Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung mengoreksi pertumbuhan kinerja industri ekonomi kreatif.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja sektor industri ekonomi kreatif berpotensi menurun sejalan dengan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Untuk mengantisipasi dampak lebih buruk, pemerintah perlu mempunyai strategi kebijakan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Berdasarkan data yang diolah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada 2019, pendapatan domestik bruto (PDB) sektor ekonomi kreatif mencapai Rp 1.153,4 triliun dan berkontribusi 7,26 persen terhadap total PDB nasional. Sektor ini menyerap 19,24 juta pekerja dan menyumbang 15,21 persen terhadap total pekerja nasional. Nilai ekspornya 19,68 miliar dollar AS, menyumbang 12,62 persen terhadap total nilai ekspor nasional.
Adapun pada 2020, PDB sektor ekonomi kreatif turun 2,49 persen atau menjadi Rp 1.049,5 triliun. Serapan tenaga kerja juga turun 2,49 persen atau menjadi 18,76 juta orang. Begitu pula nilai ekspornya menurun 12,93 persen atau menjadi 15,06 miliar dollar AS.
Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kemenparekraf Muhammad Neil El Himam mengatakan, dari 17 subsektor ekonomi kreatif, mode, kuliner, dan kriya tetap menjadi andalan pertumbuhan sektor. Di luar ketiganya, ada subsektor yang tumbuh tak kalah pesat selama pandemi Covid-19.
”Karena pembatasan sosial, aktivitas orang dominan dilakukan di rumah saja. Alangkah wajar jika subsektor televisi dan konten radio tumbuh sampai 10,42 persen. Subsektor aplikasi dan gim juga masih tumbuh pesat,” ujarnya dalam webinar ”Empowering SMES and Creative Economy for National Tourism Sustainability”, Minggu (27/6/2021), di Jakarta.
Sektor industri ekonomi kreatif menitikberatkan pada kekayaan intelektual yang menghasilkan nilai tambah. Neil menyampaikan, sejumlah kebijakan kementerian tetap diarahkan ke hal itu. Misalnya, desain ulang kemasan dan gerai produk ekonomi kreatif yang secara khusus dikelola oleh pelaku berskala kecil, menengah, dan besar. Kemenparekraf bekerja sama dengan Asosiasi Desain Grafis Indonesia. Harapannya, hasil desain ulang yang ada hak ciptanya membantu memberikan nilai tambah.
”Pandemi Covid-19 menyebabkan pergerakan orang yang jadi andalan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tumbuh jadi terbatas. Makanya, kami mengarahkan agar shifting ke digital. Selain pelatihan pemandu wisata virtual, sampai 2023 kami mengadakan inkubasi bisnis agar tercipta 30 juta UMKM ekonomi kreatif bisa berjualan daring,” katanya. Sampai akhir 2020, sudah ada 11,7 juta UMKM ekonomi kreatif yang berjualan secara daring.
Proyeksi pemerintah, kinerja ekonomi kreatif tahun 2021 masih ada potensi kembali turun. Meski demikian, pemerintah berharap target-target yang sudah disusun optimistis tetap tercapai, seperti target PDB ekonomi kreatif sebesar Rp 1.277 triliun dan serapan tenaga kerja 17,9 juta orang.
Secara global, Barometer Pariwisata Dunia Organisasi Pariwisata Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNWTO) mencatat, penerimaan devisa pariwisata internasional pada tahun 2020 turun 64 persen atau setara dengan penurunan lebih dari 900 miliar dollar AS dan memotong nilai ekspor dunia secara keseluruhan lebih dari 4 persen. Kerugian total pendapatan ekspor dari pariwisata internasional, termasuk angkutan penumpang, berjumlah hampir 1,1 triliun dollar AS.
Ketua Umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda DKI Jakarta (BPD Hipmi Jaya) Sona Maesana mengatakan, masalah yang dihadapi pelaku usaha ekonomi kreatif selama pandemi Covid-19 terdiri dari operasional dan keuangan. Masalah operasional meliputi usaha tutup sementara, manajemen tidak berjalan lancar, dan pengiriman barang jadi telat. Sementara persoalan keuangan mencakup menggunakan modal kerja pribadi, kenaikan biaya operasional, dan pelanggan telat atau tidak bisa bayar.
Dia berpendapat, ada lima upaya agar usaha ekonomi kreatif tetap berjalan, yakni mencari pasar baru, menjual produk baru/pivot bisnis, mengurangi tenaga kerja, menutup sementara, dan ekspansi bisnis. Hanya saja, mencari pasar baru dan ekspansi bisnis termasuk upaya yang bakal sulit direalisasikan sampai dua tahun mendatang.
Ada lima upaya agar usaha ekonomi kreatif tetap berjalan, yakni mencari pasar baru, menjual produk baru/pivot bisnis, mengurangi tenaga kerja, menutup sementara, dan ekspansi bisnis. Hanya saja, mencari pasar baru dan ekspansi bisnis termasuk upaya yang bakal sulit direalisasikan sampai dua tahun mendatang.
Upaya yang bisa dilakukan pelaku usaha ekonomi kreatif sekarang adalah memanfaatkan teknologi digital untuk mempertahankan penjualan. Cara lainnya, menciptakan produk dan jasa yang mampu menumbuhkan pengalaman kelokalan atas sebuah destinasi. Hal ini, misalnya, telah dilakukan oleh Airbnb, perusahaan teknologi yang menghubungkan pemilik kamar, apartemen, vila, dan rumah dengan penyewa.
”Ketika pelaku usaha ekonomi kreatif memutuskan mengoptimalkan teknologi digital, mereka harus siap merekrut pekerja yang memiliki pengetahuan ataupun kemampuan operasionalisasi berbasis teknologi digital. Ini menjadi tantangan baru bagi pelaku selama pandemi selain harus menyelesaikan masalah operasional dan keuangan,” ujar Sona.
Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama Gianyar Aman Unit Desa Wisata Mangku Nyoman Kandia menceritakan, alokasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), termasuk desa, tengah mengalami pemfokusan ulang. Alasannya, untuk mengurus kesehatan warga selama pandemi Covid-19. Hal itu berdampak ke operasional BUMDes.
Sejumlah BUMDes yang bergerak di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif tidak dapat bergerak leluasa untuk mempertahankan pendapatan. BUMDes pun tidak bisa maksimal melatih sumber daya manusia desa.
”Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memiliki kebijakan Merdeka Belajar. Para mahasiswa di kampus yang menerapkan arahan pemerintah itu bisa datang ke desa wisata membantu peningkatan kapasitas warga desa,” kata Mangku.
Pada dasarnya industri ekonomi kreatif punya sifat berkelanjutan karena tidak terlalu bergantung pada sumber daya alam. Dampak lingkungannya juga terkendali.
Wakil Rektor Swiss-German University Irvan S Kartawiria berpendapat, pada dasarnya industri ekonomi kreatif punya sifat berkelanjutan karena tidak terlalu bergantung pada sumber daya alam. Dampak lingkungannya juga terkendali.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah pun semestinya mendorong sektor itu tetap tumbuh sesuai karakternya. Caranya, pemerintah seharusnya fokus memberikan fasilitasi, baik infrastruktur maupun regulasi.
”Dengan demikian, pelaku industri ekonomi kreatif mampu memanfaatkan sumber daya lokal dengan optimal, seperti melatih pekerja dalam negeri dan mengelola lingkungan,” katanya.