Situasi Abu-abu Dua Final Penentu di Indonesia Arena
Spanyol dan Kanada beranjak dari depan pintu kelolosan ke tepi jurang eliminasi pada Piala Dunia FIBA 2023. Tidak ada lagi unggulan dan kuda hitam di dua laga terakhir babak kedua.
Oleh
KELVIN HIANUSA, REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Klimaks kompetisi dipastikan hadir dalam hari terakhir Piala Dunia FIBA 2023 di Stadion Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (3/9/2023). Dua laga terakhir, Kanada versus Spanyol dan Brasil versus Latvia, akan menentukan tim yang lolos ke delapan besar. Hanya ada dua pilihan, menang atau pulang.
Seperti hidup, jalan cerita babak kedua di Grup L tidak bisa ditebak. Kejutan datang bertubi-tubi bagaikan hujan. Jumat (1/9/2023) pantas dikenang sebagai hari kejatuhan para ”Goliath”. Juara bertahan Spanyol dijungkalkan tim debutan, Latvia, 69-74. Sementara calon kuat juara dunia, Kanada, ditumbangkan Brasil, 65-69.
Kans lolos ke babak selanjutnya menjadi setara jelang laga terakhir. Seluruh tim di Grup L mencatat rekor yang sama, 3 menang dan 1 kalah. Maka dari itu, pemenang pada Minggu nanti dipastikan lolos langsung ke perempat final yang akan digelar di Manila, Filipina. Tim yang kalah otomatis tersingkir.
Dua laga terakhir pun terasa abu-abu. Tidak ada lagi status tim unggulan atau ”kuda hitam”. Semua telah luntur. Meskipun kualitas setiap tim berbeda, mereka sudah saling mengalahkan. Para Goliath sempat berjaya di fase grup pertama. Kanada membungkam Latvia, 101-75, sedangkan Spanyol menaklukkan Brasil, 96-78.
Kanada dan Spanyol akan bersinggungan di duel penentu. Artinya, hanya salah satu dari dua tim favorit juara itu yang bakal bertahan. Di atas kertas, kualitas skuad mereka merupakan yang terbaik dalam Grup L. Spanyol punya duo bersaudara mantan pemain NBA, Willy dan Juancho. Sementara Kanada diperkuat tujuh pemain aktif NBA.
Kapten tim, Rudy Fernandez (38), sudah dua kali mengantarkan Spanyol menjadi juara dunia, yaitu pada 2006 dan 2019. Maka, dia sangat mengerti apa yang dibutuhkan sebuah tim untuk juara. Menurut dia, kualitas bukan lagi hal terpenting saat ini. Jika ingin menang, mereka harus menyatukan hati dan mempertaruhkan hidupnya pada laga versus Kanada.
Ini kesempatan besar bagi kami menempatkan nama Latvia di dunia. Di sini momen paling tepat kami membuktikan diri tidak takut siapa pun. (Arturs Zagars)
Nasib Spanyol untuk mempertahankan gelar juara kini di ujung tanduk. Menurut media Spanyol, AS, tim peringkat satu dunia itu seperti sedang berada di sarang singa. Kekalahan dari Latvia merupakan yang pertama bagi Spanyol di Piala Dunia sejak 10 Desember 2014.
”Kami harus berkaca soal kesatuan tim dan harus sadar. Jika bermain seperti itu lagi (saat dikalahkan Latvia), kami tidak pantas lolos ke babak selanjutnya. Para pemain kehilangan konsentrasi di saat momen paling penting. Namun, jika menampilkan identitas sebenarnya, kami punya kesempatan,” ujar Fernandez.
Menanti penyelamat
Spanyol membutuhkan sosok penyelamat. Guard Juan Nunez (19) sempat digadang-gadang sebagai pengganti pemain veteran, Ricky Rubio. Nunez bersinar di dua laga awal sebagai pemain inti. Namun, Pelatih Sergio Scariolo hanya memainkannya kurang dari 10 menit di laga terakhir karena ia kurang bagus dalam bertahan.
Di kubu sebaliknya, Kanada punya segalanya untuk memulangkan Spanyol. Shai Gilgeous-Alexander, calon kuat peraih Most Valuable Player dengan catatan rerata 22,3 poin dan 4,8 asis akan menghantui tim lawan sepanjang laga. Belum lagi, banyak pemain NBA lainnya yang bisa membantunya, seperti Luguentz Dort dan RJ Barrett.
Kanada, yang diasuh Jordi Fernandez, memang terpeleset saat melawan Brasil. Namun, hal itu wajar karena para pemain tim ini baru pertama kali main bersama di kompetisi besar. Inkonsistensi itu sudah terlihat sejak rangkaian uji coba. Mereka cenderung nyaman saat menang beruntun lalu akan terbangun lagi seusai kalah.
Fernandez mengatakan, kekalahan itu tidak terlalu buruk karena mereka belum tersingkir. ”Itu justru bagus karena memberikan kesulitan untuk kami. Tim ini belum pernah menghadapi situasi seperti saat ini. Namun, saya percaya dengan para pemain. Mereka akan bekerja dan mengurus semuanya dengan baik,” ujarnya.
”Dongeng” Latvia
Latvia, tim peringkat ke-29 dunia atau yang terendah di Grup L, hanya butuh satu kemenangan lagi untuk mengukir sejarah besar dalam penampilan pertama mereka di Piala Dunia. Davis Bertans dan rekan-rekan tidak pantas lagi disebut kuda hitam. Mereka dua kali menumbangkan tim raksasa saat tampil di Jakarta, yaitu Perancis dan Spanyol.
Menurut FIBA, hanya ada lima tim dalam 20 tahun terakhir yang mampu mengalahkan Spanyol dan Perancis dalam satu edisi turnamen yang sama. Empat tim lainnya, antara lain Amerika Serikat (di Olimpiade Rio 2016) dan Slovenia (EuroBasket 2017), bahkan menutup turnamen dengan merebut emas. Satu tim lainnya, Lituania, meraih perak di Piala Dunia 2010.
Bintang baru Latvia, Arturs Zagars (23), berkata, dukungan ribuan penonton yang datang jauh-jauh dari negaranya membuat mereka tidak pernah gentar dengan lawan. ”Ini kesempatan besar bagi kami menempatkan nama Latvia di dunia. Di sini momen paling tepat kami membuktikan diri tidak takut siapa pun,” katanya.
Latvia dan Brasil tidak diunggulkan untuk lolos ke babak perempat final. Namun, satu pemenang dari dua tim non-unggulan itu akan berangkat langsung dari Jakarta ke Manila. Brasil, tim peringkat ke-13 dunia, sudah siap untuk mengakhiri dongeng Latvia di Piala Dunia tahun ini.
Brasil dipimpin guard Yago Santos (24) yang telah menyumbang rerata 15 poin dan 8 asis. Pemain mungil setinggi 1,78 meter itu telah menjadi idola baru publik di Indonesia Arena. Para penonton selalu berdecak kagum saat melihat aksinya menari-nari di antara pemain lawan yang lebih tinggi. Menurut Santos, dia merasa seperti di Brasil.
”Atmosfer penonton di Indonesia sangat luar biasa, sama dengan di Brasil, apalagi ketika mereka meneriakkan nama saya. Kepercayaan diri saya meningkat berlipat-lipat saat mendapat dukungan seperti itu,” ujar Santos yang menyumbang 4 poin krusial di menit terakhir laga versus Kanada.