Saya memiliki tanda tanya besar. Mengapa NIK anak saya bisa dipakai orang lain? Apakah sebegitu mudahnya petugas menyarankan untuk membuat NIK ”baru”?
Oleh
Eddy W
·2 menit baca
Setelah divaksinasi dua kali, anak saya kesulitan untuk mendaftar pada aplikasi Peduli Lindungi. Setiap kali mendaftar, keluar pesan yang menyatakan nomor induk kependudukan atau NIK tidak sesuai dengan nomor KTP.
Akhirnya saya ke bagian Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Serpong. Alangkah terkejutnya saya mendapat informasi bahwa NIK anak saya pada kartu keluarga (3674016210050002) sudah dipakai orang lain. Ini akibat kesalahan petugas saat memasukkan data.
Solusinya, saya diberi surat pengantar dari Dukcapil untuk membuat kartu keluarga baru dengan NIK anak saya yang baru (367401621005xxxx) di kelurahan setempat. Dengan melampirkan seluruh dokumen yang diperlukan (KTP, paspor, akta lahir, surat nikah, ijazah) dari semua anggota keluarga.
Saya memiliki tanda tanya besar. Mengapa NIK anak saya bisa dipakai orang lain? Apakah sebegitu mudahnya petugas menyarankan untuk membuat NIK ”baru”?
Bagaimana jika nanti orang yang memakai NIK ”lama” anak saya berbuat kriminal?
Tidakkah NIK seharusnya melekat pada diri seseorang seumur hidup dan tidak bisa gonta-ganti?
Eddy W
Puspita Loka, Bumi Serpong Damai
Iuran BPJS
Sejak 2017, kami yang bergerak di bidang pendidikan dikejar-kejar guna mengikutsertakan semua guru dan karyawan untuk BPJS Kesehatan. Sudah kami sampaikan, kami tidak mampu membayar iuran BPJS untuk semua guru dan karyawan.
Pada Agustus 2021, kami mendapat surat senada dengan ancaman akan dikenai sanksi administratif (teguran tertulis, denda, dan/atau tidak mendapat layanan publik tertentu) jika tidak melaksanakan ketentuan UU Nomor 24 Tahun 2011 Pasal 15, 16, serta 17 Ayat 1 dan 2.
Mungkin karena kami sudah mengikutsertakan guru dan karyawan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan (dengan patokan gaji di bawah UMR yang mereka terima), kami dianggap mampu sehingga dikejar menjadi peserta BPJS Kesehatan juga.
Kalau tahun 2017 sebelum pandemi Covid-19 saja kami sudah tak mampu mengikutsertakan semua guru dan karyawan, terlebih saat ini. Jumlah murid menyusut dan uang SPP sulit dinaikkan.
Bahkan, gaji guru dan karyawan pun terpaksa kami kurangi demi berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar.
Melalui surat ini, kami sebagai pengurus Yayasan Pendidikan memohon kebijaksanaan pemerintah ataupun pejabat BPJS agar dapat memberikan jalan keluar.
Kami sudah mendatangi Kantor BPJS Bekasi, tetapi tidak ada jalan keluar. Haruskah sekolah kami tutup? Bagaimana nasib para guru dan siswa kami?
Kami paham bahwa kami harus taat hukum, tetapi apa daya kami tak mampu.