Ada kekhawatiran polisi virtual justru menjadi polisi bahasa yang berpotensi membatasi kebebasan berekspresi atau menyatakan pendapat di ruang maya.
Surat edaran Kapolri terkait UU ITE dinilai mampu menyelesaikan sebagian permasalahan yang muncul akibat penggunaan pasal karet di dalam UU ITE. Namun, surat itu belum mampu menyelesaikan persoalan mendasar .
Polri akan mengedepankan langkah edukatif dalam menangani kasus UU ITE. Pedoman penanganan kasus pun akan dikeluarkan. Penyidik pun diharapkan dapat membedakan hoaks, kritik, masukan, atau pencemaran nama baik.
Kompolnas berharap agar pelaksanaan pedoman Kapolri terkait UU ITE disertai dengan edukasi kepada masyarakat. Anggota Polri di lapangan juga harus memahami pedoman dari Kapolri ini dengan baik.
Suatu ketentuan pidana tidak boleh menimbulkan penafsiran lain yang terlalu luas dan berpotensi disalahgunakan sehingga diterapkan secara kaku dan berlebihan.
Kapolri memerintahkan jajarannya merumuskan panduan penyelesaian kasus terkait UU No 19/2016 tentang ITE. Namun, UU itu tetap perlu direvisi karena memuat sejumlah pasal yang mengancam kebebasan berekspresi.
Aplikasi media sosial berbasis suara, Clubhouse, menjadi fenomena baru di tengah banjir disinformasi. Kemunculan Clubhouse menjadi tanda berakhirnya masa-masa konten antah berantah bertengger di media sosial.
Sejumlah fraksi di DPR mendukung revisi UU ITE. Revisi diharapkan bisa mengatasi pasal-pasal karet yang mengancam demokrasi. ICJR bahkan telah mengingatkan adanya pasal ”monster” di UU ITE saat revisi tahun 2016.
Ambroncius Nababan, pelaku yang diduga melakukan ujaran kebencian bernada rasisme terhadap mantan anggota Komnas HAM, Natalius Pigai, ditahan polisi. Polisi menilai sudah cukup bukti untuk menjadikannya tersangka.
Berbagai pihak terus menekan semua platform medsos untuk mengekang unggahan-unggahan yang sifatnya menghasut.