Keharusan mundur dari All England bak petir di siang bolong bagi kontingen Indonesia. Menyakitkan, tetapi sekaligus perlu refleksi diri dan segera menatap ke depan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Peraturan kewajiban isolasi selama sepuluh hari yang ditetapkan Pemerintah Inggris mengharuskan tim ”Merah Putih” mundur karena satu pesawat dengan penumpang positif Covid-19. Apa boleh buat, pemain Indonesia yang sudah berlaga dan yang belum mesti rela menepi dari lapangan.
Kenyataan pahit ini memicu protes luas, mulai dari PBSI sebagai federasi olahraga bulu tangkis di Indonesia, Kemenpora, hingga komunitas penggemar bulu tangkis di Indonesia. Fenomena yang wajar karena baru pertama kalinya Indonesia tak bisa berlaga sebelum menuntaskan laga.
Perkara menjadi berbeda jika semua laga sudah dijalani, dan pebulu tangkis Indonesia lantas bertemu kenyataan: meraih kemenangan atau mengakui keunggulan lawan, seperti yang yang selama ini terjadi. Kesejatian atlet memang seharusnya meladeni tantangan lawan, berjuang sekuat tenaga, kemudian memasrahkan hasilnya kepada fakta di lapangan. Kemenangan disyukuri tanpa jemawa, kekalahan menjadi bahan evaluasi.
Namun, fakta itu kali ini tak mungkin terwujud karena ada mekanisme terkait kekarantinaan dan itu menjadi keniscayaan karena situasi pandemi. Kekhususan karena pandemi ini mau tak mau mesti diterima dengan lapang dada karena ada kepentingan mengantisipasi penularan Covid-19.
PBSI telah melayangkan nota protes ke Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terkait konsekuensi ini. Apa pun hasilnya, kita tunggu. Yang harus dipahami dan diterima, kemungkinan tim Merah Putih melanjutkan berkompetisi di All England sejauh ini sudah terhapus.
Yang perlu segera dilakukan, tak lain antisipasi agar kejadian serupa tak terulang. Perlu segera menatap ke depan. Di tengah pandemi seperti saat ini, yang perlu disiapkan tak hanya teknik, fisik, dan mental atlet demi meraih kemenangan, tetapi juga kepastian terkait syarat-syarat protokol kesehatan.
Jika mencermati yang terjadi di All England, antisipasi bisa dilakukan dengan menaiki pesawat carteran demi menghindari interaksi dengan penumpang umum meski ada konsekuensi biaya. Atau, antisipasi lainnya, tiba di negara lokasi kejuaraan dengan menyesuaikan jumlah hari yang dipersyaratkan untuk karantina pencegahan Covid-19.
Tak kalah penting, ketelitian ofisial tim bulu tangkis Indonesia terhadap kemungkinan perbedaan ketentuan jumlah hari isolasi di sejumlah negara beserta syarat-syarat lain seputar protokol kesehatan. Maklum, ke depan akan ada beberapa kejuaraan di mana atlet Indonesia ikut serta, termasuk pebulu tangkis. Salah satunya Olimpiade Tokyo.
Kita juga akan menjadi tuan rumah beberapa kejuaraan bulu tangkis internasional, sebut saja Indonesia Terbuka dan Indonesia Masters, keduanya di Jakarta, yang diundur dari jadwal semula Juni 2021. Penting untuk memastikan, Indonesia juga mampu menjadi tuan rumah yang baik, selain peserta yang baik, dalam kejuaraan internasional di kala pandemi.