Cegah Penularan, Vaksinasi Hepatitis pada Tenaga Kesehatan Dimulai 2022
Perlindungan bagi tenaga kesehatan dari risiko penularan hepatitis B perlu diperkuat dengan pemberian vaksinasi. Pemerintah pun berencana menjalankan program vaksinasi bagi semua tenaga kesehatan pada 2022.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tenaga kesehatan termasuk kelompok rentan pada penularan hepatitis. Prevalensi infeksi hepatitis, terutama hepatitis B, pada tenaga kesehatan 10 kali lebih besar dibandingkan dengan populasi umum. Karena itu, perlindungan berupa vaksinasi harus diberikan.
Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Irsan Hasan menyampaikan, saat ini belum ada program khusus dari pemerintah untuk melindungi tenaga kesehatan dari penularan hepatitis. Padahal, tenaga kesehatan berisiko tinggi terpapar infeksi hepatitis dari pasien yang bisa didapatkan melalui darah ataupun cairan tubuh lain dalam perawatan ataupun keperluan laboratorium.
”Petugas kesehatan atau petugas sosial yang berisiko terpapar cairan tubuh yang infeksius seharusnya bisa mendapatkan perlindungan lewat vaksinasi hepatitis B,” tuturnya di sela-sela konferensi pers terkait peringatan Hari Hepatitis Sedunia 2021, yang diikuti secara virtual, di Jakarta, Rabu (28/7/2021).
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 2013-2017, insidensi kejadian tusukan ataupun cedera pada tenaga kesehatan mencapai 13,3 kasus per 1.000 orang. Kejadian cedera ini paling banyak terjadi saat menggunakan alat dan sebelum membuang alat.
Irsan menuturan, kejadian tersebut membuat tenaga kesehatan mudah terpapar infeksi dari pasien yang dirawatnya. Hal ini perlu dicegah agar risiko perburukan akibat infeksi hepatitis bisa dicegah.
Terdapat beberapa jenis virus hepatitis, yakni hepatitis A, B, C, D, dan E. Namun, di antara semua jenis tersebut, virus hepatitis B dan C yang perlu lebih diwaspadai karena bisa menimbulkan komplikasi yang berat hingga kematian. Virus ini lebih banyak menular pada bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis, tenaga kesehatan dan tenaga laboratorium, orang yang melakukan aktivitas seksual yang tidak aman, serta pengguna jarum suntik yang tidak steril.
Petugas kesehatan atau petugas sosial yang berisiko terpapar cairan tubuh yang infeksius seharusnya bisa mendapatkan perlindungan lewat vaksinasi hepatitis B. (Irsan Hasan)
Secara global, 2 miliar penduduk dunia telah terinfeksi hepatitis B. Sebanyak 240 juta di antaranya berlanjut pada kondisi kronis, seperti sirosis dan kanker hati. Sementara kematian yang tercatat mencapai 700.000 orang per tahun.
Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar 2013 mencatat, prevalensi hepatitis B mencapai 7,1 persen atau sekitar 18 juta penduduk. Sebanyak 50 persen di antaranya berisiko mengalami kondisi kronis. Untuk kasus hepatitis C yang tercatat di Indonesia sebanyak 2,5 juta penduduk.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah telah menargetkan eliminasi hepatitis B bisa dicapai pada 2030 dan eliminasi hepatitis C pada 2040. Upaya percepatan pengendalian hepatitis pun telah dilakukan.
Itu, antara lain, dengan melakukan deteksi dini hepatitis B minimal pada 90 persen ibu hamil yang dilakukan secara terintegrasi dengan pemeriksaan HIV dan sifilis. Deteksi dini hepatitis C juga dilakukan pada populasi berisiko, seperti pengguna jarum suntik, orang dengan HIV/AIDS, warga binaan pemasyarakatan, dan pasien hemodialisa.
Kompas
Anak balita dan anak-anak mengikuti vaksinasi ulang di Puskesmas Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (18/7). Vaksin yang diberikan adalah vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus), HB (hepatitis B), dan HiB (haemophilus influenza tipe B), serta oral polio vaccine (OPV).
Pemerintah pun berupaya untuk meningkatkan layanan hepatitis C di 34 provinsi. Saat ini baru 18 provinsi yang memiliki layanan hepatitis C. Layanan hepatitis ini tersedia di 40 rumah sakit yang dilengkapi dengan fasilitas pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi pasien.
”Sebagai upaya pencegahan penularan pada tenaga kesehatan, vaksinasi hepatitis B, menurut rencana, akan dimulai pada 2022. Itu karena masih butuh beberapa persiapan tertentu dalam pelaksanaan kebijakan ini,” kata Nadia.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, intervensi pada sisi hulu, baik pada promotif maupun preventif, harus menjadi fokus utama dalam upaya pengendalian berbagai penyakit, termasuk hepatitis. Deteksi dini juga diperlukan, terutama pada ibu hamil dan populasi berisiko.
”Upaya pengendalian di sisi hulu pada penyakit menular, termasuk hepatitis, sangat menentukan terhadap beratnya tekanan di sisi hilir, yakni di rumah sakit. Dan, itu juga akan menentukan kehidupan di masa depan. Jadi, kita pastikan perlindungan akan diberikan secara optimal,” katanya.