Tenaga kesehatan sudah dilatih untuk mencegah terjadi kecelakaan tertusuk jarum. Meski demikian, kesibukan kerja serta situasi yang mengharuskan tenaga kesehatan bertindak cepat memungkinkan terjadinya kecelakaan itu.
Oleh
DR SAMSURIDJAL DJAUZI
·6 menit baca
RONY ARIYANTO NUGROHO
Seorang perawat lengkap dengan pakaian hazmat di ruang khusus perawatan pasien Covid-19, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021).
Kecelakaan kerja dapat terjadi di mana saja. Kecelakaan kerja tak hanya terjadi di pabrik atau perusahaan konstruksi, tetapi dapat juga terjadi di rumah sakit. Istri saya perawat, usia 25 tahun, dia melaporkan sekitar seminggu yang lalu saat pulang bertugas di rumah sakit, dia tertusuk jarum yang tercemar darah pasien.
Dia sekarang sedang bertugas di unit gawat darurat rumah sakit. Pasien yang datang minta pertolongan ke unit gawat darurat biasanya mengalami penyakit yang harus segera ditolong. Hari itu, pasien banyak sehingga dia agak lalai dan terjadilah kecelakaan tersebut.
Sebagai orang awam, saya merasa tertusuk jarum merupakan kecelakaan kecil. Perlu pertolongan dengan antiseptik, jika perlu minum antibiotik. Namun, proses yang dijalani oleh istri saya cukup panjang. Setelah melapor ke manajemen rumah sakit, dia harus segera berkonsultasi dengan dokter.
Sebagian tenaga kesehatan sudah menjalani imunisasi hepatitis B. Biayanya ada yang ditanggung rumah sakit, tetapi juga ada yang menggunakan biaya tenaga kesehatan sendiri.
Dokter menanyakan bagaimana kecelakaan tersebut terjadi dan kapan terjadinya. Dokter juga menanyakan apakah diketahui jarum yang digunakan untuk pasien yang mana, apakah keadaan penyakit pasien tersebut sudah diketahui, terutama apakah pasien tersebut menderita hepatitis B atau HIV.
Ternyata tusukan jarum yang tercemar berisiko untuk menularkan penyakit HIV dan hepatitis B. Semua tenaga kesehatan sebenarnya sudah dilatih untuk bekerja dengan aman agar tak mengalami kecelakaan tertusuk jarum ini. Namun, kecelakaan tentu tetap masih dapat terjadi.
Untuk kasus istri saya, penderita tak diketahui apakah menderita hepatitis B. Namun, memang yang bersangkutan sudah tiga tahun ini minum obat antiretroviral untuk HIV. Istri saya sendiri sudah menjalani vaksinasi hepatitis B sebelum bekerja di rumah sakit sebanyak tiga kali. Biasanya, orang yang sudah menjalani vaksinasi hepatitis B tiga kali sudah mempunyai kekebalan untuk mencegah tertular hepatitis B.
Dokter menganjurkan agar darah istri saya tetap diperiksakan untuk hepatitis B dan HIV. Hasilnya kekebalan istri saya terhadap hepatitis B masih bagus. Tes untuk HIV negatif, tetapi harus diulang 3 bulan lagi. Istri saya juga ditawarkan untuk minum obat antiretroviral pencegahan selama satu bulan. Sebenarnya risiko tertular HIV dari orang yang minum obat antiretroviral secara teratur, kata istri saya, amat rendah. Untuk keamanan, istri saya memilih minum obat pencegahan tersebut.
Saya ingin mendapat penjelasan Dokter tentang kecelakaan tertusuk jarum di layanan kesehatan. Apakah hal tersebut sering terjadi dan apakah ada kejadian tenaga kesehatan yang tertular hepatitis B atau HIV dari kecelakaan tersebut? Saya ingin menanyakan apakah tidak sebaiknya semua tenaga kesehatan di rumah sakit mendapat vaksinasi hepatitis B?
Apakah pemerintah mempunyai program untuk melakukan imunisasi hepatitis B bagi semua tenaga kesehatan? Menurut hemat saya, kegiatan tersebut amat bermanfaat untuk mencegah penularan hepatitis B di layanan kesehatan. Terima kasih atas penjelasan Dokter.
M di J
Kecelakaan tertusuk jarum merupakan kejadian yang dapat terjadi baik di Indonesia maupun di luar negeri. Pada umumnya, tenaga kesehatan sudah dilatih untuk mencegah terjadi kecelakaan tertusuk jarum ini. Meski demikian, kesibukan kerja serta situasi yang mengharuskan tenaga kesehatan bertindak cepat memungkinkan terjadinya kecelakaan tertusuk jarum ini.
Menurut statistik kejadian kecelakaan tertusuk jarum sekitar 27 kali per tempat tidur per tahun. Jadi, jika sebuah rumah sakit memiliki 1.000 tempat tidur, potensi kejadian kecelakaan tertusuk jarum sekitar 270 kali per tahun. Sudah tentu, kita semua harus mencegah kejadian tersebut agar tak menimbulkan penularan penyakit pada tenaga kesehatan.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas vaksinator membuang jarum suntik ke wadah limbah medis saat vaksinasi massal Covid-19 yang digelar oleh Puskesmas Cipadu di halaman SD Negeri Kreo 05, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (28/8/2021).
Sebenarnya selain kecelakaan tertusuk jarum yang tercemar darah pasien, juga dapat terjadi paparan cairan tubuh pasien pada selaput lendir mulut, mata, atau hidung. Paparan cairan tubuh atau darah pasien pada kecelakaan tusuk jarum atau paparan pada selaput lendir ini berisiko menularkan hepatitis B, hepatitis C, dan HIV.
Risiko penularan hepatitis B jika tenaga kesehatan tidak mempunyai kekebalan terhadap hepatitis B (baik karena belum mendapat vaksinasi maupun tidak pernah sakit hepatitis B) adalah 6 sampai 30 persen. Sementara risiko penularan hepatitis C 3 sampai 6 persen dan HIV 0,1 sampai 0,3 persen.
Untunglah, pada umumnya orang dengan HIV (Odha) di Indonesia sudah mendapat obat antiretroviral sehingga dalam darahnya jika diperiksa pada umumnya tak ditemukan RNA virus HIV. Sementara tenaga kesehatan di Indonesia dianjurkan untuk menjalani vaksinasi hepatitis B jika belum mempunyai kekebalan.
Kita belum mempunyai vaksinasi hepatitis C. Jadi, yang dapat dilakukan ialah mengamalkan universal precaution, yaitu sikap dan tindakan kehati-hatian agar tidak mengalami kecelakaan tertusuk jarum atau terpapar cairan tubuh pasien.
Bidan, misalnya, berisiko tepercik air ketuban ketika menolong persalinan. Air ketuban tersebut dapat terpapar ke selaput lendir mulut, mata, atau hidung. Karena itulah, dalam universal precaution pada tindakan menolong persalinan perlu memakai sarung tangan, masker, kacamata, dan gaun pelindung.
Imunisasi hepatitis B
Anda benar, petugas kesehatan perlu mendapat imunisasi hepatitis B. Di luar negeri, imunisasi hepatitis B pada tenaga kesehatan merupakan program pemerintah dan dibiayai oleh pemerintah. Di Indonesia, kita sedang membangun kesadaran pentingnya imunisasi hepatitis B pada tenaga kesehatan. Sebagian tenaga kesehatan sudah menjalani imunisasi hepatitis B. Biayanya ada yang ditanggung oleh rumah sakit, tetapi juga ada yang menggunakan biaya tenaga kesehatan sendiri.
Kita amat berharap semoga tahun 2023 imunisasi hepatitis B untuk tenaga kesehatan ini juga menjadi program pemerintah. Sebenarnya Kementerian Kesehatan sudah mencanangkan pada tahun 2030, hanya 8 tahun lagi. Di Indonesia, masalah hepatitis B sudah bukan merupakan masalah kesehatan yang utama lagi. Ini akan dapat dicapai melalui kebiasaan hidup bersih dan imunisasi hepatitis B pada tenaga kesehatan.
Kita beruntung pemerintah telah menjalankan program imunisasi hepatitis B pada bayi. Semua bayi di Indonesia berhak untuk mendapat imunisasi hepatitis B. Selain itu, pemerintah juga punya program triple elimination, yaitu eliminasi hepatitis B, HIV, dan sifilis pada ibu hamil agar jangan menularkan pada bayi yang dikandungnya. Caranya, ibu hamil akan dites ketiga penyakit tersebut, dan jika ditemukan, akan diobati.
Nah, kembali ke kecelakaan tertusuk jarum pada istri Anda, dia beruntung sudah mendapat imunisasi hepatitis B dan juga sekarang sudah minum obat pencegahan HIV. Mudah-mudahan pada penilaian akhir, yaitu tes HIV pada 3 bulan dan tes hepatitis C paling lambat 6 bulan, hasilnya akan negatif yang menandakan kecelakaan tersebut tidak menularkan penyakit.
Syukurlah risiko tertular hepatitis B, hepatitis C, dan HIV pada tenaga kesehatan rendah. Namun, setiap tenaga kesehatan harus menjalankan gaya hidup sehat serta mengamalkan universal precaution dalam bertugas. Kita juga berharap kebijakan Kementerian Kesehatan untuk mengendalikan hepatitis di negeri kita akan berhasil sehingga generasi muda kita terbebas dari penularan virus hepatitis. Salam sehat buat Anda sekeluarga.