Kejujuran Pemberantasan Korupsi, Sebuah Catatan Akhir Tahun 2021
Pemberantasan korupsi tidak akan pernah mencapai tujuan yang diharapkan ketika segenap bangsa Indonesia tidak dilibatkan dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Pemberantasan korupsi harus menjadi gerakan bersama.
Oleh
NOVEL BASWEDAN
·6 menit baca
Tak terasa beberapa hari lagi tahun 2021 akan terlewati dan berganti dengan tahun 2022. Banyak peristiwa dan keadaan yang perlu kita cermati sekaligus menjadi bahan pembelajaran bagi kita. Saya mencatat beberapa peristiwa penting di tahun 2021 terkait dengan pemberantasan korupsi, di antaranya adalah penanganan kasus-kasus korupsi besar yang tidak dilakukan, potensi korupsi pada saat penanganan pandemi Covid-19 yang tidak didalami, dan penyingkiran pegawai KPK dengan cara yang melanggar hukum dan sewenang-wenang.
Sangat kontradiktif, peristiwa-peristiwa serius seperti itu terjadi saat pemerintah mengeluhkan banyaknya praktik korupsi dan menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia secara drastis pada 2020. Pada 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-85 dengan nilai IPK 40, sementara pada pada tahun 2020, posisi Indonesia melorot ke peringkat ke-102 dengan nilai IPK 37. Sebuah penurunan terbesar dalam dekade terakhir.
Tingginya penurunan peringkat IPK Indonesia menunjukkan bahwa saat ini pemberantasan korupsi menjadi perhatian banyak negara di dunia karena praktik-praktik korupsi akan menjadi hambatan terbesar untuk tercapainya visi dan misi suatu negara. Negara-negara tersebut sedang berbenah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakatnya dan negara lain, salah satunya dengan lebih serius memberantas korupsi.
Kita tentu sangat paham bahwa visi bangsa dan negara Republik Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Visi tersebut diupayakan untuk diwujudkan melalui empat misi, yaitu: (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, serta (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Korupsi menghambat pencapaian kemajuan suatu bangsa dan melemahkan daya saing negara, terutama terkait investasi dan perekonomian. Dampak korupsi membuat kerusakan di berbagai bidang, yaitu politik, sosial budaya, ekonomi, dan pendidikan. Tidak berlebihan ketika korupsi disebut sebagai perusak peradaban dan merupakan salah satu kejahatan kemanusiaan.
Pencegahan saja tidak cukup
Dalam banyak kesempatan para petinggi negara menyampaikan bahwa penindakan tindak pidana korupsi dianggap telah membuat persepsi negatif terhadap negara dan menakutkan bagi pejabat di dalam birokrasi untuk bekerja atau melakukan tindakan. Banyak pejabat negara, termasuk pada politisi, berargumen bahwa seharusnya pendekatan utama yang dilakukan untuk memberantas korupsi adalah dengan berfokus melakukan langkah-langkah pencegahan. Apakah benar demikian? Mari kita bahas lebih dalam.
Beberapa waktu lalu, penulis berdiskusi dengan seorang pejabat negara yang mengutip pernyataan Albert Einstein yang menyatakan, ”kejahatan itu tidak ada, yang ada adalah ketiadaan kebaikan”, sehingga dipersepsikan untuk memberantas korupsi hanya perlu dibangun sistem agar tidak terjadi korupsi. Pandangan tersebut menurut saya tidak tepat karena ketika sistem dibangun di saat banyaknya praktik korupsi, maka akan banyak pihak yang menghalangi atau menitipkan kepentingan dalam sistem proses pembangunan tersebut. Hal ini tidak akan efektif untuk mencegah korupsi.
Ketika sistem dibangun di saat banyaknya praktik korupsi, maka akan banyak pihak yang menghalangi atau menitipkan kepentingan dalam sistem proses pembangunan tersebut.
Belum lagi dari sisi implementasi, banyak cara untuk mengelabui sistem dalam rangka mencari keuntungan dan kemudahan bagi individu atau kelompok untuk mengambil keuntungan pribadi yang berdampak merugikan negara. Mereka yang berbuat korupsi tidak pernah takut karena diyakini tidak ada penindakan terhadap perbuatan korupsi yang dilakukannya. Bila ada penindakan, masih bisa diupayakan untuk lolos, atau mendapat sanksi ringan ataupun hasil korupsinya tetap bisa dinikmati.
Beberapa tahun terakhir, sudah diterapkan sistem pengadaan barang yang dilakukan secara elektronik (online). Mekanisme tersebut dibuat sedemikian rupa untuk menghindari adanya persekongkolan antara pejabat pemerintah dan pengusaha dengan maksud mencegah korupsi. Tetapi, apa yang terjadi?
Dari pengalaman penulis selaku penyidik tindak pidana korupsi selama belasan tahun, telah banyak modus baru dikembangkan yang berhasil mengelabui sistem tersebut. Belum lagi soal mentalitas aparatur yang seharusnya dimudahkan dan dapat menjalankan sistem tersebut dengan baik, bersikap resisten dengan penggunaan teknologi dengan alasan bahwa sistem baru selalu menyulitkan atau ”mengganggu” kepentingan tertentu.
Ketika pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berfokus melakukan pencegahan saja dalam pemberantasan korupsi, maka hasilnya tidak akan berdampak signifikan pada penurunan praktik-praktik korupsi. Kegiatan utama dalam pencegahan korupsi adalah dengan melakukan perbaikan sistem. Ketika hanya sistemnya saja yang diperbaiki, maka akan selalu ada cara yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak berintegritas untuk mengelabui dari sistem tersebut dan tetap berbuat korupsi.
Praktik terbaik
Berbeda hal ketika pencegahan dilakukan bersamaan dengan penindakan. Penindakan korupsi yang konsisten dan tanpa pandang bulu akan memaksa birokrasi untuk melaksanakan sistem pencegahan bisa dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pelaksanaan pembangunan.
Penindakan dinilai penting terus dilakukan agar orang yang mempunyai peluang berbuat korupsi menjadi takut untuk berbuat dan kejahatan korupsi yang sudah terjadi bisa dipulihkan dampaknya serta ditarik kembali kerugian negara yang ditimbulkan. Selain itu, penindakan atas adanya tindak pidana korupsi yang konsisten dan tanpa pandang bulu adalah bentuk ketegasan dan keseriusan negara untuk menerapkan prinsip-prinsip kepastian hukum dan memastikan para penyelenggara negara atau pegawai negeri untuk bekerja melayani rakyat dengan penuh tanggung jawab dan menjunjung tinggi nilai integritas.
Praktik terbaik (best practice) dari negara-negara yang dianggap telah berhasil memberantas korupsi adalah dengan menjalankan penindakan korupsi secara tegas.
Praktik terbaik (best practice) dari negara-negara yang dianggap telah berhasil memberantas korupsi adalah dengan menjalankan penindakan korupsi secara tegas, melakukan upaya-upaya pencegahan korupsi dengan perbaikan sistem secara menyeluruh dan menanamkan budaya antikorupsi sejak dini melalui insersi pada kurikulum pendidikan. Langkah-langkah penindakan, pencegahan, dan pendidikan tersebut harus dilakukan secara bersamaan dengan konsisten.
Tujuan dilakukannya penindakan korupsi yang konsisten dan masif adalah untuk membuat efek jera, pencegahan dilakukan agar semakin kecil celah untuk melakukan korupsi sehingga para penyelenggara negara atau pegawai negeri sulit atau tidak ada kesempatan untuk berbuat korupsi, dan pendidikan anti-korupsi penting terus dilakukan untuk menumbuhkan budaya baru antikorupsi di kalangan masyarakat dan untuk generasi masa depan.
Fokus pada akar masalah
Dalam sambutan perayaan Hari Antikorupsi Sedunia pada 9 Desember 2021, Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi tidak boleh terus-terusan identik dengan penangkapan, pemberantasan korupsi harus mengobati akar masalah. Menurut penulis, akar masalah utama yang menyebabkan korupsi tumbuh subur di negara ini adalah langkanya kejujuran. Mengutip tulisan William Shakespeare, corruption wins not more than honesty, penulis meyakini bahwa hanya kejujuran yang dapat menghentikan korupsi yang mewabah di negara ini.
Korupsi tidak akan lagi terjadi ketika kejujuran menjadi nilai moral yang dijunjung tinggi oleh segenap bangsa ini. Ketika sebuah undang-undang dibuat oleh para politisi di DPR bersama-sama dengan pemerintah dengan kejujuran dan bertujuan semata-mata untuk kepentingan bangsa dan kesejahteraan masyarakat, ketika para menteri, para kepala daerah, para direksi BUMN, dan para pegawai negeri bekerja serta membuat keputusan dengan kejujuran, ketika para pengusaha berusaha dengan jujur dan bersaing secara sehat, dan ketika penegakan hukum atas tindak pidana korupsi dilakukan dengan penuh kejujuran, tentu bangsa Indonesia akan dapat menyongsong masa depan yang cerah dan korupsi akan menjadi kata yang langka dalam kehidupan kita di negara ini.
Pemberantasan korupsi bukanlah serangkaian kata yang tertulis di dalam undang-undang ataupun pidato kenegaraan. Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi dengan peran serta aktif masyarakat. Pemberantasan korupsi tidak akan pernah mencapai tujuan yang diharapkan ketika segenap bangsa Indonesia tidak dilibatkan dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi seharusnya menjadi gerakan bersama segenap bangsa Indonesia, yang bisa dimulai dengan sebuah Gerakan Kejujuran Nasional. Semoga Indonesia semakin maju dan berdaya untuk memberantas korupsi di tengah praktik-praktik korupsi di segala bidang yang semakin mengkhawatirkan.
Novel Baswedan, Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi