Kasus All England, PBSI-Kemenpora Perlu Berefleksi Diri
Berbagai pihak diminta lebih jernih melihat kasus dicoretnya tim Indonesia dari All England. Kasus itu diharapkan bisa menjadi momen berefleksi otoritas terkait di dalam negeri, mulai dari PBSI hingga Kemenpora.
Oleh
Yulvianus Harjono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alih-alih menyalahkan pihak lain, otoritas olahraga dan induk organisasi bulu tangkis nasional diminta melakukan refleksi diri terkait dengan kasus dipaksa mundurnya tim Indonesia dari ajang All England 2021. Masalah serupa diharapkan tidak terulang kembali di masa depan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyikapi polemik terdepaknya para atlet bulu tangkis Indonesia dari turnamen bulu tangkis bergengsi berkategori BWF Super 1000 itu. Pengalaman menyakitkan Indonesia di All England itu diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi tepat di tengah pandemi Covid-19 yang masih terus berkecamuk.
”Persiapan matang tidak hanya soal bagaimana performa para atlet dan ofisial menghadapi pertandingan. Hal yang tak kalah penting adalah apakah sudah memperhitungkan pula persyaratan lain terkait (protokol) perhelatan kejuaraan di masa pandemi Covid-19?” ungkap Fikri dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/3/2021)
Fikri mempertanyakan jadwal keberangkatan tim Indonesia yang dinilai mepet dengan jadwal tanding, padahal dibayangi protokol kesehatan yang menjadi aturan baku di negara tujuan pada masa pandemi Covid-19. Tim Indonesia tiba di Birmingham, Inggris, kurang dari sepekan sebelum All England dimulai.
”Ini jadi poin evaluasi kepada Kemenpora dan PBSI. Seharusnya tim yang dikirim memperhitungkan waktu tenggang atau tunggu saat kedatangan di negara tujuan, terutama yang mewajibkan karantina kesehatan,” ujar Fikri, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Tiba lebih dulu
Dalam aturan umum, setiap warga asing yang berkunjung ke Inggris wajib menjalani karantina atau isolasi mandiri selama 10 hari. Namun, seperti disebutkan dalam prospektus All England 2021, status atlet internasional mendapatkan pengecualian dengan syarat hanya beraktivitas di hotel dan tempat laga hingga meninggalkan Inggris.
Terlepas dari panitia All England tidak mewajibkan para peserta mengikuti aturan karantina 10 hari karena aturan khusus itu, Fikri menilai, terdepaknya kontingen Indonesia tidak perlu terjadi jika mereka tiba lebih dulu. Jadi, mereka bisa menjalani karantina mandiri 10 hari seperti diminta Badan Layanan Kesehatan Inggris (NHS) setelah kedapatan satu pesawat dengan orang yang positif Covid-19.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga agar kita benar-benar memperhatikan detail prokes (protokol kesehatan) yang berlaku di negara yang akan kita kunjungi. (Djoko Pekik)
Fikri menambahkan, di masa pandemi ini, setiap negara punya kebijakan berbeda terkait dengan pelaksanaan karantina warga asing yang berkunjung. ”Jadi, persiapan timnas, apa pun jenis olahraganya di negara lain, seharusnya telah dipersiapkan dengan matang. Itu termasuk mengantisipasi apabila ada yang terpapar dan prosedur karantina yang disyaratkan,” tegasnya.
Hal senada disampaikan pengamat olahraga nasional Prof Djoko Pekik Irianto. ”Kasus ini menjadi pelajaran berharga agar kita benar-benar memperhatikan detail prokes (protokol kesehatan) yang berlaku di negara yang akan kita kunjungi,” ujar Djoko yang juga Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (Apkori).
Djoko berharap tim Indonesia masih bisa bertanding jika memang tidak ada yang terpapar Covid-19. Dalam hal ini, ia melihat pentingnya peranan diplomat atau Kedutaan Besar RI di Inggris untuk memfasilitasi sanggahan dengan panitia All England dan NHS.
Fikri sependapat, kontingen Indonesia semestinya didampingi diplomat yang mumpuni dalam melindungi hak-hak atlet dan ofisial yang bertanding mewakili Indonesia. ”Maka, ketika ada dugaan diskriminasi atau ketidakadilan dalam proses kejuaraan internasional seperti di All England, langsung bisa bertindak saat itu juga,” katanya.
Terlepas dari hal itu, Fikri menilai, diplomat perwakilan RI di Inggris tetap berkewajiban mengusut adanya potensi diskriminasi terhadap timnas bulu tangkis Indonesia di ajang All England 2021. Dugaan diskriminasi itu terkait dengan status pebulu tangkis Turki, Neslihan Yigit, yang sempat tetap dijadwalkan berlaga meskipun berada dalam satu pesawat dengan tim Indonesia.
Akan tetapi, dugaan diskriminasi itu terpatahkan setelah BWF kemarin malam mengumumkan Yigit juga ikut dinyatakan walk over. ”Pihak NHS telah berkomunikasi dengan Yigit dan memintanya melakukan isolasi mandiri. Seluruh keputusan itu (meminta isolasi mandiri), termasuk yang menimpa tim Indonesia, dibuat independen oleh NHS”, bunyi keterangan resmi BWF.