Pelaksanaan Pilkada 2020 menjadi ujian bagi daya tarik partai politik dalam memikat pemilih. Apalagi, parpol sudah tak lagi sepenuhnya memikat calon kepala daerah.
Oleh
·2 menit baca
Selama ini, parpol tidak memiliki pesaing dalam menjaring pemilih dan calon untuk pemilu presiden dan pemilu legislatif. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyebutkan, peserta pilpres adalah partai atau gabungan partai yang memenuhi syarat jumlah suara atau jumlah kursi di parlemen. Peserta pileg adalah parpol yang lolos verifikasi dan memenuhi ambang batas suara dari hasil pemilu sebelumnya.
Pada Pemilu 1955, justru calon perseorangan dimungkinkan untuk memperebutkan kursi di DPR. Dari 172 peserta pemilu saat itu, 25 partai dan 3 individu meraih kursi di DPR.
Untuk pemilu kepala daerah (pilkada), sejak 2008 parpol mendapatkan pesaing untuk mengajukan calon kepala daerah. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah memungkinkan individu menjadi calon kepala daerah asalkan memenuhi syarat dukungan nyata yang proporsional dengan jumlah penduduk. UU mengenai pemilihan diubah, tetapi individu tetap dimungkinkan ikut serta dalam pilkada meskipun syarat pencalonannya diperberat.
Pilkada 2020 juga tetap menarik perseorangan untuk mencalonkan diri. Dari 270 daerah (provinsi, kota, atau kabupaten) yang akan menggelar pilkada tahun ini, Litbang Kompas mencatat, hingga Senin (24/2/2020) tidak kurang dari 98 pasangan mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum sebagai calon perseorangan. Mereka belum tentu memenuhi syarat pencalonan. Jika lolos, mereka bisa saja menang.
Apalagi, pada 2015, dari 269 daerah yang menggelar pilkada, tercatat ada 135 pasangan calon dari jalur perseorangan, dan 13 pasangan calon di antaranya memenangi pemilihan. Sebagian dari kepala daerah dari jalur perseorangan itu kembali mencalonkan diri pada Pilkada 2020, dengan tetap tidak melalui jalur partai. Pada Pilkada 2017, ada tiga pasangan calon independen yang memenangi pemilihan. Ketika itu pilkada digelar di 101 daerah. Pada Pilkada 2018, ada juga calon perseorangan yang memenangi pemilihan.
Sebagian calon perseorangan adalah calon dari parpol yang ”terpental”, sebab adanya konflik di partai atau partai mengajukan calon lain. Namun, seperti diberitakan harian ini, pada Pilkada 2020, minat calon bupati/wali kota dari jalur perseorangan yang menyerahkan berkas dukungannya ke KPU daerah cukup tinggi di hari terakhir pendaftaran hari Minggu (23/2/2020) lalu (Kompas, 24/2/2020).
Kalangan partai meyakini akan memenangi mayoritas pilkada. Mesin parpol menjadi faktor penentu kemenangan pada pilkada. Namun, harus diakui, tingkat kepercayaan masyarakat pada parpol cenderung menurun. Apalagi, untuk menjadi calon kepala daerah, sejumlah partai mensyaratkan mahar. Belum lagi ada konflik dalam penentuan calon, termasuk menguatnya dominasi calon dari keluarga elite politik yang bisa membuat simpati publik pada partai itu merosot.
Jika tidak serius berbenah, pada Pilkada 2020, bisa saja daya tarik partai politik terus meredup, tergantikan daya tarik calon perseorangan.