Pekan lalu pemerintah untuk pertama kalinya membatasi fitur-fitur di dalam media sosial ketika terjadi unjuk rasa diikuti dengan kerusuhan di Jakarta. Sejumlah pihak sepakat dengan langkah pemerintah itu namun ada pula yang mengkritiknya. Pembatasan dan bahkan penutupan media sosial juga pernah dilakukan di beberapa negara. Langkah ini menjadi bahan perdebatan di antara pengguna.
Sebuah situs dengan nama Debate.org pernah menyelenggarakan debat daring dengan pertanyaan, apakah media sosial harus ditutup atau dilarang untuk semua orang? Hasil sementara 78 persen setuju dan 22 persen tidak setuju. Mereka yang setuju mengaitkan pendapatnya itu dengan dampak media sosial terhadap kesehatan mental, penyebaran hoaks via media sosial, dan juga mengurangi pertemuan antar orang. Mereka yang menolak secara umum menyebutkan pelarangan media sosial melanggar kebebasan bersuara.
Laman lainnya yang mengadakan debat soal ini adalah Procon.org. Mereka bertanya, apakah platform jejaring sosial baik untuk masyarakat kita? Di dalam situs ini dipaparkan masing-masing 23 alasan setuju dan tidak setuju. Alasan yang setuju antara lain media sosial menjadi media yang paling cepat untuk menyebarkan informasi, media sosial malah membantu aparat mengejar pelaku kejahatan, media sosial membantu orang berelasi, dan lain-lain.
Sementara mereka yang beranggapan media sosial buruk untuk masyarakat mengatakan, media sosial lebih banyak digunakan untuk menyebarkan berita palsu dan kebencian, media sosial tidak melindungi privasi seseorang sehingga pemerintah dan korporasi mudah melakukan intrusi, dan media sosial juga membuat orang stress serta memperburuk relasi. Argumen lainnya media sosial banyak membuat orang membuang waktu dan membuat orang mengalami gangguan kesehatan jiwa.
Di luar 23 alasan pro dan kontra, di dalam situs ini juga dipaparkan beberapa hasil riset seperti, nilai mata pelajaran anak-anak yang terpapar media sosial 20 persen lebih rendah dibanding mereka yang jarang memakainya. Mereka yang terpapar memiliki rata-rata nilai 3,06 sementara yang tidak terpapar bisa mencapai 3,82. Mereka juga memperlihatkan data di Amerika Serikat bahwa warga banyak mendapat informasi dari media sosial (27, 8 persen). Jumlah ini berdekatan dengan warga yang mendapat informasi dari koran yaitu sebesar 28,8 persen.
Debat mengenai penggunaan media sosial masih terus berlangsung di berbagai negara. Masing-masing menyampaikan pendapat dengan didukung fakta-fakta berbasis riset dan juga pengalaman pribadi atau komunitas. Kita juga melihat riset keterkaitan media sosial dengan kesehatan jiwa makin banyak dilakukan. Di sisi lain perubahan sosial akibat keberadaan media sosial juga terus dilakukan. Meski demikian belum ada riset yang bisa meyakinkan kedua pihak yang berdebat untuk sama-sama mengakui manfaat atau kerugian media sosial serta solusi yang bisa diambil.
Secara khusus peneliti dan ahli-ahli di Indonesia perlu mengadakan riset sejenis. Hasil dari riset ini bisa menjadi dasar bagi pemerintah dan juga perusahaan untuk mengambil langkah. Masalah di Indonesia pasti akan khas, tidak sama dengan fenomena di negara lain. Untuk itulah riset tentang media sosial dari berbagai aspek ini menjadi penting. Hasil-hasil riset itu akan memperkaya semua kalangan dalam memandang media sosial. Pemerintah juga makin banyak memiliki alasan untuk mengendalikan atau melepas media sosial ketika suatu saat diperlukan.