Menjadi Panitia dan Peserta All England Sama Rumitnya
Tim Indonesia diharuskan mundur dari turnamen bulu tangkis All England karena kejadian di luar dugaan. Perlu upaya lebih keras dari panitia untuk menyelenggarakan dan membuat daftar antisipasi kejadian tak terduga.
JAKARTA, KOMPAS — Menyelenggarakan atau menjadi peserta ajang olahraga internasional pada masa pandemi Covid-19 bukan hal sederhana. Tim Indonesia diharuskan mundur dari turnamen bulu tangkis All England karena kejadian di luar dugaan dan kewajiban mematuhi peraturan isolasi mandiri dari otoritas kesehatan Pemerintah Inggris.
Pemain ganda campuran, Praveen Jordan, bahkan menerima kabar tersebut sebelum menginjakkan kaki di Utilita Arena Birmingham, Inggris, untuk menjalani babak pertama pada Rabu (17/3/2021) malam waktu setempat atau Kamis pagi waktu Indonesia. Padahal, Praveen dan pasangannya, Melati Daeva Oktavianti, berada dalam misi mempertahankan gelar juara.
Ganda campuran unggulan teratas itu baru bermain di lapangan tempat kompetisi saat sesi uji coba lapangan tim Indonesia pada Selasa.
Baca juga: Drama Covid-19 Berlanjut, Indonesia Diharuskan Mundur dari All England
Sementara, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon, dan Jonatan Christie tak bisa melanjutkan penampilan meski telah memenangi babak pertama. ”Setelah pertandingan, kami disuruh pulang. Tetapi tidak boleh naik bus, jadinya pulang jalan kaki. Hotelnya dekat sih, hanya 10 menit jalan kaki dari stadion,” ujar Hendra.
Hendra/Ahsan, Kevin/Marcus, dan Jonatan bersama Greysia Polii/Apriyani Rahayu akhirnya dinyatakan kalah walkover (WO) pada babak kedua yang seharusnya mereka jalani pada Kamis. Wakil lain tim ”Merah Putih”, yaitu Praveen/Melati, Anthony Sinisuka Ginting, dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, kalah WO pada babak pertama.
Tim Indonesia diharuskan mundur dari turnamen berlevel BWF Super 1000, 17-21 Maret, itu setelah 20 dari 24 anggotanya menerima surat elektronik dari otoritas Layanan Kesehatan Nasional (NHS) Inggris. Tim diharuskan menjalani isolasi mandiri di hotel selama sepuluh hari, hingga 23 Maret, karena dinilai memiliki kontak dengan penumpang pesawat yang terindikasi positif Covid-19. Itu terjadi dalam perjalanan dari Istanbul, Turki, ke Birmingham, Inggris.
Protokol kesehatan telah dilakukan skuad Indonesia dengan menjalani tes Covid-19 setiba di Birmingham, Sabtu, dan isolasi mandiri di kamar hotel sambil menunggu hasil. Setelah mendapat hasil negatif, latihan dimulai pada Senin. Namun, Pemerintah Inggris mengatur tentang kontak dengan orang terinfeksi Covid-19. Peraturan itu mengakhiri perjuangan tim Indonesia untuk meraih gelar juara All England.
Baca juga: Foto-foto Laga Terakhir Pebulu Tangkis Indonesia di All England 2021
Pada masa pandemi Covid-19, setiap negara memiliki protokol kesehatan berbeda, termasuk bagi pendatang internasional. Inggris memberlakukan isolasi mandiri sepuluh hari.
Namun, seperti disebutkan dalam prospektus All England 2021, status atlet elite internasional mendapat pengecualian dengan syarat hanya beraktivitas di hotel dan tempat pertandingan hingga meninggalkan Inggris. Panitia pun hanya mewajibkan peserta tiba, paling lambat, pada tiga hari sebelum turnamen.
Kalau saja memberlakukan peraturan harus sudah ada di Birmingham sepuluh hari sebelum turnamen, atlet pasti mengikuti peraturan itu. Dengan situasi seperti ini, buat saya hanya membuang waktu dan uang.
”Kalau saja memberlakukan peraturan harus sudah ada di Birmingham sepuluh hari sebelum turnamen, atlet pasti mengikuti peraturan itu. Dengan situasi seperti ini, buat saya hanya membuang waktu dan uang,” ujar Hendra. Bersama Ahsan, Hendra berstatus sebagai pemain profesional yang mencari dan mengeluarkan biaya sendiri untuk semua kebutuhan turnamen.
Setelah dinyatakan memiliki kontak dengan penumpang pesawat positif Covid-19, tim Indonesia tak langsung menjalani tes usap. Manajer Tim Indonesia Ricky Soebagdja mengatakan, mereka seharusnya menjalani tes kedua pada Kamis, tetapi dibatalkan. ”Kami diberi tahu, saat ini yang lebih penting adalah menjalani isolasi,” katanya.
Situasi tersebut berbeda dengan yang dilakukan NHS Negara Bagian Victoria, Australia, ketika menggelar turnamen pemanasan Grand Slam Australia Terbuka, Februari. Semua partisipan yang tinggal dan pernah tinggal di hotel karantina sebelum turnamen mendapat tes, ketika terdapat satu karyawan hotel yang terinfeksi Covid-19. Terjadi di tengah kompetisi, turnamen dihentikan sehari untuk memastikan hasil semua tes.
Diskualifikasi peserta juga terjadi pada turnamen di ”gelembung” Melbourne itu, tetapi hanya dengan sebab terinfeksi Covid-19. Semua peserta diwajibkan tiba tiga pekan sebelum Australia Terbuka.
Atas situasi ini, Duta Besar Indonesia untuk Inggris Desra Percaya menghubungi Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi, Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins, NHS Inggris, beberapa pihak di pemerintah dan parlemen Inggris, serta BWF. Salah satu poin penting yang diminta adalah tes Covid-19 sesegera mungkin untuk tim Indonesia.
Praveen pun menghendaki tes itu. ”Rasanya akan lebih adil kalau kami dites lagi untuk memastikan kondisi,” katanya.
Meminta penjelasan
Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, Kamis (18/3/2021), meminta penjelasan Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) terkait harus mundurnya tim Indonesia dari All England 2021. Menpora menegaskan, BWF perlu menjelaskan lebih lanjut. Sebab, dalam keterangan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI), pemain Turki, Neslihan Yigit, berada dalam satu pesawat bersama tim Indonesia. Namun, Yigit masih diperbolehkan bertanding. Adapun seluruh pemain Indonesia dinyatakan harus mundur.
Baca juga: Drama All England, Menpora: BWF Harus Tanggung Jawab
”Yang dipermasalahkan ini adil atau tidak karena informasinya ada pemain dari negara lain boleh main. Kita harus dalami lagi ke BWF. Mereka yang menentukan orang yang boleh main atau tidak, apalagi BWF kan penanggung jawab kegiatan ini,” kata Zainudin dalam konferensi pers virtual, Kamis.
Namun, Yigit akhirnya juga dicoret dari turnamen meskipun menang atas Marie Batomene (Perancis) di babak pertama. Yigit seharusnya bertanding melawan Akane Yamaguchi (Jepang) di babak kedua.
Zainudin meminta PBSI mempertanyakan dugaan ketidakadilan tersebut kepada BWF, termasuk penjelasan soal adanya 4 dari 24 anggota tim Indonesia yang tidak mendapatkan pemberitahuan dari NHS. Padahal, mereka juga berada dalam satu pesawat bersama 20 anggota tim lain.
”BWF saat ini tidak bisa buang badan (kepada Pemerintah Inggris) karena penyelenggara turnamen ini kan BWF. Jadi, mereka harus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Kami dukung PBSI untuk mempertanyakan BWF,” katanya.
Secara terpisah, Ketua Umum PB PBSI Agung Firman Sampurna juga menyayangkan kejadian itu. Ia menilai, ada ketidakadilan perlakuan yang menimpa atlet-atlet Indonesia di All England.
”Pagi ini, saya bagaikan disamber geledek mendapatkan informasi ini. Pertama, kita tidak diperbolehkan bertanding lagi karena kita ada dalam satu pesawat dengan penderita Covid-19 di penerbangan dari Istanbul ke Birmingham. Namun, sampai dengan hari ini, kita tidak diberi tahu siapa penumpang tersebut,” ujarnya dalam konferensi pers.
Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menegaskan, kasus dipaksa mundurnya seluruh atlet Indonesia dalam ajang All England 2021 merupakan preseden buruk. Kasus itu berdampak terhadap persiapan pebulu tangkis menuju Olimpiade. KOI akan menyampaikan protes terhadap pihak-pihak terkait agar protokol kesehatan Covid-19 tidak merugikan atlet nasional lagi jelang Olimpiade.
”Kami semua sangat kecewa dengan apa yang terjadi terhadap anak-anak (wakil-wakil Indonesia) di All England. Ini sangat mengganggu konsentrasi atlet jelang Olimpiade. Kami akan melakukan langkah agar atlet-atlet ini bisa mendapat keadilan,” kata Ketua Umum KOI Raja Sapta Oktohari.
Baca juga: Kecewa Kasus All England, KOI Siapkan Protes
Bulu tangkis sebenarnya memiliki contoh penyelenggaraan turnamen di tengah pandemi ketika ”gelembung” Thailand menjadi tempat berlangsungnya tiga turnamen revisi dari musim kompetisi 2020, yaitu Yonex dan Toyota Thailand Terbuka, serta Final BWF, pada Januari 2021. Peserta diwajibkan tiba sepekan sebelum turnamen.
Namun, berbeda negara, berbeda pula peraturan yang ditetapkan. Padahal, dengan situasi pandemi yang cepat berubah, perlu upaya lebih keras dari panitia dan pemerintah setempat untuk menyelenggarakan dan membuat daftar antisipasi kejadian tak terduga sedetail mungkin, lalu menyosialisasikannya. Kejelian peserta memahami peraturan dan situasi juga menjadi tuntutan lain.