Meski potensinya sangat besar, daya saing ekonomi kreatif Indonesia masih lemah dibanding negara ASEAN lain. Rendahnya kemampuan SDM dalam transfer teknologi dan kreativitas membuat pertumbuhannya belum optimal.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Penjaga gerai merapikan sepatu kanvas merk lokal yang dipamerkan pada ajang Pameran Sepatu "Sneakers Brand Lokal" di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta, 30 April 2021.
Dengan kurva kasus harian Covid-19 yang kembali melonjak, prospek pemulihan cepat sektor ekonomi kreatif dan perekonomian nasional kembali terancam.
Kontraksi di sektor penyumbang signifikan produk domestik bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, dan ekspor ini diperkirakan masih berlanjut di 2021 (Kompas.id, 27/6/2021). Kita dipaksa beradaptasi cepat. Kebijakan strategi industri kreatif yang berkelanjutan di tengah pandemi yang belum jelas kapan berakhir menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar.
Dari survei Bank Pembangunan Asia (ADB) pada 2020, diketahui 48,6 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terpaksa menutup sementara usahan mereka akibat pandemi. Jumlah UMKM yang tumbang ini dikhawatirkan bertambah, dengan krisis Covid-19 yang kembali meningkat saat ini, meski gelontoran stimulus pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk membangkitkan UMKM juga semakin kencang.
Pelaku ekonomi kreatif yang mayoritas UMKM menempuh berbagai cara untuk bertahan, mulai dari efisiensi, mengurangi tenaga kerja, inovasi produk, kolaborasi bisnis, hingga mencari pasar baru. Pemanfaatan teknologi digital melalui digitalisasi, yang mengurangi kontak langsung manusia, dalam pemasaran produk, banyak menyelamatkan pelaku ekonomi kreatif.
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Warga membuat angklung dan suling di Pusat Ekraf Cibuntu di Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, 31 Mei 2021.
Namun, jangkauannya masih terbatas. Data Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif hingga akhir 2020 menunjukkan, 11,7 juta UMKM berjualan secara daring. Ini impresif, tetapi masih kecil dibandingkan total UMKM di Indonesia yang 59,2 juta.
Kebutuhan UMKM tak hanya bertahan, tetapi juga bisa berkembang menjadi besar, maju, dan berkelanjutan. Untuk itu, ekosistem yang ada harus bisa menjawab tantangan fundamental yang dihadapi pelaku ekonomi kreatif ini. Pemasaran, modal usaha, dan digitalisasi hanya salah satunya.
Meski potensinya sangat besar, daya saing ekonomi kreatif Indonesia masih lemah dibandingkan negara ASEAN lain dan di dunia. Rendahnya kemampuan sumber daya manusia (SDM) dalam transfer teknologi dan kreativitas membuat pertumbuhan sektor ini juga belum sepesat seperti diharapkan dan sumbangannya pada PDB stagnan di sekitar 7 persen dalam satu dekade terakhir.
Kompas/Priyombodo
Pekerja menyelesaikan pembuatan kaca ukir di Rudjito Glass & Craft, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, 23 November 2019.
Kunci sukses Korea Selatan dalam membangun kekuatan ekonomi kreatif yang sangat disegani di dunia adalah keberhasilan dalam investasi pada SDM dan mengembangkan potensi-potensi talenta yang dimiliki. Transformasi ini butuh komitmen tinggi, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga swasta dalam memimpin di depan dalam perubahan menuju model ekonomi dan sosial, dengan kreativitas, inovasi, dan kewirausahaan menjadi inti dari semua gerak pembangunan.
Pandemi jadi kesempatan berbenah sehingga pulih cepat dan berlari lebih kuat begitu lebih terkendali. Langkah pemerintah membangun sentra industri kreatif dan menaikkan nilai tambah untuk meningkatkan daya saing berdasarkan keunggulan dan karakteristik wilayah perlu kita dukung.
Kebangkitan ekonomi kreatif menjadi pertaruhan besar bagi perekonomian secara keseluruhan. Namun, sebagaimana sektor lain, pemulihan ini akan sangat tergantung keberhasilan paket stimulus, pengendalian Covid-19, dan vaksinasi.