Tahun baru biasanya ada motivasi dan semangat baru serta menetapkan tujuan-tujuan baru. Namun acapkali semangatnya hanya dirasakan pada hari-hari pertama. Resolusi menjadi sekadar rencana di atas kertas.
Oleh
Kristi Poerwandari
·4 menit baca
Pada awal tahun, kita umumnya memperbarui motivasi dan semangat serta menetapkan tujuan-tujuan baru. Di sisi lain, kita menyadari bahwa sering kali semangatnya hanya dirasakan pada hari-hari pertama. Resolusi menjadi sekadar rencana di atas kertas yang ternyata tidak dituntaskan. Bahkan, ada gurauan bahwa resolusi kita untuk 2022 adalah melaksanakan yang telah ditetapkan pada awal 2021, yang sebenarnya merupakan pekerjaan rumah sejak 2020 dan telah banyak dipikirkan sejak tahun 2019.
Saat ini pandemi telah hampir dua tahun berlangsung dan kita masih waswas dengan kemungkinan infeksi varian-varian baru dari Covid-19. Roda ekonomi bagi banyak pihak juga belum dapat bergulir dengan lancar. Apakah resolusi tahun baru sungguh-sungguh diperlukan?
Setelah menjalani dua tahun pandemi dengan sulit dan penuh perjuangan, kita belum memiliki gambaran yang sangat cerah mengenai situasi di depan kita. Karena itu, resolusi yang bersifat terlalu ambisius dan menekan bagi diri mungkin tidak bermanfaat, dan malah dapat menambah perasaan cemas dan kecewa.
Jadi, harus bagaimana? Untuk keterarahan menuju hal-hal yang lebih baik, pembaruan semangat dan perencanaan tetap diperlukan. Agar tidak kontraproduktif, resolusi dapat difokuskan pada refleksi, merenungi hal-hal yang telah berlangsung dalam hidup kita, untuk kemudian melakukan penyesuaian dan perbaikan yang realistis di mana perlu.
Ada fleksibilitas, masing-masing memilih rancangan tema yang sesuai dengan kebutuhan diri untuk berkembang.
Tidak perlu berpikir mengenai hal-hal yang sangat besar karena perubahan-perubahan kecil lebih realistis untuk dilakukan. Dalam situasi sulit, perubahan-perubahan dan penyesuaian kecil dapat membuat hidup lebih bermakna dan menyenangkan.
Menerima dan menjalani
Daripada berfokus pada hal-hal negatif, tampaknya akan lebih bermanfaat apabila kita mengubah perspektif dengan menerima dan menjalani sebaik mungkin saja ”here and now” kehidupan kita. Mempraktikkan penerimaan dan konsentrasi pada hal-hal yang dapat dilakukan, menunjukkan perhatian positif pada diri dan lingkungan, serta mensyukuri hal-hal yang telah berjalan dengan baik.
Memang, berbicara jauh lebih mudah daripada mempraktikkan. Bagaimana jika bisnis yang dijalani belum menunjukkan titik terang? Bagaimana bila belum juga memperoleh pekerjaan atau kebutuhan keluarga jauh lebih tinggi daripada penghasilan yang diperoleh? Bagaimana memastikan kesehatan fisik dan mental tetap terjaga dalam berbagai keterbatasan yang ada?
Tetap saja, memfokuskan diri pada hal yang negatif tidak ada gunanya. Yang perlu dilakukan adalah menerima keadaan, melihat sisi positif, sambil mencari peluang perbaikan untuk menyelesaikan masalah.
Bagaimana kita mendukung orang yang sungguh kita sayangi, yang sedang menghadapi persoalan yang sangat berat? Kita tidak banyak menasihati, meremehkan capaiannya, atau memberikan tantangan-tantangan yang membuat orang yang kita sayangi merasa lebih terpuruk lagi. Kita mencoba mendengarkan, memahami situasinya yang sulit, dan menunjukkan kepedulian. Demikian pulalah yang perlu kita lakukan pada diri sendiri.
Tampaknya, yang perlu dipikirkan bukanlah ambisi atau target-target besar dalam ukuran material dan kuantitatif, seperti meningkatkan target penjualan dan penghasilan berkali lipat, atau menjadi mahasiswa paling berprestasi, melainkan tema-tema atau capaian yang sifatnya terkait dengan meningkatnya kematangan diri serta pemantapan nilai-nilai dan kebaikan dalam hidup.
Tema yang lebih baik
Tema-tema itu dapat berbeda untuk orang yang berbeda. Misalnya, untuk hidup lebih seimbang, untuk dapat lebih mengendalikan diri, atau untuk lebih memberi perhatian kepada keluarga.
Kadang kita cemas berlebihan mengenai hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Untuk mengatasinya, yang perlu dilakukan adalah mencatat hal-hal yang telah kita lakukan dan capai selama ini.
Ada individu yang sangat kompetitif dan selalu membandingkan diri dengan orang lain sehingga sering cemas dan mudah mengalami serangan panik. Orang dengan karakteristik demikian mungkin justru perlu menetapkan tema berbeda, misalnya untuk dapat lebih menikmati hidup.
Sebaliknya, yang terlalu santai perlu menetapkan tema berbeda, yakni agar lebih tekun dan mau bekerja keras. Yang terbiasa mencari kemudahan dengan menggantungkan diri pada orang lain perlu bertekad untuk lebih mandiri dan lebih berkontribusi bagi lingkungan terkecilnya.
Dengan demikian, ada fleksibilitas, masing-masing memilih rancangan tema yang sesuai dengan kebutuhan diri untuk berkembang. Kita sekaligus memberi kesempatan kepada diri untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap berbagai tuntutan dan perubahan di lingkungan.
Jadi, kita perlu bertanya kepada diri sendiri: apa tema mengenai ”diri yang lebih baik” dari masing-masing kita? Apa yang lebih kita perlukan? Apa yang sudah baik dan ingin dipertahankan dari diri? Apa yang ingin lebih banyak dilakukan? Apa yang dapat lebih membahagiakan diri dan bermanfaat bagi orang lain?
Selain hal-hal yang disesuaikan dengan karakteristik kita masing-masing, ada tema-tema cukup umum yang dapat kita terapkan pada tahun 2022. Kita menyadari bahwa pandemi belum sungguh-sungguh selesai, bahkan tidak ada yang tahu kapan akan benar-benar berakhir.
Terkait dengan hal di atas, protokol kesehatan ketat tetap perlu dijalankan, dan meski lebih banyak tinggal di rumah, aktivitas olah fisik tetap dilaksanakan rutin. Untuk keamanan finansial, yang dapat menabung sebaiknya menabung. Yang belum mampu menabung dapat mempraktikkan pola hidup yang lebih sederhana dan menemukan cara untuk mengurangi pengeluaran.
Kita memanfaatkan maksimal dan mensyukuri yang telah kita miliki, dan semoga masih dapat berbagi untuk sesama yang lebih membutuhkan. Selamat Tahun Baru, semoga tahun 2022 menjadi tahun yang lebih baik bagi kita semua.