Reinkarnasi Havertz dalam Dekapan Arteta
Arteta akhirnya menemukan peran terbaik untuk Kai Havertz. Bukan hanya sebatas gelandang serang ataupun penyerang.
Terkadang ada beberapa hal yang memang sudah ditakdirkan di dunia ini. Seperti gol penentu penyerang Arsenal, Kai Havertz, ke gawang Brentford yang tercipta di pengujung laga. Dua kali sudah Arsenal berhadapan dengan Brentford di Liga Inggris musim ini, Havertz selalu berakhir sebagai pahlawan kemenangan.
Havertz seolah mengalami dejavu di Stadion Emirates, Minggu (10/3/2024) dini hari WIB. Saat Arsenal sudah frustrasi pada empat menit sebelum waktu normal berakhir, dia memecah kebuntuan. ”Si Meriam” menang, 2-1. Dia juga mencetak gol pada menit ke-89 ketika menang atas Brentford, 1-0, November lalu.
Menariknya, kondisi psikologis dari dua momen itu jauh berbeda. Di pertemuan sebelumnya, Havertz baru mampu mencetak gol nonpenalti pertama sejak didatangkan pada musim panas. Gol tersebut sedikit mengangkat moralnya, meskipun dia tetap diragukan bisa berkontribusi maksimal untuk Arsenal.
Banyak bising di luar, seperti pendukung Chelsea yang mengatakan, dia tidak sepadan (dengan harganya). Namun, dia sudah membuktikan mengapa (Mikel) Arteta menginginkannya.
Berbanding terbalik dengan saat ini. Pemain tim nasional Jerman itu sedang menunggangi tren performa terbaik. Dia sudah menyumbang 4 gol dan 2 asis dalam 4 pertandingan liga terakhir. Jumlah kontribusi tersebut sama dengan catatannya selama 23 laga pertama berseragam Arsenal, sejak awal musim.
Baca juga: Kelegaan Ramsdale, Juga Arsenal
Havertz sudah mencetak 8 gol setelah 27 pekan berlalu. Catatan itu sudah menyamai rekor terbaiknya dalam semusim di Liga Inggris (8 gol) saat bersama Chelsea pada 2021-2022.
”Banyak bising di luar, seperti pendukung Chelsea yang mengatakan dia tidak sepadan (dengan harganya). Namun, dia sudah membuktikan mengapa (Mikel) Arteta menginginkannya,” kata legenda hidup Arsenal Ian Wright pada BBC Sport.
Penyerang atau gelandang?
Saat didatangkan Arsenal dengan mahar 65 juta pound sterling dari Chelsea, ada pertanyaan yang belum terjawab tentang Havertz. Di mana posisi terbaiknya? Apakah sebagai penyerang tengah, seperti di Chelsea atau gelandang serang seperti saat bersinar di Bayer Leverkusen?
Adapun Havertz kurang cemerlang di Chelsea. Dia terlalu kurang efisien untuk seorang penyerang. Buktinya dia tidak pernah menghasilkan dua digit gol di liga dalam semusim, selama tiga musim di Chelsea. Alasan itu yang membuat situs resmi klub Arsenal mengategorikannya sebagai pemain gelandang saat pertama datang.
Baca juga: Terpental Kuartet Bek Tengah Arsenal
Arteta ingin mengembalikan posisi terbaik Havertz, seperti saat bermain di Liga Jerman. Dia ditunjuk menggantikan peran gelandang Granit Xhaka yang hengkang di musim panas. Masalahnya, pemain 24 tahun itu kesulitan beradaptasi selama separuh awal musim. Dia justru sering memperlambat tempo karena sering salah penempatan posisi dan umpan.
Hal paling menarik dari tren positif itu, Havertz bermain sebagai penyerang tengah di tiga laga terakhir. Dia berperan sebagai ”penyerang palsu” yang turut mundur ke lini kedua saat membangun serangan. Rencana darurat Arteta mengisi kekosongan Gabriel Jesus yang cedera, justru berujung penemuan peran terbaik untuk Havertz.
Havertz memainkan peran hibrida belakangan ini. Dia bisa menjadi penyerang dan gelandang sekaligus. Saat Arsenal ingin memasuki sepertiga akhir, dia akan sedikit mundur untuk memberikan opsi umpan pada para gelandang. Lalu, dia akan menusuk ke kotak penalti setelah bola memasuki sepertiga akhir.
Kunci dari peran tersebut adalah fleksibilitas. Havertz kebetulan bisa mengombinasikan pengalaman saat bermain di Chelsea dan Leverkusen sekaligus. Dia menyatukan fisik atletis yang khas dari striker dan kecerdasan pergerakan tanpa bola yang dimiliki gelandang serang.
Kontribusi Havertz tidak lepas dari perubahan strategi Arteta pada pemain lain. Misalnya, gelandang Declan Rice yang lebih sering membantu serangan. Rice menggantikan peran Xhaka yang sempat diisi Havertz. Posisi Rice sering kali lebih tinggi ketimbang para penyerang.
Baca juga: Bekal Keseimbangan Sempurna Arsenal
Dengan peralihan fokus yang diciptakan pergerakan pemain di sekelilingnya, Havertz lebih mudah beraksi dari lini kedua. Bisa dilihat dari gol ke gawang Brentford. Havertz memulai pergerakan dari lini kedua, di antara bek dan gelandang lawan. Saat umpan silang dilepas Ben White, dia baru mengakselerasi pergerakan.
Begitu juga saat lawan Newcastle United, akhir Februari. Havertz bergerak sedikit mundur untuk menarik bek lawan. Saat bersamaan, penyerang sayap Gabriel Martinelli bergerak ke posisi ujung tombak. Setelah Martinelli mendapatkan umpan terobosan, Havertz baru bergerak untuk menerima umpan silang.
Arteta menyadari betul, Havertz bukan penyerang murni seperti Erling Haaland. Namun, dia tetap bisa memberikan kontribusi besar jika digunakan secara tepat. Caranya adalah memaksimalkan kemampuan terbaiknya dalam bergerak dari sisi buta lawan ataupun lini kedua. Itu dimungkinkan dengan peran ”penyerang palsu”.
Pembelian sia-sia
Seusai peluit panjang, seisi Stadion Emirates bernyanyi untuk Havertz. ”Tsamina mina, eh, eh. Waka waka, eh, eh. 60 million down the drain, Kai Havertz scores again,” seru para penonton. Nyanyian itu terinspirasi dari lagu Piala Dunia 2010 ”Waka Waka” yang dipopulerkan oleh Shakira.
Baca juga: Arsenal Kian “Haus Darah”
Lagu tersebut sudah dinyanyikan sejak awal musim, sebelum Havertz tampil konsisten. Adapun di dalam liriknya terdapat sindiran atas keraguan para pengamat yang menyatakan pembelian Havertz akan sia-sia. Para pendukung Arsenal ingin membalas keraguan itu dengan bernyanyi saat Havertz tampil bagus.
Menurut Arteta, dukungan itu sangat berarti untuk Havertz yang sempat kehilangan kepercayaan diri. ”Jika Anda berkata seisi stadion akan bernyanyi lagu Havertz dengan gairah di dua atau tiga bulan pertama, sulit untuk bisa dipercaya. Tetapi, itu terjadi karena (Havertz) adalah orang yang baik dan pemain luar biasa. Mustahil tidak menyukainya,” jelasnya.
Kepercayaan diri tersebut yang mulai terlihat jelas dari Havertz belakangan ini. Dia sangat nyaman saat mendapatkan bola. Termasuk menyelesaikan peluang di kotak penalti. Walaupun belum optimal, penampilannya sudah lebih baik dibandingkan di awal musim ataupun tiga musim selama di Chelsea.
”Di industri seperti ini memang selalu sulit (mengatasi tekanan). Dia mulai mendapatkan momentum setelah mencetak gol. Semuanya mulai mengalir. Orang-orang merasa lebih terhubung dengannya dan mereka bisa melihat bagaimana etos kerjanya. Hal paling penting adalah kontribusinya untuk tim,” pungkas Arteta.
Menarik dinanti kelanjutan kisah Havertz setelah terlahir kembali. Khususnya, bagaimana adaptasi taktik Arsenal saat Jesus sudah bugar untuk bermain sejak awal laga. Di luar itu semua, Arteta kembali membuktikan sebagai sosok manajer yang mampu mengeluarkan sisi terbaik dari anak asuhnya. (AP/REUTERS)