Upaya membangun kekuatan pertahanan bergantung pada kemampuan keuangan negara. Beberapa alutsista yang perlu segera diadakan, seperti pesawat tempur Rafale, masih menunggu kepastian anggaran agar kontrak bisa aktif.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meninjau berbagai alat pertahanan di halaman kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, seusai rapat pimpinan Kemenhan 2022, Kamis (20/1/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Rapat pimpinan Kementerian Pertahanan membahas tentang ancaman dan pembangunan kekuatan menghadapi ancaman tersebut. Salah satu yang menjadi perhatian utama adalah pengadaan pesawat tempur.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, pihaknya sudah memiliki beberapa rencana untuk membeli pesawat tempur. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia ingin memperkuat jajaran pesawat tempurnya, terutama setelah pesawat tempur F5 habis masa pakainya beberapa tahun lalu. Menurut Prabowo, saat ini pembelian pesawat tempur F15 masih dalam tahap negosiasi.
”Yang sudah agak maju Rafale. Saya kira kita tinggal mengaktifkan kontrak saja,” kata Prabowo seusai rapat pimpinan Kementerian Pertahanan, Kamis (20/1/2022).
Prabowo menyoroti kawasan Indo-Pasifik yang menjadi titik temu berbagai kekuatan besar dunia. Akibatnya, perkembangan lingkungan strategis sangat cepat, dinamis, dan kompleks serta memunculkan berbagai ancaman, baik militer, nonmiliter, maupun hibrida. Ia menyoroti berbagai pelanggaran wilayah, baik darat, laut, maupun udara, masih banyak terjadi.
”Kami tadi juga menyerahkan beberapa dokumen strategis untuk digodok angkatan. Kita harapkan dalam satu bulan sudah kembali,” kata Prabowo.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Tubagus Hasanuddin, mengatakan, saat ini Indonesia belum merevisi hakikat ancaman yang menjadi dasar untuk membuat postur kekuatan TNI.
Oleh karena itu, saat ini TNI masih dalam jalur implementasi rencana strategis minimum essential force ke-4 yang akan berakhir tahun 2024. ”Kalau memang perlu ada revisi sesuai lingkungan strategis, tetapi jangan mengubah grand strategy secara keseluruhan,” katanya.
Ia mengatakan, hakikat ancaman seyogianya dibuat dengan berdiskusi bersama semua pemangku kebijakan. Pasalnya, sesuai dengan prinsip sistem pertahanan semesta, semua pihak terlibat dalam pertahanan. Prabowo mengatakan, isi dari dokumen strategis pertahanan tidak bisa ia bahas secara umum. Namun, menurut dia, Indonesia harus siap menghadapi kemungkinan terburuk, baik berupa perang konvensional maupun nonkonvensional.
Prabowo menambahkan, selain meningkatkan profesionalisme, Indonesia harus memperkuat kerja sama dengan berbagai negara, terutama ASEAN. Untuk pertahanan juga perlu disiapkan pertahanan pulau-pulau besar secara mandiri dengan menyiapkan cadangan air pangan dan energi untuk pusat logistik.
”Kita harus memperkuat coastal missile defence system dan coastal surveillance system untuk melaksanakan pengendalian selat-selat strategis sesuai ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia),” katanya.
Alman Helvas Ali dari Semar Sentinel mengatakan, rencana ini memang relevan dengan kondisi geografis. Akan tetapi, mengingat realitas kapasitas fiskal, pembangunan kekuatan pertahanan tahun 2022 diperkirakan akan fokus pada kesepakatan-kesepakatan yang telah ada, seperti rencana pembelian pesawat tempur Rafale dari Perancis dan kapal fregat FREMM dari Italia.
”Tahun lalu rupiah pendamping hanya Rp 3 triliun dari kebutuhan Rp 12 triliun. Tahun 2022 ini kita belum tahu, tetapi prioritas pada yang sudah ada kesepakatan dulu,” katanya.