Kendala teknis dalam penerimaan peserta didik baru secara daring di DKI Jakarta merupakan bukti bahwa kita belum sepenuhnya siap di era baru digitalisasi pendidikan. Akselerasi teknologi pendidikan menjadi kebutuhan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pandemi Covid-19 diyakini mendorong akselerasi transformasi teknologi, termasuk di bidang pendidikan. Namun, keberhasilannya tetap ditentukan kesiapan sarana pendukungnya dan juga para pelakunya.
Kendala teknis dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) secara daring di DKI Jakarta menjadi salah satu bukti. Pada hari pertama dan kedua pendaftaran, sistem tidak mampu mengantisipasi lonjakan pendaftaran saat lalu lintas pendaftar tinggi. Tahun ini diperkirakan 300.000 murid mengikuti pendaftaran PPDB daring.
Hasil penelusuran Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, dinas pendidikan telah berusaha mengantisipasi dengan menyampaikan kebutuhan tersebut ke perusahaan penyedia layanan (provider) penyelenggaraan PPDB daring. Namun dalam pelaksanaannya, provider salah memperhitungkan kemampuan server dan bandwidth sehingga pelayanan pendaftaran terganggu.
Kondisi seperti itu seharusnya tidak perlu terjadi karena PPDB secara daring tahun ini bukan kali pertama. Sejak beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta, telah melaksanakan PPDB daring. Bahkan, sejak 2020, karena pandemi, semua daerah diimbau menyelenggarakan PPDB daring untuk mencegah kerumunan guna mengantisipasi penyebaran Covid-19.
Dari tahun ke tahun selalu muncul masalah, baik karena kendala teknis maupun karena kegagapan masyarakat dalam beradaptasi dengan teknologi digital.
Namun dari tahun ke tahun, selalu muncul masalah baik karena kendala teknis maupun karena kegagapan masyarakat dalam beradaptasi dengan teknologi digital. Selalu saja ada kasus salah memasukkan (entri) dokumen persyaratan pendaftaran, atau bahkan tidak tahu tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mendaftar secara daring. Belum lagi polemik yang selalu muncul terkait penerapan sistem zonasi versus sekolah favorit.
Kematangan persiapan, termasuk sosialisasi peraturan dan teknis pelaksanaan PPDB daring, menjadi kunci kelancaran PPDB daring. Peraturan yang sering kali berubah-ubah, untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat yang sebagian belum bisa lepas dari ”sekolah favorit” karena kualitas sekolah belum merata, sering kali menjadi kendala dalam persiapan dan sosialisasi.
Pada akhirnya, ketika muncul masalah, pernyataan bahwa ”peristiwa ini akan menjadi bahan evaluasi” selalu menjadi jurus sakti untuk meredam masalah. Pun dalam pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di masa pandemi ini. Ketika muncul kluster Covid-19 di sekolah, selalu ada pernyataan bahwa kondisi tersebut akan menjadi bahan evaluasi.
Pandemi Covid-19 sejatinya telah mengevaluasi banyak hal, termasuk menunjukkan pentingnya penggunaan teknologi digital dalam pendidikan, mulai dari pendaftaran siswa baru hingga proses belajar-mengajar. Meski pemerintah mendorong sekolah mulai lagi menyelenggarakan PTM, secara terbatas, pembelajaran jarak jauh secara daring tetap menjadi kebutuhan.
Masyarakat sudah mulai beradaptasi meski belum sempurna karena sebagian masih terkendala teknologi dan akses internet. Tugas kementerian/lembaga terkait untuk menyempurnakannya. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, sekitar 12.400 desa belum terjangkau internet. Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia pun menunjukkan, 117 juta orang (45 persen penduduk) belum tersentuh internet.