Kunjungan Menlu dan Arti Penting Indonesia bagi Selandia Baru
Kunjungan Menlu Nanaia Mahuta cukup menyedot perhatian publik di negaranya karena merupakan kunjungan ketiga menteri Selandia Baru selama dua tahun terakhir pada masa pandemi Covid-19.
Oleh
TANTOWI YAHYA
·4 menit baca
Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta melawat ke Indonesia pada 15-16 November 2021 pekan ini. Kunjungan ini terasa istimewa karena merupakan kunjungan luar negeri pertama sejak diangkat menjadi Menteri Luar Negeri Selandia Baru pada 6 November 2020.
Kunjungan ke Indonesia merupakan bagian dari rangkaian kunjungan ke luar negeri, antara lain ke Australia, Singapura, Uni Emirat Arab, Qatar, Amerika Serikat (AS), dan Kanada.
Bersejarah
Kunjungan Menlu Mahuta cukup menyedot perhatian publik di negaranya karena merupakan kunjungan ketiga menteri Selandia Baru selama dua tahun terakhir pada masa pandemi Covid-19.
Yang pertama adalah Menteri Perdagangan Damien O’Connor yang berkunjung ke Italia untuk menghadiri pertemuan G-20. Yang kedua adalah James Shaw, Menteri Urusan Perubahan Iklim, yang berkunjung ke Glasglow untuk pertemuan COP 26.
Nanaia Mahuta adalah menlu perempuan dan juga sosok berdarah Maori pertama yang diangkat sebagai menlu di Selandia Baru. Mahuta merupakan politisi berpengalaman yang telah menjabat sebagai anggota parlemen sejak tahun 1996. Saat ini, selain menjabat sebagai Menlu, Mahuta juga menjabat sebagai Menteri Pemerintahan Lokal (Local Government).
Kabinet Perdana Menteri Jacinda Ardern yang terpilih kembali pada 2020 di tengah pandemi Covid-19 memang dinilai publik kurang memberikan fokus pada kerja sama luar negeri. Hal tersebut disebabkan perhatian dipusatkan pada penanganan pandemi di dalam negeri.
Namun, Selandia Baru tetap secara besar-besaran menyalurkan bantuan vaksin dan dukungan fasilitas kesehatan lainnya ke negara-negara Pasifik yang terdampak Covid-19.
Mengapa Indonesia?
Namun, pertanyaan yang mendasar adalah mengapa Menlu Mahuta memilih Indonesia untuk dikunjungi dalam rangkaian kunjungan luar negeri pertamanya. Jawabannya adalah karena peran sentral Indonesia sebagai arsitektur di kawasan, dalam hal ini ASEAN dan Pasifik.
Pasar ASEAN adalah pasar yang sangat penting bagi perdagangan Selandia Baru sebagai trading country. Dengan populasi mencapai 650 juta jiwa dan produk domestik bruto mencapai 2,9 triliun dollar AS, ASEAN, saat ini, merupakan mitra dagang kelima bagi Selandia Baru setelah China, Australia, Uni Eropa, dan AS.
Pada tahun 2020 tercatat nilai ekspor Selandia Baru ke 10 negara anggota ASEAN mencapai 6,93 miliar dollar AS, dengan impor 9,96 miliar dollar AS atau 10 persen dari keseluruhan perdagangan internasionalnya.
Selandia Baru juga melihat Indonesia sebagai mitra terpenting di ASEAN, dinilai dari besarnya pasar, aspek perdagangan, dan investasi. Indonesia mitra dagang terbesar ke-11 bagi negaranya.
Karakteristik perdagangan kedua negara bersifat saling mengisi. Selandia Baru mengekspor bahan baku utama, sementara Indonesia mengekspor barang manufaktur.
Di samping itu, dukungan penuh diberikan Selandia Baru pada konsep ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP). Pada berbagai kesempatan, baik Perdana Menteri Ardern maupun Menlu Mahuta telah menyampaikan dukungannya terhadap konsep AOIP yang didorong oleh Indonesia.
Selandia Baru juga melihat Indonesia sebagai mitra terpenting di ASEAN, dinilai dari besarnya pasar, aspek perdagangan, dan investasi.
PM Ardern pada pernyataan kebijakannya, Juli 2021, dengan tegas membahas pentingnya ASEAN bagi Selandia Baru, sebagai teman yang dapat dipercaya dan mendukung pandangan AOIP yang mempromosikan prinsip-prinsip keterbukaan, inklusivitas, transparansi, penghormatan terhadap hukum internasional, dan menghargai kedaulatan negara lain.
Pacific Elevation dan peran Indonesia di Pasifik
Selain ASEAN, semakin meningkatnya profil Indonesia di kawasan Pasifik juga dapat dinilai sebagai pendorong semakin eratnya hubungan Indonesia dan Selandia Baru.
Pada momen perhelatan Pacific Exposition di Auckland pada tahun 2019, Menlu RI Retno Marsudi memperkenalkan untuk pertama kalinya kebijakan Pacific Elevation yang merupakan upaya Indonesia untuk semakin meningkatkan dan mengokohkan kemitraan dengan kawasan Pasifik.
Pacific Exposition, yang merupakan pameran dagang paling komprehensif di kawasan Pasifik, merupakan penjelmaan dari kebijakan Pacific Elevation yang, sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo, adalah agar Indonesia dapat lebih aktif di kawasan Pasifik dengan tangan di atas.
Program ”flagship” Indonesia
Sebagai kelanjutan dari program flagship Indonesia, The 2nd Pacific Exposition (PE2) telah sukses diadakan secara virtual pada 27-30 Oktober 2021. Kegiatan ini diikuti oleh 18 negara dan teritori dari kawasan Pasifik. Interaksi bisnis dan business matching menghasilkan komitmen transaksi bisnis dengan nilai 104 juta dollar AS, setara dengan Rp 1,48 triliun.
Pada 3 November 2021, Menlu Mahuta memperkenalkan konsep Pacific Resilience dalam rangka mempertajam fokus kebijakan luar negerinya di kawasan Pasifik. Pihaknya perlu menunjukkan keseriusan terhadap kawasan Pasifik yang semakin lama semakin banyak diperhatikan oleh negara lain di kawasan tersebut.
Selandia Baru sangat terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai mitra negara, termasuk Indonesia, untuk membangun ketahanan dengan mempromosikan prioritas Pasifik, kepemilikan Pasifik, dan tetap menjunjung ”The Pacific Way”.
Tantowi Yahya,Dubes RI untuk Selandia Baru, Samoa, Kerajaan Tonga, Niue, Kepulauan Cook, dan Dubes RI Keliling untuk Kawasan Pasifik