Mematahkan Sayap-sayap Australia
Indonesia wajib mengantisipasi serangan Australia yang bertumpu pada serangan dari sayap dan bola mati.
LUSAIL, KOMPAS — Melawan Australia di babak perdelapan final Piala Asia 2023, Minggu (28/1/2024) pukul 18.30 WIB, di Stadion Jassim bin Hamad, Al Rayyan, tentu tidak mudah bagi Indonesia. Dibandingkan memikirkan cara untuk mencetak gol, skuad ”Garuda” perlu lebih dulu menemukan cara untuk meredam serangan-serangan anak asuhan Graham Arnold yang sangat terpaku dari kedua sisi sayap.
Selama tiga pertandingan di fase grup, Australia telah mencetak empat gol. Semua gol itu tercipta diawali dari serangan dari kedua sisi sayap. Kolaborasi dari dua pemain di sayap kanan, yaitu bek sayap, Gethin Jones, dan penyerang sayap, Martin Boyle, telah menghasilkan tiga gol di antaranya.
Kemudian, satu gol lagi tercipta melalui titik putih berkat eksekusi Boyle ketika menghadapi Uzbekistan di laga pamungkas Grup B. Namun, gol itu juga berawal dari handball pemain bertahan Uzbekistan yang berniat menghadang penetrasi penyerang ”Socceroos”, Kusini Yengi, di sisi kiri pertahanan mereka.
Pada laga pembuka grup, India sempat memeragakan permainan efektif untuk meredam permainan Australia. Pelatih India Igor Stimac menerapkan dobel penjagaan di sisi luar lapangan. Hal itu sempat menyulitkan pemain-pemain Australia untuk melakukan pergerakan dan melepaskan umpan silang ke jantung pertahanan India.
Namun, fokus dan konsentrasi pemain bertahan India menurun drastis di babak kedua. Itu membuat mereka tidak bisa lagi mengimbangi permainan menyerang Australia yang fokus di kedua sisi sayap sehingga kemasukan dua gol.
Sebaliknya, Uzbekistan mampu mengimbangi Australia berkat ketahanan fisik mereka untuk menghadapi serangan Australia. Uzbekistan pun mampu menyamakan kedudukan melalui transisi serangan balik dari sisi sayap kiri pertahanan Australia yang lengah akibat terlambat turun setelah membantu serangan.
Secara umum, Suriah dan Uzbekistan telah menunjukkan cara efektif untuk meredam Soccerros. Meskipun bisa mencetak sebuah gol ke gawang kedua tim itu, Jackson Irvine dan kawan-kawan hanya mampu menciptakan satu tembakan tepat sasaran selama lebih dari 90 menit durasi pertandingan.
Sandy Walsh, bek sayap kanan Indonesia, mengakui kekuatan Australia melalui serangan dari kedua sayap dan umpan-umpan silang telah dibahas dalam rapat skuad Garuda yang dipimpin Pelatih Shin Tae-yong. Walsh pun siap bekerja ekstra keras dalam bertahan untuk meredam serangan Australia.
Baca juga: Jumpa Australia, Indonesia Melawan Kemustahilan
Kami telah mempersiapkan diri untuk melakukan performa yang terbaik.
”Kami sudah mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka, terutama kemampuan mereka bermain di sisi sayap. Kami sudah berlatih dan mempersiapkan diri untuk mengatasi itu,” tutur Walsh sebelum latihan resmi tim, Sabtu (27/1/2024) siang, di Lapangan Latihan Al Egla, kota Lusail.
Berlapis
Garuda sejatinya sudah terbiasa menghadapi tim yang memfokuskan serangan dari kedua sayap, seperti Vietnam dan Jepang. Untuk menghadapi dua lawan itu, Shin menerapkan formasi 5-4-1 yang menghadirkan dua pemain bertahan di kedua sisi sayap. Asnawi Mangkualam/Sandy Walsh serta Egy Maulana Vikri bahu-membahu menjaga sisi kanan, lalu Pratama Arhan dan Yakob Sayuri bekerja sama menutup celah di sisi kiri.
Selain para pemain yang menjaga posisi luar, tiga bek tengah juga membantu untuk menghalau pemain sayap lawan. Rizky Ridho bertugas menutup penyerang sayap kiri lawan, sedangkan Justin Hubner melakukan penjagaan untuk penyerang sayap kanan rival Garuda.
”Sudah ada beberapa pemain yang telah disiapkan untuk mengantisipasi permainan menyerang sekaligus untuk memanfaatkan kelemahan Australia,” tutur Walsh yang mencetak gol debut untuk Indonesia pada laga melawan Jepang.
Baca juga: Euforia Berakhir, ”Garuda” Bersiap Hadapi Australia
Selain permainan terbuka, Australia juga memiliki keunggulan melalui bola mati, baik tendangan bebas tidak langsung maupun sepak pojok. Mereka dibekali pemain-pemain ”menara” yang amat berbahaya ketika menerima umpan-umpan matang di dalam kotak penalti Indonesia.
Sebagai contoh, dua penyerang tengah yang telah diturunkan Arnold di Piala Asia 2023, yakni Yengi dan Mitchell Duke, memiliki postur tubuh 1,87 meter. Itu juga ditambah dengan pergerakan Irvine, gelandang serang, yang sering berkeliaran di kotak penalti lawan untuk menambah opsi target operan lambung. Membiarkan umpan silang dari permainan terbuka bakal sangat berbahaya untuk pertahanan Indonesia.
Socceroos juga punya pemain-pemain jangkung lainnya, seperti duo bek tengah, Harry Souttar dan Cameron Burgess, yang masing-masing memiliki tinggi 2 meter dan 1,94 meter. Mereka adalah senjata Australia ketika mendapatkan peluang tembakan bebas.
Keunggulan ukuran fisik itu tentu bakal diupayakan dengan baik oleh Australia. Sebab, Indonesia tidak memiliki banyak pemain dengan tinggi lebih dari 1,85 meter. Jordi Amat, bek tengah Indonesia, memiliki postur 1,85 meter. Jika merujuk susunan 11 pemain utama di laga melawan Jepang, hanya Justin dan Ivar Jenner yang bisa berduel udara dengan pemain Australia karena memiliki tinggi masing-masing 1,87 meter dan 1,86 meter.
Dua pemain Indonesia yang berpeluang diandalkan Shin untuk menghadapi bola-bola udara Socceroos adalah Elkan Baggott (1,96 meter) dan Shayne Pattynama (1,85 meter). Dengan kondisi itu, kiper Indonesia, Ernando Ari, juga perlu merentangkan tangannya secara maksimal untuk menghalau bola-bola udara Australia. Penjaga gawang Persebaya Surabaya itu ”hanya” setinggi 1,8 meter.
Baca juga: Final Dini Duo ”Kutub” Adidaya
Kecepatan
Di tengah fokus untuk meredam Australia, Indonesia juga bisa mengandalkan kecepatan pemain-pemain andalan yang memiliki tinggi kurang dari 1,75 meter. Pemain-pemain sayap cepat Indonesia, seperti Witan Sulaeman, Yakob Sayuri, Egy Maulana Vikri, Arhan, dan Asnawi, bisa menghadirkan ancaman melalui kecepatan. Hal itu tidak semata berkaitan dengan kegesitan pergerakan mereka, tetapi juga menyajikan operan-operan pendek cepat.
Pada sesi latihan resmi itu, Shin mengadakan sesi latihan umpan pendek kombinasi dengan posisi pemain berbentuk segitiga. Arah operan pemain tidak hanya menyesuaikan posisi pemain, tetapi pergerakan pemain juga berbentuk diagonal untuk mengubah arah dan tujuan operan.
Taktik itu pun menghadirkan dua peluang yang diciptakan Garuda ketika takluk, 1-3, dari Jepang pada duel terakhir Grup D. Tak hanya menciptakan peluang, dua pemain Jepang, Wataru Endo dan Takumi Minamino, juga harus melakukan pelanggaran yang berbuah kartu kuning untuk meredam kombinasi operan pemain sayap cepat Indonesia.
”Australia adalah tim yang kuat, sulit untuk mencari kelemahan mereka. Namun, kami sudah mengetahui gaya dan kekuatan mereka. Kami telah mempersiapkan diri untuk melakukan performa yang terbaik,” ujar Shin.