Sejarah membuktikan Arsenal tidak pernah mampu menjadi juara ketika duduk di puncak klasemen saat Natal. Nasib buruk itu ingin diakhiri pada musim ini.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·4 menit baca
LIVERPOOL, MINGGU — Tambahan satu poin penting berkat hasil imbang, 1-1, pada lawatan ke Stadion Anfield, kandang Liverpool, Minggu (24/12/2023) dini hari WIB, memastikan Arsenal memuncaki klasemen Liga Inggris pada perayaan Natal tahun ini. Namun, capaian gemilang pada akhir tahun itu selalu gagal menjamin ”Si Meriam” menutup musim dengan mengangkat trofi juara.
Pada era Liga Primer Inggris, Arsenal telah tiga kali berada di puncak klasemen ketika memasuki hari raya umat Nasrani itu. Hal itu tercipta pada musim 2002-2003, 2007-2008, dan 2022-2023.
Pada kompetisi edisi 2002-2003 dan 2022-2023, Arsenal mengakhiri kompetisi dengan berada di posisi kedua. Duo tim asal kota industri, Manchester, membuyarkan impian Arsenal untuk menjadi penguasa Inggris di musim itu. Manchester United mengungguli Arsenal pada perebutan kampiun musim 2002-2003, lalu giliran Manchester City yang memberikan kekecewaan kepada Si Meriam pada musim lalu.
Adapun pada kompetisi 2007-2008, Arsenal gagal melanjutkan konsistensi untuk menjaga posisi pertama ketika memasuki paruh kedua kompetisi. Alhasil, Arsenal mengakhiri liga di peringkat ketiga.
Manajer Arsenal Mikel Arteta senang bisa membawa pulang poin dari pertandingan intensitas tinggi di Anfield. Setelah menjalani 18 laga, Arsenal memimpin klasemen dengan koleksi 40 poin. Namun, mereka hanya unggul satu poin dari Liverpool dan Aston Villa yang duduk nyaman di posisi kedua dan ketiga.
Juru taktik asal Spanyol itu mengingatkan bahwa posisi pertama itu tidak boleh membuat skuadnya lengah. Pada dua laga pamungkas 2023 yang padat, Si Meriamakan menjalani dua duel derbi London menghadapi West Ham United (29/12/2023) dan Fulham (31/12/2023).
Posisi ini membuat kami memiliki makan malam Natal yang indah dengan keluarga kami. Sehari berselang, kami akan kembali bekerja karena harus mempersiapkan diri menghadapi West Ham dengan baik.
”Posisi ini membuat kami memiliki makan malam Natal yang indah dengan keluarga kami. Sehari berselang, kami akan kembali bekerja karena harus mempersiapkan diri menghadapi West Ham dengan baik,” ujar Arteta kepada Sky Sportsseusai laga.
Di sisi lain, kewaspadaan tingkat tinggi juga perlu ditunjukkan Arsenal karena mereka hanya unggul enam poin dari City, penguasa Inggris dalam tiga musim terakhir. ”The Citizens”bisa kapan saja mengancam Arsenal karena masih memiliki satu tabungan laga kontra Brentford.
Manajer kedua
Arteta adalah manajer kedua dalam sejarah Arsenal yang mampu membawa tim asal London itu duduk di puncak klasemen pada dua Natal beruntun. Sebelumnya, capaian itu pernah tercipta pada 90 tahun lalu ketika Si Meriamdiasuh manajer terbaik mereka, Herbert Chapman.
Bersama Chapman, Arsenal memuncaki klasemen pada hari Natal 1932 dan 1933. Berbeda dengan Arteta, Chapman membantu Arsenal tampil konsisten untuk mempertahankan posisi puncak pada akhir musim 1932-1933. Itu adalah gelar juara liga kedua Arsenal dalam sejarah mereka sekaligus dengan Chapman.
Chapman tidak mendampingi Arsenal di paruh kedua musim 1933-1934 akibat wafat, 6 Januari 1934. Meski tanpa Chapman, Arsenal mampu mempertahankan dominasi mereka bersama Joe Shaw.
”Memuncaki klasemen di Natal (dalam dua musim beruntun) menunjukkan konsistensi. Kami telah melakukan itu selama dua tahun dan juga berada di posisi bagus pada Liga Champions,” ujar Arteta mengulas capaian timnya di paruh pertama musim 2023-2024.
Gary Neville, pakar Liga Inggris di Sky Sports, mengatakan, Arteta patut bangga dengan performa skuadnya yang tampil baik untuk mempertahankan posisi pertama di Anfield.
”Mereka berada di posisi yang mereka inginkan. Mereka kembali menjadi pesaing titel juara dan berada di jalur yang tepat,” tutur Neville.
Adapun dalam sepuluh musim terakhir, enam tim terakhir berhasil menjadi juara Inggris setelah berada di pucuk klasemen pada Natal. Mereka adalah Chelsea (2014-2015 dan 2016-2017), Leicester City (2015-2016), City (2017-2018 dan 2021-2022), serta Liverpool (2019-2020).
Ketika Arsenal tersenyum ketika meninggalkan Anfield, pemandangan kontras tidak terlihat dari tim pemilik ”kuil sepak bola” itu. Sebab, ”Si Merah” melepas kesempatan emas untuk merebut tiga poin ketika menjamu dua rival sengit di kandang sendiri dalam dua pekan beruntun. Sebelumnya, Liverpool juga ditahan imbang tanpa gol oleh Manchester United.
”Kami seharusnya bisa mencetak lebih banyak gol karena memiliki momen-momen itu setelah turun minum. Secara umum, saya sangat menghormati hasil ini karena kami imbang, 1-1, melawan tim yang sangat kuat,” kata Manajer Liverpool Juergen Klopp dilansir laman klub.
Setidaknya ada dua momen yang sangat disesali Klopp, pemain Liverpool, dan para pendukung Si Merahyang memadati tribune Anfield. Pertama adalah gol Arsenal yang dicetak bek tengah, Gabriel Magalhaes, pada menit keempat yang disebabkan penempatan posisi buruk kiper, Alisson Becker.
Kiper asal Brasil itu telat maju untuk mengantisipasi tendangan bebas Arsenal yang dieksekusi Martin Odegaard. Alhasil, Alisson tak berdaya untuk mengantisipasi sundulan Gabriel.
Kedua, penyesalan Liverpool tercipta pada menit ke-72. Trent Alexander-Arnold gagal memaksimalkan peluang melalui serangan balik cepat untuk mencetak gol kemenangan. Sepakan pemain tim nasional Inggris itu digagalkan mistar gawang.
Satu-satunya gol Liverpool dicetak oleh Mohamed Salah jelang setengah jam laga berjalan. Itu adalah gol ke-10 Salah ketika menghadapi Arsenal. ”Raja Mesir” juga telah mencetak 10 gol ketika menghadapi MU dan City.
Menurut data Opta, imbang adalah hasil yang adil bagi kedua tim. Dari sisi kreasi peluang, kedua tim memang hanya memiliki satu expected goal (xG).