Dalam KBBI terbaru versi daring, kata ”mengklaim” berubah ”mengeklaim”. Ini salah satu upaya agar kita tertib pada kaidah pembentukan kata yang melibatkan kata bersuku kata satu. Bagaimana dengan sosialisasinya?
Oleh
Apolonius Lase
·3 menit baca
Di masyarakat pengguna bahasa Indonesia, terutama para penulis atau juru warta di media massa, penggunaan kata mengeklaim bersaing dengan kata mengklaim. Pada umumnya, penulis selalu menggunakan kata mengklaim, alih-alih mengeklaim.
Ini tidak salah. Semua ada dasarnya, mengapa penulis menggunakan kata itu: klaim, mengklaim, pengklaim, pengklaiman. Ini sudah sesuai dengan apa yang ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV dan sebelumnya.
Dalam KBBI IV tersua kata mengklaim, pengklaim, dan pengklaiman di lema klaim. Bukan mengeklaim, pengeklaim, dan pengeklaiman seperti yang ada di KBBI terakhir. Khusus KBBI V ini kita bisa akses secara daring.
Perubahan drastis yang dilakukan para penyusun KBBI dari mengklaim ke mengeklaim agaknya tidak tersosialisasikan dengan baik.
Perubahan drastis yang dilakukan para penyusun KBBI dari mengklaim ke mengeklaim, dari pengklaim menjadi pengeklaim, serta dari pengklaiman menjadi pengeklaiman, agaknya tidak tersosialisasikan dengan baik. Hanya satu dua media massa yang mengikuti penulisan seperti tertera dalam KBBI V.
Kita bisa memahami alasan penyusun KBBI V, dalam hal ini Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk melakukan perubahan dimaksud.
Tujuannya satu, agar aturan-aturan dalam bahasa kita bisa diterapkan secara konsisten sehingga tidak terjadi kebingungan di kalangan pemakainya. Lagi pula, menata bahasa Indonesa semakin rapi bukankah merupakan bukti nasionalisme serta kecintaan akan bangsa sendiri yang harus terus dikobarkan?
Nah, menarik kita mengetahui apa yang menjadi dasar penyusun KBBI melakukan perubahan itu Sebab, perubahan sejenis ini di KBBI bukan kali ini saja terjadi.
Masih segar dalam ingatan kala KBBI IV diluncurkan. Saat itu ramai diperbincangkan, terutama di kalangan praktisi bahasa di media massa, soal perubahan kata memerhatikan menjadi memperhatikan.
Kala itu, penyusun KBBI IV—dan para linguis—berpandangan, memperhatikan bukanlah berkata dasar perhati, seperti yang ditulis di KBBI sebelumnya (KBBI III), melainkan hati sehingga diputuskan untuk diluruskan menjadi memperhatikan.
Jadilah hingga sekarang hampir semua media massa selalu menggunakan memperhatikan meskipun ada satu dua yang masih berkukuh menggunakan kata memerhatikan.
Kembali pada mengeklaim. Seperti diketahui, ada aturan kebahasaan terkait kata yang terdiri atas satu suku kata ini, yakni ketika diberi imbuhan me- dan pe- akan mendapatkan sisipan atau penambahan nge- sehingga meN- berubah menjadi menge- dan peN- berubah menjadi penge-.
Mari kita perhatikan beberapa contoh berikut:
meN- + bom --> mengebom
meN- + bor --> mengebor
meN- + cas --> mengecas
meN- + cat --> mengecat
meN- + cor --> mengecor
meN- + klaim --> mengeklaim
meN- + klik --> mengeklik
meN- + las --> mengelas
meN- + pel --> mengepel
meN- + rem --> mengerem
meN- + tik --> mengetik
Upaya tertib aturan
Keputusan Badan Bahasa meluruskan penulisan mengklaim menjadi mengeklaim kita pahami sebagai usaha untuk menjaga bahasa Indonesia tertib dalam menerapkan aturan-aturan tanpa pengecualian, meskipun di beberapa kondisi pengecualian itu juga bisa diterima. Tinggal sekarang bagaimana masyarakat meresponsnya.
Sejumlah media massa, sejak KBBI V diluncurkan, langsung melakukan perubahan dengan menggunakan kata mengeklaim, alih-alih mengklaim, tetapi tidak sedikit yang masih menggunakan mengklaim.
Mungkin ada media massa yang sudah mantap dengan kata mengklaim sehingga memilih tidak mengikuti KBBI. Ya, tidak berkesalahan juga.
Akan tetapi, kita patut memberikan apresiasi kepada media massa yang setelah mengetahui ada perubahan di KBBI ini langsung mengubah kebijakannya dengan menggunakan mengeklaim. Jika perubahan memerhatikan menjadi memperhatikan saja mulus, mengklaim ke mengeklaim juga rasanya tidak menemui hambatan.
Akan tetapi, perlu juga rasanya kita mencari argumentasi lain, jangan-jangan memang yang betul adalah mengklaim. Klaim memang satu suku kata, tetapi diawali dengan konsonan rangkap sehingga tidak perlu ada sisipan nge-. Kalau itu bisa disepakati bersama, artinya tidak ada lagi kata mengeklik, tetapi mengklik; tak ada lagi mengedrop, tetapi mendrop.
Bagaimana Badan Bahasa, akankah meninjau kembali lema ini?