Cegah Penularan Hepatitis dari Ibu ke Anak dengan Antiviral
Prevalensi hepatitis B di Indonesia tinggi. Penularan hepatitis B paling besar terjadi secara vertikal dari ibu hamil ke bayi selama masa kehamilan. Upaya pencegahan harus diperkuat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ibu hamil yang terinfeksi hepatitis B berisiko tinggi menularkan secara langsung pada bayi selama masa kehamilan. Bayi yang lahir dari ibu hepatitis B pun dapat mengalami penyakit hati kronis di masa depan. Melalui intervensi sejak dini, penularan tersebut bisa dicegah.
Ketua Umum Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (KIPD) yang juga Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia Irsan Hasan menuturkan, jumlah anak yang terinfeksi hepatitis B di Indonesia masih tinggi sekalipun vaksinasi hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) sudah diberikan kepada bayi dari ibu yang terinfeksi hepatitis B. Hal ini dinilai karena intervensi yang dilakukan masih kurang tepat.
”Para ahli telah mengatakan bahwa kita harus menekan jumlah virus dari ibu. Untuk itu, antivirus perlu diberikan pada ibu hamil mulai usia kehamilan 27-28 minggu,” katanya dalam acara peringatan Hari Hepatitis Sedunia, di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Irsan mengatakan, pada studi yang dipublikasi di The New England Journal of Medicine pada 2016, sebanyak 7 persen bayi masih tertular hepatitis B sekalipun sudah mendapatkan vaksinasi hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B ketika baru dilahirkan. Sementara itu, tidak ditemukan adanya penularan pada bayi yang pada masa kehamilan ibunya menerima antiviral tenofovir yang ditambah dengan vaksinasi hepatitis B dan imunoglobulin ketika bayi lahir.
Menurut dia, pemberian vaksinasi dan imunoglobulin hepatitis B tidak cukup untuk mencegah penularan dari ibu ke bayi. Saat ini, intervensi pencegahan hepatitis B di Indonesia belum disertai dengan pemberian antiviral untuk hepatitis B.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia memiliki prevalensi hepatitis B tertinggi di antara negara-negara di wilayah kerja WHO Asia Tenggara. Prevalensi kasus hepatitis B di Indonesia sebesar 7,1 persen, lebih tinggi daripada Myanmar (6,5 persen), Bangladesh (5,5 persen), dan Timor Leste (5,5 persen).
Irsan menyampaikan, pemberian antiviral pada ibu hamil dengan jumlah virus yang tinggi telah terbukti mampu mencegah adanya transmisi hepatitis B secara vertikal dari ibu ke bayi. Pemberian antiviral pada ibu hamil yang terdeteksi positif hepatitis B pun harus dilakukan di Indonesia. Adapun jenis antiviral yang dapat digunakan sesuai rekomendasi global, yakni tenofovir dan telbivudine.
Ketua Kelompok Kerja Infeksi Saluran Reproduksi Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (PP POGI) Alamsyah Aziz menambahkan, pemberian antiviral tenofovir dianjurkan pada ibu hamil yang positif terinfeksi hepatitis B dengan jumlah virus (viral load) lebih dari 200.000 internasional unit/mililiter (IU/mL). Antiviral tenofovir mulai diberikan pada usia kehamilan 28-32 minggu sampai dengan melahirkan. Pastikan pula ibu hamil selalu melakukan kontrol rutin ke dokter.
”Pemberian obat tenofovir ini terus kita monitor sampai melahirkan. Pemberian antiviral ini maksimal setelah tiga bulan melahirkan dan kita juga lakukan pemantauan fungsi hati setiap tiga sampai dengan enam bulan,” katanya.
Alamsyah menuturkan, hal lain yang juga patut menjadi perhatian yakni deteksi dini hepatitis B pada ibu hamil. Pada 2021, pemeriksaan hepatitis B pada ibu hamil baru mencapai 60,28 persen dari estimasi ibu hamil dengan hepatitis B yang sebanyak 4,8 juta orang.
Pemeriksaan ini sangat penting agar semakin banyak kasus yang bisa ditemukan. Dengan begitu, pengobatan bisa segera diberikan dan penularan pada anak bisa ditekan. Anak yang tertular hepatitis B berisiko tinggi mengalami penyakit hati kronis dan kanker hati di masa depan.
Pemberian obat tenofovir ini terus kita monitor sampai melahirkan. Pemberian antiviral ini maksimal setelah tiga bulan melahirkan dan kita juga lakukan pemantauan fungsi hati setiap tiga sampai dengan enam bulan. (Alamsyah Aziz)
Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Tiffany Tiara Pakasi menyampaikan, pemerintah terus berupaya memperkuat upaya pencegahan penularan hepatitis di Indonesia, termasuk hepatitis B. Saat ini, penapisan hepatitis B untuk semua ibu hamil sudah dilakukan.
”Kementerian Kesehatan sudah berencana mengembangkan program pencegahan melalui program pemberian tenofovir pada ibu hamil yang terinfeksi hepatitis B yang dimulai pada 2023. Persiapan sudah dimulai dan diharapkan pilot project bisa dimulai 2022 ini,” tuturnya.