Diperlukan kebaruan dalam pemilihan DK OJK yang semula dipilih secara serentak bersamaan menjadi pemilihan secara parsial. Ini akan lebih menjamin keberlanjutan program kerja yang sudah ada dalam rencana kerja.
Oleh
KRISNA WIJAYA
·5 menit baca
Setelah sempat tertunda, akhirnya Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2022-2027 dilantik pada 20 Juli 2022. Pelantikan DK OJK ini merupakan generasi ketiga sejak berdirinya OJK pada 2012 yang terpilih melalui serangkaian seleksi secara terbuka.
Dapat dikatakan pemilihan dan seleksi calon anggota DK OJK menjadi sangat terbuka untuk siapa saja yang memenuhi persyaratan dapat mendaftarkan ke Panitia Seleksi OJK (Pansel OJK). Seleksi yang ketat baik oleh pansel yang bertugas mencari 21 calon DK OJK, kemudian seleksi oleh Presiden yang menghasilkan 14 calon, dan seleksi terakhir memilih 7 anggota DK OJK yang dipilih oleh DPR.
Seperti pemilihan periode sebelumnya, tampaknya dapat dipastikan bahwa yang terpilih adalah para profesional terbaik di bidang masing-masing. Ketika mengikuti saat seleksi oleh DPR semua calon ketika presentasi menyampaikan gagasan yang bagus, relevan, dan sesuai dengan harapan industri.
Keterwakilan anggota OJK yang baru selain terkait bidangnya juga dari unsur jender, di mana 2 dari 7 anggota OJK adalah perempuan. Demikian juga keberagaman latar belakang pekerjaannya dapat dikatakan memiliki keterwakilan industri yaitu perbankan dan jasa keuangan bukan bank ditambah keterwakilan praktisi dan regulator.
Sesekali tidak ada maksud lain kalau dikatakan bahwa DK OJK terpilih adalah the dream team yang memiliki link and match antara pemahaman teoretis dan praktik serta relasi yang baik dengan instansi terkait maupun pemerintah. Demikian juga dalam pemahaman tantangan OJK periode 2022-2027 sudah dipunyai oleh DK OJK yang baru.
Sebagai kelengkapan agar DK OJK terpilih dapat bekerja secara optimal, ada beberapa catatan yang barangkali perlu menjadi perhatian, antara lain:
Pertama, harapan yang logis tentu agar Roadmap OJK 2021-2025 tetap dapat digunakan sehingga kesinambungan program kerja OJK dapat dilanjutkan. Harapan mungkin klise dan tidak ada unsur kebaruannya, tetapi dalam praktik masih dijumpai kalau terjadi pergantian maka akan dilakukan perubahan.
Makna melakukan perubahan terkadang diartikan berbeda meski tujuannya baik. Justru akan menjadi suatu kebaruan jika dalam setiap pergantian DK OJK tidak serta-merta mengubah semua apa yang dilakukan sebelumnya. Bagaimanapun juga Roadmap OJK yang telah banyak yang sudah dimplementasikan dan tentu akan berlanjut.
Harapan yang logis tentu agar Roadmap OJK 2021-2025 tetap dapat digunakan sehingga kesinambungan program kerja OJK dapat dilanjutkan.
Kalangan industri perbankan dan non-perbankan juga telah banyak melakukan penyesuaian sehubungan dengan Roadmap OJK 2021-2025. Perubahan yang drastis apalagi hanya harus berbeda akan berdampak diperlukannya tambahan waktu untuk menyesuaikan.
Pengertian untuk tetap menggunakan Roadmap OJK 2021-2025 tentu tidak diartikan bahwa DK OJK yang baru sama sekali tidak boleh melakukan penyesuaian atau penyempurnaan. Apabila dipandang sudah baik tentu dapat diteruskan dan bahkan diakselerasi.
Sementara jika masih ada yang perlu disempurnakan jangan sampai menimbulkan kesan hanya karena DK OJK yang lama sudah diganti. Pandangan pergantian DK OJK akan disertai pergantian program kerja yang sudah dilaksanakan kadang menimbulkan sikap pasif.
Kedua, pemilihan DK OJK yang serentak bersamaan, di satu sisi ada unsur kepraktisan, tetapi di sisi lain juga akan menimbulkan masalah tersendiri. Masalah tersebut dapat terjadi ketika harus menyatukan semua visi dan misi masing-masing anggota DK OJK yang dibuat secara spesifik sesuai bidang kerjanya.
Meski demikian, ketika keputusan yang harus diambil atas nama DK OJK bisa saja memerlukan diskusi yang memakan waktu yang memungkinkan terjadi keterlambatan pengambilan keputusan. Bagaimanapun era keterbukaan yang dijanjikan, masih banyak kalangan industri lebih memilih untuk tidak menyampaikan keterlambatan layanan.
Tentu para DK OJK terpilih juga memahami secara garis besar tugas dan fungsi OJK sebagaimna diatur dalam Undang-Undang OJK Nomor 21 Tahun 2012. Meski demikian, dalam praktiknya bisa saja tanpa disadari masing-masing DK OJK hanya akan lebih fokus dengan bidang tugasnya apalagi dikaitkan dengan penilaian kinerjanya.
Sering kali terjadi dan sangat manusiawi, manakala ada keputusan yang berisiko praktis akan lebih dikuasai oleh kepala eksekutif yang membidanginya. Misalnya saja jika terkait masalah perbankan tentu Kepala Ekskutif OJK yang membawahkan perbankan lebih menguasai.
Namun, apabila harus diputus secara bersama oleh DK OJK tentu memerlukan waktu yang sering kali menyita waktu. Di sisi lain bisa saja timbul persepsi mengapa harus ikut memutuskan masalah yang bukan bidangnya. Sikap yang manusiawi yang tidak mudah disalahkan. Bisa jadi kebaruan yang diharapkan industri salah satunya adalah kecepatan dalam pengambilan keputusan.
Ketiga, tampaknya diperlukan kebaruan dalam pemilihan DK OJK yang semula dipilih secara serentak bersamaan menjadi pemilihan DK OJK secara parsial. Mengacu pada masa kerja Dewan Gubernur Bank Indonesia, misalnya, pergantiannya tidak serentak karena masing-masing Dewan Gubernur memiliki masa kerja yang berbeda. Demikian juga ketika saya di LPS, di mana untuk pertama kalinya dipilih, masing-masing anggota DK LPS memiliki masa kerja yang berbeda sehingga tidak terjadi pergantian yang serentak secara bersamaan.
Nilai lebih yang diperoleh melalui pemilihan secara parsial adalah adanya keberlanjutan program kerja yang sudah ada dalam rencana kerja secara keseluruhan. Tentu bukan berarti pejabat baru tidak bisa mempunyai ide dan gagasan sesuai dengan apa yang disampaikan ketika mengikuti seleksi. Tetap bisa dan justru dalam hal link and match menjadi lebih terjamin. Hal lain yang juga memberikan dampak adalah dalam hal kaderisasi. Kadang masih sulit dihilangkan para kader dipersepsikan ”orangnya” DK OJK yang lama.
Bagaimana agar pergantian secara parsial dalam pergantian DK OJK akan menjadi kebaruan era DK OJK 2022-2027. Karena pergantian serentak dasar hukumnya adalah UU OJK Nomor 21/2011, maka tidak ada cara lain kecuali melakukan revisi. Apabila ini dilakukan juga merupakan kebaruan sikap DK OJK saat ini untuk rela jika diberlakukan akan berdampak pada berkurangnya masa kerja.
Alternatif lain usulan revisinya disiapkan oleh DK OJK saat ini kemudian diberlakukan yang periode kepengurusan DK OJK untuk periode 2027-2032. Ada pepatah lebih baik terlambat daripada tidak melakukannya.
Krisna Wijaya, Fakulti Senior Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)