Sabalenka dan Rybakina Berebut Satu Tiket Semifinal
Banyak data yang memunculkan peluang laga Aryna Sabalenka dan Elena Rybakina di Final WTA akan berlangsung ketat. Mereka memperebutkan satu tiket semifinal dari grup yang sama.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
CANCUN, SELASA — Pertemuan Aryna Sabalenka dan Elena Rybakina dalam turnamen Final WTA 2023 hanya akan berlangsung dalam babak penyisihan. Namun, laga yang akan berlangsung di Cancun, Meksiko, itu akan menjadi persaingan ”panas”.
Ada berbagai angka dan fakta yang bisa memunculkan peluang ketatnya pertandingan pada Kamis (2/11/2023) waktu setempat atau Jumat dini hari waktu Indonesia tersebut. Salah satu pertandingan pada Grup Bacalar tersebut menjadi persaingan untuk memperebutkan satu tiket tersisa ke semifinal.
Satu tiket lainnya menjadi milik Jessica Pegula yang dua kali menang dari tiga laga yang harus dijalani pada fase penyisihan. Dengan delapan petenis yang dibagi dalam dua grup dan bersaing dengan format round robin, setiap petenis menjalani tiga pertandingan. Petenis dengan dua peringkat teratas dari setiap grup berhak bersaing di semifinal.
Sabalenka, yang berperingkat pertama dunia, dan Rybakina (4) sebenarnya menjadi dua petenis berperingkat paling tinggi dibandingkan Pegula (5) dan Maria Sakkari (9) di Grup Bacalar. Namun, justru Pegula yang menjadi semifinalis pertama dari grup tersebut.
Rybakina dan Sabalenka memiliki hasil yang sama dari dua pertandingan, yaitu sekali menang dan sekali kalah. Rybakina menghidupkan peluang lolos dari penyisihan grup ketika menang atas Maria Sakkari dengan skor 6-0, 6-7 (4), 7-6 (2), pada Selasa, setelah kalah dari Pegula, dua hari sebelumnya. Sementara setelah menang atas Sakkari pada pertandingan pertama, Sabalenka kalah dari Pegula.
Maka, hanya ada satu syarat yang harus dipenuhi Sabalenka atau Rybakina untuk bisa bersaing di semifinal, yaitu menang saat mereka berhadapan untuk ketujuh kalinya. Dari enam pertemuan lain, Sabalenka menang empat kali. Akan tetapi, dia kalah dalam dua pertemuan terakhir, yaitu pada final WTA 1000 Indian Wells dan perempat final WTA 1000 Beijing, tiga pekan lalu.
Selain menjadi ulangan final di Indian Wells, yang dimenangi Rybakina dengan skor 7-6 (11), 6-4, pertandingan di Cancun juga menjadi ulangan final Australia Terbuka 2023. Sabalenka menang 6-4, 3-6, 6-4 dan meraih gelar juara Grand Slam untuk pertama kalinya. Adapun Rybakina memiliki gelar juara Grand Slam dari Wimbledon 2022.
Statistik masing-masing pada tahun ini pun tak berbeda jauh. Sabalenka memiliki persentase kemenangan 81,5 persen dari 53 kali menang dan 12 kali kalah, sementara Rybakina 46 kali kalah dan 13 kali kalah (79 persen).
Pilihannya adalah menang dan bertahan di sini atau kalah, lalu pulang.
”Pilihannya adalah menang dan bertahan di sini atau kalah, lalu pulang. Meski turnamen ini memiliki format berbeda, situasi yang akan saya hadapi sama seperti turnamen lain (yang menggunakan sistem gugur). Pertandingannya tak akan mudah, tentu saya akan berusaha yang terbaik,” tutur Rybakina dalam laman resmi WTA.
Bagi Pegula, hasil pada Final WTA pada tahun ini lebih baik dibandingkan saat tampil di Final WTA 2022 di Texas, Amerika Serikat. Dia tersingkir pada penyisihan grup tanpa memenangi satu pertandingan pun. Pada nomor ganda, berpasangan dengan Cori ”Coco” Gauff, Pegula juga selalu kalah dari tiga pertandingan.
”Saya merasa lebih nyaman dan percaya diri saat bertanding melawan pemain top. Saya tak lagi merasakan itu sebagai tekanan seperti yang dirasakan pada tahun lalu. Saya rasa, saya telah berkembang hingga bisa mendapat kemenangan besar,” kata Pegula yang telah mencapai perempat final semua Grand Slam meski belum pernah juara.
Sementara lanjutan pertandingan di Grup Chetumal, mulai Rabu sore waktu setempat (Kamis pagi waktu Indonesia), akan terjadi di antara dua petenis yang menang pada pertandingan pertama, Iga Swiatek dan Coco. Laga lain mempertemukan Marketa Vondrousova dan Ons Jabeur.
Swiatek unggul delapan kali dari sembilan pertemuan dengan Coco, tetapi satu kemenangan atas Swiatek, yaitu pada semifinal WTA 1000 Cincinnati, pada Agustus, memberi dampak besar pada Coco. Petenis berusia 19 tahun itu semakin percaya diri pada kemampuannya dan meraih gelar juara Grand Slam untuk pertama kalinya, yaitu di AS Terbuka.
Meski bisa menjuarai lima turnamen sebelum tampil di Cancun, performa Swiatek tak sedominan pada 2022. Pada musim ini, dia kesulitan mengatasi tekanan dari dalam diri sendiri.
Pikiran petenis dengan empat gelar Grand Slam itu terganggu dengan upaya untuk mempertahankan posisi sebagai petenis nomor satu dunia. Untuk meringankan beban itu, Swiatek bertanya kepada Roger Federer tentang cara bertahan di puncak peringkat dunia untuk waktu yang lama. Total, Federer menjadi petenis nomor satu dunia selama 310 pekan dan hanya kalah dari Novak Djokovic (397 pekan).
Federer menyarankan agar Swiatek menikmati status tersebut, tetapi fokus saat menjalani turnamen harus tetap diarahkan pada setiap pertandingan. (REUTERS/AFP)