kemudian ditimbun. Di sini pekerjaan rumah untuk beradaptasi dengan perubahan iklim seperti di Seoul juga masih menumpuk tak tergarap. Pada awal 2020, banjir di Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya membuka kembali buruknya sistem drainase kawasan, upaya tak sinkron antar-kawasan bertetangga dan menjadi aglomerasi dalam menangani banjir, juga teralihkannya sebagian anggaran pengendalian banjir karena kebijakan pemerintah daerah.
Foto udara banjir yang merendam kawasan permukiman padat di Kelurahan Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2020). Banjir akibat curah hujan yang tinggi ini tidak hanya merendam kawasan permukiman tetapi juga memutus akses jalan di sejumlah wilayah di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Foto udara hunian warga terendam banjir di kawasan Jatibening, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/2/2020) pukul 09.45. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bekasi, hingga Selasa pagi, ada 11 kecamatan terdampak banjir. Ketinggian banjir bervariasi mulai dari 30 sentimeter hingga 150 cm.
Melihat lebih detail, harian ini berulang kali melaporkan terjadinya bencana hidrometeorologi lain, termasuk longsor, di Jabodetabek. Kejadiannya tak hanya pada 2020, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya, bahkan dalam dua tahun terakhir kala pandemi Covid-19 melanda. Namun, lagi dan lagi, sampai sekarang belum jua ditelurkan kebijakan komprehensif hulu-hilir dalam penanganan bencana hidrometeorologis di Jabodetabek juga kawasan aglomerasi lain di Indonesia.
Alhasil, sewaktu-waktu nanti semua pihak akan terkaget-kaget dan terseok-seok menanganinya kembali ketika terjadi bencana. Begitu terus, berulang dan berulang. Seoul sebenarnya adalah wajah banyak kota-kota di dunia, termasuk Jakarta dan kota lain di Tanah Air.