Penampilan di Piala Asia 2023 menjadi kesempatan Indonesia untuk memahami kelemahan demi berkembang lebih baik.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR DARI AL RAYYAN, QATAR
·5 menit baca
AL RAYYAN, KOMPAS — Langkah tim nasional Indonesia di Piala Asia 2023 terhenti setelah tumbang, 0-4, dari Australia pada gim perdelapan final, Minggu (28/1/2024), di Stadion Jassim bin Hamad, Al Rayyan, Qatar. Skuad ”Garuda” memetik banyak pelajaran penting untuk naik kelas demi bisa bersaing lebih baik di kancah kontinental.
Setelah lebih dari 16 tahun teralienasi dari persaingan sepak bola Asia, Indonesia mendapatkan kesempatan yang luar biasa untuk tampil di Piala Asia 2023. Empat laga di Qatar menunjukkan ada perkembangan dari tim Indonesia, terutama telah menunjukkan kekuatan penting dari Asia Tenggara.
Untuk memenuhi target lolos dari babak penyisihan, Indonesia bermodalkan kemenangan krusial atas rival Asia Tenggara, Vietnam, yang sulit ditumbangkan dalam lima tahun terakhir. Rekor buruk itu pun putus di Piala Asia 2023. Selain menang, gim melawan Vietnam adalah satu-satunya Indonesia bisa tampil clean sheet atau nirbobol.
Itu menunjukkan Garuda sudah harus berpikir untuk lebih kompetitif di Asia dibandingkan dengan berkutat di regional Asia Tenggara. Indonesia memang kalah dengan kebobolan tiga gol dari Irak dan Jepang, lalu empat gol oleh Australia, tetapi Indonesia tidak menampilkan permainan negatif atau hanya berpikir bertahan.
Capaian itu dilakukan dengan skuad termuda di Piala Asia dengan rerata berusia 24,3 tahun. Pelatih Indonesia Shin Tae-yong bahkan menurunkan susunan 11 pemain utama dengan usia rerata 22,8 tahun. Tim Indonesia masih bisa tampil di Piala Asia U-23 atau ajang olahraga multicabang, misalnya SEA Games dan Asian Games.
Permainan serangan dari bawah atau lini belakang, kemudian kombinasi operan-operan pendek cepat adalah bukti Garuda mengejar target dengan berusaha menampilkan identitas permainan sendiri.
Permainan serangan dari bawah atau lini belakang, kemudian kombinasi operan-operan pendek cepat adalah bukti Garuda mengejar target dengan berusaha menampilkan identitas permainan sendiri. Meskipun pada akhirnya kualitas dan pengalaman tim-tim yang terbiasa berkompetisi reguler di Asia sulit untuk diimbangi, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk meningkatkan performa di Qatar pada tahun-tahun mendatang.
Menurut Shin, timnya telah menunjukkan performa yang meningkat di setiap pertandingan. Ia pun berterima kasih atas perjuangan anak asuhannya untuk mengikuti instruksinya demi memberikan perlawanan maksimal di setiap laga.
”Semua pemain menunjukkan permainan yang bagus. Sayangnya, kami kalah dalam level pengalaman dan konsentrasi dari Australia. Tetapi, saya yakin dalam beberapa waktu mendatang kami bisa berada di level seperti mereka,” ucap Shin dalam konferensi pers seusai laga.
Kehadiran pemain keturunan yang mengenyam pembinaan sepak bola di Eropa memang membantu Indonesia untuk memutarbalikkan prediksi dari tim yang tidak diunggulkan menjadi lolos ke fase gugur. Hanya Yakob Sayuri, Ernando Ari, dan Rizky Ridho, pemain Indonesia yang belum pernah berkarier di luar negeri yang rutin tampil di empat laga Piala Asia 2023.
Pemain seperti Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman, Egy Maulana Vikri, dan Asnawi Mangkualam membuktikan, keberanian mereka mengecap karier di luar Indonesia memberikan pengalaman penting untuk bersaing di level Asia. Keempat pemain itu bahu-membahu dengan pemain keturunan, seperti Jordi Amat, Sandy Walsh, Elkan Baggott, Ivar Jenner, dan Rafael Struick.
Shin mengapresiasi dukungan PSSI kepada dirinya untuk mempersiapkan tim di Piala Asia 2023. Di luar itu, ia menyebut kualitas kompetisi Indonesia harus ditingkatkan agar menghadirkan pemain-pemain kompetitif untuk membela timnas.
”Liga Indonesia harus lebih kuat dan baik. Sebab, dengan kualitas klub yang bagus, itu akan berkontribusi besar untuk meningkatkan kualitas timnas,” ucap juru taktik asal Korea Selatan itu.
Meskipun kalah, dukungan suporter Indonesia tidak putus. Pendukung Indonesia yang tergabung dalam Ultras Garuda Qatar (UGQ) menyanyikan yel-yel di akhir laga untuk mengapresiasi perjuangan tim Indonesia. ”Terima kasih, Garuda! Terima kasih, Garuda!”
Sebagai bentuk apresiasi atas dukungan para suporter, terutama ribuan diaspora Indonesia di Qatar, Shin mengajak semua pemainnya mengitari lapangan untuk menyambut seluruh suporter di setiap sudut tribune stadion. Pendukung Indonesia pun memberikan tepuk tangan ketika tribune mereka dihampiri skuad Garuda.
Indonesia kemasukan empat gol akibat gagal mengantisipasi permainan menyerang Australia yang bertumpu dari kedua sisi sayap dan bola mati. Gawang Indonesia yang dikawal Ernando Ari sudah kemasukan bola ketika laga baru berjalan 12 menit karena bunuh diri bek Elkan Baggott, yang membelokkan tembakan gelandang Australia, Jackson Irvine.
Di akhir babak pertama, Martin Boyle menyambut umpan bek sayap kanan, Gethin Jones, dengan sundulan di sisi tiang jauh. Boyle hanya perlu mengubah arah bola setelah dirinya bebas dari kawalan pemain Indonesia.
Kemudian, pada akhir babak kedua, ”Socceroos” menambah dua gol melalui skema permainan sayap lewat sepakan pemain pengganti, Craig Goodwin, yang baru sekitar 1,5 menit turun di lapangan. Lalu, bek jangkung Australia, Harry Souttar, mengunci keunggulan timnya seusai memanfaatkan dengan baik umpan sepakan bebas Goodwin dari sisi kiri pertahanan Indonesia.
Meskipun unggul dua gol di babak pertama, Australia hanya menghasilkan satu tembakan. Jumlah itu meningkat menjadi enam di babak kedua. Pelatih Australia Graham Arnold menilai dirinya telah menduga bakal menghadapi tantangan berat dari Indonesia, terutama agresivitas pemain Indonesia.
”Kami menunjukkan perkembangan seiring berjalannya laga. Anak-anak melakukan kerja yang baik untuk menunjukkan perkembangan tim pada fase penting di turnamen ini,” ujar Arnold.
Meskipun sempat menghasilkan lima tembakan, Indonesia gagal memberikan ancaman bagi gawang Australia yang dikawal Matthew Ryan. Shin mengakui efektivitas serangan menjadi pembeda kedua tim. Merujuk data Opta, Australia bisa mencetak empat gol dari 1,81 expected goals (xG), sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,32 xG.
”Dari segi permainan, saya menilai laga melawan Australia adalah performa kami yang terbaik dari empat laga. Kami menciptakan banyak kesempatan di babak pertama, tetapi kami tidak mampu memanfaatkannya dan kemasukan gol cepat akibat ketidakberuntungan,” tutur Shin.