Aryna Sabalenka memiliki penghalang besar saat bisa mencapai babak-babak akhir turnamen Grand Slam. Dia masih belajar untuk mengatasi kendala psikologis saat tampil di semifinal seperti yang akan dilakukan di AS Terbuka.
Oleh
YULIA SAPTHIANI
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Aryna Sabalenka adalah salah satu petenis tunggal putri dengan penampilan konsisten pada 2023, salah satunya dengan menjuarai Australia Terbuka. Meski telah menjadi bagian dari juara Grand Slam, penghalang bagi petenis yang akan menempati puncak peringkat dunia itu sesungguhnya adalah babak semifinal.
Sebelum menjuarai Australia Terbuka, pada Januari 2023, petenis Belarus itu tiga kali kalah di semifinal Grand Slam, yaitu pada Wimbledon dan AS Terbuka 2021, serta AS Terbuka 2022. Setelah juara di Melbourne Park, dia pun terjegal pada semifinal Perancis Terbuka dan Wimbledon.
Semifinal dalam lima Grand Slam beruntun sejak AS Terbuka 2022 hingga laga melawan Madison Keys di AS Terbuka 2023 di New York, pada Kamis (7/9/2023) malam waktu setempat atau Jumat siang waktu Indonesia, sebenarnya menjadi hasil sangat baik bagi Sabalenka. Hanya Serena Williams yang bisa mendapat hasil lebih baik, yaitu sepuluh semifinal Grand Slam beruntun sejak AS Terbuka 2014 hingga Australia Terbuka 2017. Dari hasil itu, Serena meraih enam gelar juara.
Sabalenka ke semifinal setelah mengalahkan Zheng Qin Wen (China), sementara Keys menang atas juara Wimbledon, Marketa Vondrousova, dengan skor yang sama 6-1, 6-4.
Akan tetapi, di dalam hatinya, Sabalenka masih merasa bahwa semifinal selalu menjadi tantangan terbesar. Pelatih dan fisioterapisnya bercerita bahwa Sabalenka sering berbicara tentang hambatannya itu.
Dia sering tidak menikmati momen semifinal karena pikirannya melayang terlalu jauh. Terkadang dia sudah berpikir tentang kemenangan, padahal, dia seharusnya hanya fokus pada caranya mengontrol pertandingan.
”Dia sering tidak menikmati momen semifinal karena pikirannya melayang terlalu jauh. Terkadang dia sudah berpikir tentang kemenangan, padahal dia seharusnya hanya fokus pada caranya mengontrol pertandingan,” kata pelatih Sabalenka, Anton Dubrov, dalam laman resmi WTA.
Fisioterapis, Jason Stacy, menuturkan bahwa semifinal menjadi momen yang lebih besar dibandingkan final bagi Sabalenka. Maka, ketika tampil di final, perasaannya sudah lebih tenang. ”Jadi, dia memberi tekanan yang lebih besar pada dirinya saat bertanding di semifinal,” kata Stacy.
Setelah mengalahkan Zheng pada perempat final, Sabalenka bercerita bahwa dia memikirkan peringkat teratas dunia yang akan ditempati seusai AS Terbuka. Posisi itu didapat Sabalenka (peringkat kedua) setelah petenis nomor satu dunia, Iga Swiatek, gagal mempertahankan gelarnya karena disingkirkan Jelena Ostapenko pada babak keempat.
Namun, Sabalenka mencoba mengerem pikirannya itu dengan mengatakan bahwa dia masih memiliki tugas yang harus diselesaikan. ”Kemenangan tadi (di perempat final) memberi saya kesempatan untuk bisa melakukan hal yang lebih baik di semifinal,” katanya.
Berdasarkan perbandingan performa dan statistik pertemuan dengan Keys, Sabalenka memiliki peluang besar untuk melewati semifinal. Selain juara Australia Terbuka, petenis berusia 25 tahun itu menjuarai WTA 1000 Madrid dan mencapai final WTA 1000 Indian Wells.
Performa terbaik Keys pada tahun ini adalah perempat final WTA 1000 Dubai. Pada ajang Grand Slam, Keys mencapai final AS Terbuka 2017, tetapi setelah itu performanya menurun, termasuk dengan hanya mencapai babak ketiga Australia Terbuka dan babak kedua Perancis Terbuka tahun ini.
Sabalenka juga unggul 2-1 atas Keys, salah satunya pada pertemuan terakhir mereka yang terjadi Juli 2023. Saat itu, Sabalenka menang pada perempat final Wimbledon dengan skor 6-2, 6-4.
Selain kendala psikologis, ada hal lain yang akan menjadi tantangan bagi Sabalenka, yaitu suara bising penonton yang akan mendukung Keys sebagai petenis tuan rumah. Dalam wawancara dengan ESPN sebelum mengetahui lawannya, Sabalenka bergurau bahwa dia lebih senang jika berhadapan dengan Vondrousova pada semifinal.
Bintang muda tuan rumah
Selain Keys, publik tuan rumah juga menyimpan harapan pada bintang AS lainnya, yaitu Cori ”Coco” Gauff. Petenis peringkat keenam dunia itu untuk pertama kalinya lolos ke semifinal AS Terbuka dan akan berhadapan dengan finalis Perancis Terbuka, Karolina Muchova. Mereka baru bertemu kurang dari tiga pekan, yaitu dalam final WTA 1000 Cincinnati yang dimenangi Coco 6-3, 6-4.
Dari kemenangan itu, yang membuat Coco meraih gelar pertama dari turnamen WTA 1000, petenis berusia 19 tahun tersebut tahu bahwa Muchova akan menjadi lawan yang sangat berat untuk dihadapi. Sementara Muchova menilai bahwa persaingan dengan Coco akan menjadi perang mental.
Coco menjadi harapan besar publik AS sejak sebelum AS Terbuka dimulai pada 28 Agustus. Performanya naik-turun pada setengah tahun pertama, salah satunya dengan tersingkir pada babak pertama Wimbledon.
Namun, polesan pelatih kawakan, Brad Gilbert, membuatnya berubah. Dia menjuarai dua dari tiga turnamen pemanasan AS Terbuka, yaitu WTA 500 Washington DC dan WTA 1000 Cincinnati. Kepercayaan dirinya juga melambung setelah mengalahkan Swiatek pada semifinal di Cincinnati.
Tuan rumah juga memiliki semifinalis pada tunggal putra, yaitu bintang baru, Ben Shelton, yang berusia 20 tahun. Pada pertandingan yang akan berlangsung Jumat waktu setempat, dia akan menantang pemilik 23 gelar juara Grand Slam, Novak Djokovic.
Semifinal lain mempertemukan juara AS Terbuka dalam dua tahun terakhir, Daniil Medvedev dan Carlos Alcaraz. Medvedev mengalahkan sesama petenis Rusia yang juga sahabatnya, Andrey Rublev, sementara Alcaraz mengalahkan finalis AS Terbuka 2020, Alexander Zverev. (AP/AFP)