Oleh karena jumlah yang dapat berhaji sangat dibatasi, janji bahwa pemberangkatan akan diatur berdasarkan urutan mendaftar harus dilaksanakan transparan dan dikomunikasikan dengan baik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Berhaji, meskipun wajib hukumnya bagi umat Islam, lebih ditujukan bagi yang memiliki kemampuan fisik dan jiwa serta pembiayaan.
Pandemi Covid-19 membuat penyelenggaraan haji dan umrah mengikuti aturan kesehatan dengan sangat ketat. Dari sisi kesehatan, kita bisa memahami Pemerintah Arab Saudi sebagai penyelenggara ibadah haji dan umrah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan jemaah haji dan warga negaranya.
Pemerintah Arab Saudi menyatakan akan menyelenggarakan ibadah haji tahun ini dengan jumlah 45.000 orang untuk jemaah internasional dan 15.000 orang jemaah lokal. Namun, kuota setiap negara belum diberikan hingga Rabu (2/6/2021) petang. Indonesia biasanya mendapat jatah 8-10 persen atau sekitar 5.000 orang.
Arab Saudi juga mensyaratkan calon jemaah sudah menerima vaksin yang disetujui Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, Johnson&Johnson, dan Moderna. Selain itu, Indonesia juga tidak termasuk negara yang warganya saat ini dapat berkunjung ke Saudi.
Tahun lalu Pemerintah Arab Saudi meniadakan ibadah haji karena pandemi Covid-19. Ibadah haji, seperti juga ibadah lain, mengutamakan keselamatan umat yang melaksanakan. Oleh karena itu, wajar apabila sejumlah pihak, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, meminta pemerintah tidak memaksakan menyelenggarakan perjalanan haji tahun ini. (Kompas, 2/6/2021)
Beribadah haji merupakan impian sebagian besar Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Daftar calon jemaah haji dari tahun ke tahun terus bertambah. Orang menabung dan menunggu bertahun-tahun untuk dapat pergi berhaji karena Pemerintah Arab Saudi memberlakukan kuota.
Dengan jumlah waktu sangat sempit, kurang dari 50 hari menuju saat ibadah haji pada 19 Juli 2021, jika Indonesia memberangkatkan jemaah haji harus disertai persiapan ekstra matang. Perlu diperhitungkan adanya isolasi saat tiba di Saudi disertai tenaga kesehatan khusus, selain mempersiapkan kegiatan rutin, seperti manasik haji, penginapan, katering, serta transportasi udara dan lokal.
Oleh karena jumlah yang dapat berhaji sangat dibatasi, janji bahwa pemberangkatan akan diatur berdasarkan urutan mendaftar harus dilaksanakan transparan dan dikomunikasikan dengan baik. Sebaiknya mendahulukan calon jemaah reguler yang jumlahnya lebih banyak daripada jemaah ONH plus.
Inilah tantangan Kementerian Agama, menjamin warga Indonesia berhaji dalam kondisi aman dari infeksi Covid-19 dan menjalani ritual haji dengan sempurna. Kita ingin ke depan, melalui lobi dari Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, hingga Duta Besar Indonesia di Arab Saudi, Indonesia mendapat perlakuan lebih baik, dalam bentuk kuota haji lebih besar dan kepastian pemberangkatan lebih awal. Hal ini mengingat Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, dan pandemi Covid-19 belum dapat dipastikan kapan akan berakhir.