Indonesia kaya akan situs warisan dunia. Selain berkah berupa potensi pariwisata, ada konsekuensi menjaga dan merawat situs-situs tersebut.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kompas menurunkan liputan pengelolaan situs-situs warisan dunia di awal pekan ini. Liputan tersebut mengulas pengelolaan situs-situs warisan dunia, yang wajib dirawat di tengah potensinya sebagai destinasi wisata.
Kunjungan massal salah satunya mengancam situs budaya warisan dunia Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kerusakan di candi ini, di antaranya, berupa keausan pada bagian batu tangga akibat gesekan alas kaki pengunjung. Kerusakan juga karena kunjungan massal yang dibarengi aksi vandalisme dan membuang sampah sembarangan.
Menurut pantauan dan pengukuran sejak 1984 hingga 2021, bangunan Candi Borobudur telah ambles 2 sentimeter.
Salah satu penyebabnya, tekanan dari beban aliran pengunjung yang tanpa dibatasi.
Kunjungan pelancong yang terus bertambah juga dikhawatirkan mengganggu ekosistem Komodo di Taman Nasional (TN) Komodo, Nusa Tenggara Timur. Tren peningkatan pengunjung terpantau sejak 2010. Sebelum pandemi Covid-19, pengunjung di TN Komodo mencapai 221.703 orang pada 2019, meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2018.
Ancaman juga menimpa Hutan Hujan Tropis Sumatera yang ditetapkan sebagai situs alam warisan dunia oleh UNESCO pada 2004. Lima ancaman yang membahayakan kelestarian hutan ini adalah pembangunan jalan di dalam hutan atau taman nasional, gangguan perluasan lahan pertanian, pembalakan liar, perburuan satwa, dan lemahnya kebijakan lembaga institusi serta pemerintah (Kompas, 4/7/2022).
Di mana pun itu, status warisan dunia menaikkan prestise suatu situs dan memunculkan daya tarik pariwisata. Tak heran, situs warisan dunia menjadi tambang pendapatan.
Padahal, tak semua warisan dunia dengan serta-merta ”dijual” untuk pariwisata massal.
Berbagai data dan fakta itu membawa kita pada kesepahaman bahwa situs warisan dunia tidak bisa serta-merta dijadikan tambang pendapatan negara, provinsi, atau kota dan kabupaten setempat. Dalam kasus Candi Borobudur dan TN Komodo, kehadiran pengunjung yang tidak dikendalikan, berdampak negatif terhadap kualitas situs warisan dunia.
RI yang mempunyai sembilan warisan dunia layak bangga dengan koleksi berkategori nilai universal luar biasa (outstanding universal value) itu. Namun, jika tidak dijaga dan dirawat dengan baik, mutunya bisa terdegradasi.
Terhadap warisan dunia yang terdegradasi, UNESCO bisa memasukkannya ke dalam daftar warisan dunia dalam bahaya. Andai kualitasnya memburuk, UNESCO bisa mencabut status warisan dunia, seperti dialami Liverpool, Inggris, pada 2021.
Kita tak ingin kualitas situs-situs warisan dunia di Indonesia terdegradasi. Perlu komitmen semua pihak guna bersama-sama menjaga warisan dunia ini. Satu syarat yang tak bisa ditawar: kepentingan pariwisata dan konservasi harus berjalan seimbang.