Tiga Alasan Trio Klub Legendaris Gagal Lolos ”Championship Series” BRI Liga 1
Tak ada Persija, PSM, dan Persebaya di ”championship series” Liga 1. Gejala itu telah terlihat sejak awal musim ini.
Tiga bond (perkumpulan sepak bola) legendaris di kompetisi sepak bola Indonesia, yaitu Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Persebaya Surabaya, harus menutup ambisi mereka untuk mengejar gelar juara BRI Liga 1 2023-2024. Mereka hanya berkutat di papan tengah selama musim ini sehingga gagal melaju ke championship series yang dihuni empat tim peringkat terbaik.
Persija, PSM, dan Persebaya masing-masing berada di peringkat ke-10, ke-11, dan ke-12 hingga memasuki pekan ke-32. Jalan Persebaya, Persija, dan PSM untuk menembus zona empat besar sudah tertutup. Sebab, terdapat enam tim di atas mereka yang lebih berpeluang memperebutkan dua posisi tersisa menuju championship series.
Terdapat tiga penyebab trio eks perserikatan itu tidak mampu berbicara banyak di BRI Liga 1 2023-2024, yaitu buruknya strategi transfer, kondisi finansial tak terlalu baik, hingga telat mendapatkan taktik terbaik.
Borneo FC dan Persib Bandung sudah dipastikan menuju babak empat besar. Bali United pun sudah 90 persen menyegel satu tempat di championship series karena hanya butuh satu kemenangan lagi dari dua laga pamungkas di musim reguler. Satu tempat lain berpeluang diperebutkan oleh tiga tim, yakni Dewa United, Madura United, dan PSIS Semarang.
Baca juga: Liga 1 Ditunda demi Prestasi Maksimal pada Piala Asia U-23
Dengan kondisi itu, tiga tim dengan gelar juara terbanyak—dihitung sejak era Kejuaraan Nasional PSSI 1951—hanya bisa mensyukuri keberhasilan mereka tidak terancam zona degradasi. Persija dan PSM sama-sama telah mengoleksi tujuh gelar juara sejak Indonesia merdeka, sedangkan Persebaya memiliki enam gelar juara.
Lalu, mengapa ketiga bond itu gagal mempertahankan karakter juara mereka di musim ini? Terdapat tiga penyebab trio eks perserikatan itu tidak mampu berbicara banyak di BRI Liga 1 2023-2024, yaitu buruknya strategi transfer, kondisi finansial tak terlalu baik, hingga telat mendapatkan taktik terbaik.
Strategi transfer
PSM sebagai tim berpredikat juara bertahan tidak bisa berbuat apa-apa ketika dua pemain penting mereka saat meraih gelar juara BRI Liga 1 2022-2023, yaitu Ramadhan Sananta dan Agung Mannan, memilih hengkang ke klub lain pada akhir musim lalu. Walaupun kerap memulai laga dari bangku cadangan, keduanya memberikan kedalaman skuad yang apik bagi ”Juku Eja”.
Baca juga: Jack Brown Keluarkan Persita Tangerang dari Zona Merah
Nestapa PSM semakin parah ketika mereka melepas kapten dan motor serangan, Wiljan Pluim, pada pertengahan musim. Pluim justru bergabung dengan Borneo FC yang mengunci predikat kampiun musim reguler.
PSM gagal mendapatkan pengganti dengan kualitas sepadan bagi ketiganya. Ze Paulo dihadirkan untuk mengisi tempat Pluim, tetapi pemain asal Brasil itu gagal menemukan penampilan terbaik bersama PSM. Harapan untuk mencetak ”Sananta 2.0” oleh Pelatih PSM Bernardo Tavares melalui Andy Harjito tidak berhasil.
Kemudian, PSM juga merekrut bek asal Filipina, Kike Linares, yang juga tidak mampu memperkokoh pertahanan sehingga dilepas di putaran kedua. Kehadiran dua penyerang asing, Adilson Silva dan Victor Mansaray, pun tidak bisa menggaransi parade gol.
Begitu pula dengan Persija. Meski bisa mendatangkan pemain top, seperti Rizky Ridho dari Persebaya dan Ryo Matsumura dari Persis Solo, manajemen ”Macan Kemayoran” telat melengkapi kuota pemain asing sebelum musim bergulir. Pada dua pekan awal, Persija hanya memiliki Matsumura dan Ondrej Kudela.
Baca juga: Wiljan Pluim, Duka untuk PSM, Berkah Borneo FC
Setelah itu, Persija seperti melakukan ”pembelian panik” dengan mendatangkan Maciej Gajos, Oliver Bias, dan memulangkan Marko Simic. Gajos bisa dikatakan satu-satunya tambahan kualitas mumpuni dari Persija di musim ini. Ia telah menghasilkan empat gol dan enam asis.
Sementara Simic baru mulai gacor memasuki paruh kedua musim. Ia pun telah mencetak 10 gol, termasuk gol penentu kemenangan 1-0 kontra Persis, Rabu (17/4/2024). Adapun Bias merupakan salah satu pembelian terburuk Liga 1 musim ini.
Persebaya juga gagal mendapatkan pengganti sepadan setelah kehilangan dua bek tangguh, Ridho dan Leo Lelis yang menuju Borneo. Kehadiran bek asing, Dusan Stevanovic, juga tidak bisa menghadirkan pertahanan yang kokoh untuk skuad ”Bajul Ijo”.
Selain itu, Persebaya juga hanya mendatangkan pemain-pemain lokal ”kelas menengah”, di antaranya Wildan Ramdhani, Oktafianus Fernando, dan Kadek Raditya. Tidak ada pemain berlabel tim nasional yang didatangkan Persebaya di musim ini. Perwakilan utama Bajul Ijo di skuad ”Garuda” ialah kiper Ernando Ari.
Kondisi finansial
Pengaruh buruknya strategi transfer itu tidak lepas pula dari penyebab kedua, yaitu kondisi finansial. Kontinuitas nasib ketiga klub legendaris itu memang tidak perlu disangsikan.
Baca juga: Borneo FC Tak Terbendung, Tiga Tempat Tersisa untuk Babak 4 Besar
Mereka disokong oleh pebisnis lokal yang besar dan terkenal. Persija, misalnya, didukung oleh Grup Bakrie, PSM mendapat sokongan dari Grup Bosowa, sedangkan Persebaya berada di bawah kendali Azrul Ananda yang memiliki PT DBL Indonesia.
Namun, ketiga klub itu tidak serta-merta tanpa kendala di musim ini. Sikap royal pemilik Persija seperti pada musim lalu tidak diulangi pada musim ini, terutama dalam mendatangkan pemain-pemain asing harga selangit.
Pendiri Grup Bosowa, Aksa Mahmud, harus turun tangan untuk menengahi masalah keterlambatan gaji yang dialami pemain dan ofisial tim dalam beberapa periode musim ini.
Puncaknya, Persija dan PSM mendapat sanksi larangan aktif dalam tiga periode bursa transfer dari FIFA. Itu disebabkan mereka gagal memenuhi kewajiban kontrak kepada pemain.
Sementara itu, manajemen Persebaya lebih cermat dan hati-hati dalam melakukan pengeluaran, terutama untuk pembelian dan kontrak pemain, pada musim ini. Alih-alih jorjoranmendatangkan pemain nasional terbaik, Bajul Ijo lebih memilih mengorbitkan pemain-pemain muda dari klub anggota mereka.
Masalah taktik
Di luar urusan pemain, jalan Persebaya pada musim ini tidak sesuai rencana karena beberapa kali ganti juru taktik. Memulai musim bersama Aji Santoso, tetapi performa menurun dibandingkan ketika berada di peringkat keenam musim lalu membuat Aji terdepak.
Baca juga: Bhayangkara FC Paling Terancam Terdegradasi, Lima Tim Lain Belum Aman
Persebaya sempat menunjuk Direktur Teknik Uston Nawawi sebagai caretaker. Namun, setelah itu, Bajul Ijo mengikuti tren tim-tim Liga 1 lainnya yang menunjuk pelatih asing. Sempat diasuh Josep Gombau dari Spanyol, Persebaya menutup musim ini dengan juru taktik asal Irlandia Utara, Paul Munster.
Pergantian pelatih yang terlalu sering itu membuat Persebaya tidak memiliki the winning team atau tim pemenang yang bisa memberikan hasil positif nan konsisten. Persebaya berpeluang duduk di luar zona 10 besar pada akhir musim ini. Itu membuat Bajul Ijo menutup musim di peringkat terburuk sejak naik kasta dari Liga 2 2017.
Sementara itu, PSM dan Persija masih setia dengan pelatih musim lalu, Tavares di PSM dan Thomas Doll bersama Persija. Namun, bongkar pasang skuad yang amat masif pada akhir musim membuat keduanya gagal mempertahankan raihan posisi dua besar di kompetisi edisi 2022-2023.
Itu membuat Tavares dan Doll, duo pelatih asal Eropa, sulit menemukan performa terbaik anak asuhannya, terutama pada paruh pertama musim ini. Seiring berjalannya musim, Tavares mampu mempertahankan performa kokoh di lini belakang, tetapi PSM kehilangan ketajaman dan sifat klinis dalam sektor serangan.
Doll pun gagal menemukan performa yang seimbang bagi Macan Kemayoran. Pertahanan Persija kerap melakukan kesalahan kecil yang membuat mereka gagal mempertahankan keunggulan dan kecolongan di masa-masa krusial pertandingan.
Hasil buruk pada musim ini semoga membuat tiga klub legendaris dengan fans masif nan fanatik itu berbenah.