Perubahan iklim dan pandemi Covid-19 mengubah pola produksi dunia dan di dalam negeri. Ketergantungan pada impor sedapat mungkin dikurangi dengan mengembangkan komoditas tropis.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Terus naiknya Indeks Harga Pangan dunia perlu penyikapan jangka pendek, menengah, dan panjang untuk memastikan akses pangan masyarakat.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyebutkan, per 3 Juni 2021, Indeks Harga Pangan (IHP) Mei 2021 adalah 127,1 atau tumbuh 4,8 persen dari April 2021 dan 39,7 persen dari Mei 2020.
Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan harga pangan di tingkat konsumen akan naik 25 persen pada 2021 dibandingkan dengan 2020.
Tren kenaikan IHP sudah terjadi sejak sebelum pandemi. Pembatasan sosial skala besar pada awal pandemi dan gangguan rantai pasok, naiknya biaya angkutan laut hingga 2-3 kali sepanjang 12 bulan terakhir dan naiknya harga bahan bakar, serta naiknya harga di tingkat produsen menyebabkan lonjakan harga di tingkat konsumen.
Kenaikan harga di tingkat produsen disebabkan fenomena iklim La Nina sehingga diperkirakan mengganggu produksi negara pengekspor pangan, seperti Argentina, Brasil, Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat. Pandemi Covid-19 menyebabkan negara besar, seperti China, menaikkan impor pangan untuk keamanan pangan dalam negeri. Pada saat yang sama juga terjadi kenaikan permintaan bahan bakar nabati.
Kita mengimpor komoditas pangan utama. Mulai dari hampir 100 persen kedelai, jagung yang volumenya naik hingga lima kali lipat pada Maret 2021 dari bulan sebelumnya, hingga gula meskipun berulang kali pemerintah menargetkan swasembada. Adapun rencana impor beras 1 juta ton awal tahun 2021 sementara ditunda.
Untuk jangka pendek, kita perlu memastikan persediaan pangan mencukupi dan dapat diakses masyarakat, terutama kelompok ekonomi bawah dan miskin yang tertekan sumber penghasilannya oleh pandemi. Program jaring pengaman sosial dari pemerintah seharusnya melindungi kelompok ini apabila targetnya tepat. Perlu ada pemetaan stok pangan yang dapat segera dimobilisasi untuk mencegah kenaikan harga.
Menjaga ketersediaan pangan sangat penting karena pengaruhnya besar pada inflasi. Pangan masih menjadi pengeluaran terbesar kelompok kelas menengah-bawah. Naiknya inflasi akan menurunkan daya beli kelompok ini dan dapat memperlambat pemulihan ekonomi.
Untuk jangka menengah dan panjang, kita memerlukan strategi dan kebijakan pangan nasional yang terkait dengan peningkatan kualitas gizi masyarakat selain ketersediaannya.
Perubahan iklim dan pandemi Covid-19 mengubah pola produksi dunia dan di dalam negeri. Ketergantungan pada impor sedapat mungkin dikurangi dengan mengembangkan komoditas tropis yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dengan memperhatikan keselarasan lingkungan.
Kita memiliki sumber pangan nonberas, tempe nonkedelai, pakan ternak selain jagung, mulai dari ubi jalar, singkong, aneka kacang-kacangan lokal, sagu, hingga aren. Belum terlambat mengembangkan komoditas pangan tradisional selain mengembangkan sumber baru, termasuk nonkonvensional.