Di luar evolusi perang, bahwa tak semua konflik perlu diselesaikan dengan perang konvensional, adanya kekuatan deterens yang memadai tetap dibutuhkan.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
AFP/NICOLAS TUCAT
Dalam foto bertanggal 4 Juni 2021 ini, kru berdiri di dekat pesawat tempur Rafale di atas kapal induk Perancis, Charles-de-Gaulle, di lepas pantai Toulon, Perancis.
Salah satu tanggung jawab dalam memangku kedaulatan negara dengan luas geografis seperti Indonesia adalah secara konsisten menjaga dengan kekuatan andal.
Membangun dan memiliki sarana serta prasarana pertahanan yang memadai adalah salah satu wujud konkretnya. Selain itu, membangun sumber daya manusia (SDM) yang cakap mengoperasikan sarana-prasarana itu dan terlatih.
Hal ini tantangan tidak kecil. Pertama, karena wilayah yang luas. Kedua, keterbatasan kemampuan ekonomi, dan ketiga, ada prioritas pembangunan lain yang tak kalah urgen. Kini di antara urgensi yang ada ialah penanggulangan pandemi Covid-19. Lainnya, terkait peningkatan kemampuan SDM, sesuai program pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo, dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Indonesia tak harus terus terperangkap dalam perdebatan antara ”pedang dan bajak” (sword and plough). Setelah acap kali pengamat mengkritik pemerintah setiap kali ada musibah alat utama sistem persenjataan (alutsista), bahwa itu terjadi karena beli bekas atau sudah tua umurnya, kali ini pemerintah mengambil keputusan tegas dan nyaring kedengarannya.
Kompas/Wisnu Aji Dewabrata
Pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation ditampilkan dalam pameran kedirgantaraan Paris Air Show di Le Bourget, Paris, Perancis, 22 Juni 2017.
Hari Kamis (10/2/2022) di Jakarta, Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly mengumumkan penjualan jet tempur Rafale dan kapal selam Scorpene kepada Indonesia. Pada tahap awal disetujui pembelian 6 jet dari 42 unit yang dipesan.
Tak berhenti pada Rafale, Amerika Serikat beberapa jam setelah pengumuman Perancis itu juga menyusul mengumumkan penjualan 36 unit jet tempur F-15ID. Seperti diberitakan Kompas, Sabtu (12/2/2022), nilai kontrak untuk pembelian semua pesawat itu adalah 22 miliar dollar AS atau sekitar Rp 308 triliun (dengan kurs per dollar Rp 14.000).
Terpilihnya Rafale, dan F-15, mengakhiri wacana panjang pengadaan pesawat tempur, yang antara lain dibutuhkan untuk mengganti jet F-5E Tiger yang purnabakti beberapa tahun silam. Pabrikan yang berminat mengisi kebutuhan Indonesia terentang mulai dari Sukhoi yang menawarkan Su-35, Saab dengan JAS 39 Gripen, Lockheed Martin dengan F-16 Viper, selain Dassault Aviation dengan Rafale dan Boeing dengan F-15EX. Indonesia juga sempat menoleh pada jet Eurofighter Typhoon Austria.
Dari sisi pembuat/penjual, tampak persaingan sengit. Dari sisi pembeli, tampak pula rumitnya memilih. Selain pertimbangan harga, dukungan persenjataan, dan purnajual, juga ada faktor alih teknologi dan ada pula pertimbangan geopolitik.
Dengan Rafale, dan nanti F-15EX jika penjualannya disetujui Kongres AS, TNI Angkatan Udara akan punya postur lebih kokoh meski dari sisi jumlah rencana pembelian itu boleh jadi belum memadai. Tak kalah penting, TNI AU bisa mengenal dan mengoperasikan jet tempur dari generasi lebih canggih (4 +).
Kita berkepentingan memelihara komitmen dan kemampuan untuk tugas menjaga kedaulatan negara. Di luar evolusi perang, bahwa tak semua konflik perlu diselesaikan dengan perang konvensional, adanya kekuatan deterens yang memadai tetap dibutuhkan. Kita berharap Indonesia bisa menata lagi postur pertahanannya dengan kehadiran alutsista baru.